TBLS_6. DINDING PEMBATAS
Jam pelajaran selesai lebih awal di hari sabtu, mestinya aku mengikuti satu kegiatan ekstra kurikuler yang sebenarnya ga aku suka. Jadi saat Zack menarikku ke belakang sekolah aku menurut.
“Kenapa susah-susah lewat sini? Kan bisa lewat depan tinggal bilang kita ga ada ekstra?” Aku terheran-heran saat Zack menyiapkan sebuah tangga untuk melewati dinding halaman belakang sekolah.
“Naik.” Diraihnya tanganku perlahan.
Beruntung di sekolah ini semua siswa memakai celana panjang di hari sabtu jadi aku tidak khawatir saat menaiki tangga kayu itu. Setibanya diatas aku tertegun sesaat ketika skudapati pemandangan lain di balik tembok belakang sekolah. Bertanya-tanya pada diriku sendiri betapa cueknya aku sampai tidak tahu kalau ada hamparan tambak.
Bangunan sekolahku setinggi lima lantai, terdapat 2 lift di dalamnya, depan dan belakang. Ruang kelasku ada di lantai dua gedung bagian depan, selama sebulan disini aku tidak pernah ingin pergi ke belakang sekolah. Kecuali hari ini dengan paksaan Zacky. Mendapati lahan luas di kota S itu luar biasa. Angin yang menerpa
“Naik aja, duduk di atas.” Teriak Zack dari bawah sana.
Berdua saja kala itu, nangkring di atas tembok pembatas sekolah yang hanya setinggi dua meter adalah hal luar biasa. Rasanya aku tidak menginginkan hal lain.
“Di ujung tambak itu ada jalan raya lalu pohon mangrove, setelahnya ada laut.” Jelasnya.
“Pernah kesana?” tanyaku
“Pernah, kamu mau.” Tanyanya
Aku ragu-ragu, memandang hamparan tambak udang seluas itu dengan kondisi musim sepanas ini. Bisa saja aku pingsan sebelum sampai di tepi laut. Tapi membayanglan akan berjalan berdua dengannya membuatku bersemangat.
Hampir tengah hari, matahari sangat terik namun hembusan angin kencang dari arah laut sedikit membantu melawan panas. Kami berjalan beriringan, Zack melepas topinya dan memakaikannya di atas kepalaku. Gerakan tiba-tiba darinya membuatku membuatku kikuk, sedang dia dengan santainya melepas senyum. Seringainya yang menyerupai Edward Cullen membuatku rela digigit vampir.
Aku tak pernah berpikir akan sedekat ini dengan seseorang apalagi lawan jenis. Entah kenapa laki-laki muda ini selalu tiba-tiba ada di sekitarku sejak hari pertama pindah sekolah. Ini sudah bulan kedua kami berdua disini, aku mulai berpikiran sama dengan Bunda, cowok ini bisa jadi membawa pengaruh buruk untukku. Seminggu yang lalu kami berdua dipanggil BK gara-gara novel, esoknya aku berbohong pada Bunda agar bisa berdua ke toko buku dan ngemall dengannya, sekarang aku melompat pagar belakang sekolah menghindari kegiatan ekstra. Besok apalagi?
“Aku berhenti bermain basket.” Katanya tiba-tiba
“Kenapa.” Tanyaku
“Karena aku terlalu tampan, keren dan berbakat.” Narsisnya
Aku menggeleng tanpa membalas kenarsisannya sebab aku tahu semakin ditanggapi dia akan semakin gila.
“Ruang gantinya terlalu terbuka, aku ga nyaman” jelasnya kemudian.
“Ya kan memang gitu kalau ruang ganti cowok, kalo ga mau ya ganti aja di rumah.”
“Kamu tau Lion, ga?”
“Siapa?”
“Lion, anak Bola. Yang badannya gede itu loh, yang sixpack.” Zack terus meracau tentang anak bernama Lion itu.
Aku terdiam, mencoba membaca air mukanya, wajahnya ceria sekali saat bercerita. Aku bisa melihat ada kekaguman disana tapi apa iya harus begitu saat cowok ngomongin cowok lain. Ah, mungkin hanya perasaanku saja, mungkin dia nge-fans atau mungkin kerena aku yang tidak terlalu banyak teman. Entahlah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar