132. Tak Usah Menyalak, Diam!
Untuk apa menyalak jika matamu sendu?
Cukuplah membaca puisi-puisi tentang senja
Angin malam akan melelehkan kesepian
Esok pagi dia akan bangun tanpa mau tahu
Menepi saja ke hutan menikmati harum cendana
Menjelajah tempat-tempat dimana kebajikan tinggal
Jangan meratapi melati yang seolah salah tumbuh
Hidup memang bagian dari kepingan melankoli
Setelah reda hujan, berbaurlah di keriuhan pasar malam
Pandangi sebuah bintang jatuh saat bianglala sampai di pucuk tertinggi
Permohonanmu biosa saja tidak dikabulkan
Tapi keberanianmu meruntuhkan kutukan
Diam tidak selalu tidak menghasilkan apa-apa
Daun jatuh itu contohnya
Jadi kenapa harus berkoar mencari pembenaran
Tuhan duduk di Singgasana selamanya
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar