157. Terjebak
Namaku Karin, baru saja berulang tahun ke enam belas. Orang bilang wajahku cantik seperti blasteran eropa. Tidak, itu hanya perasaan mereka saja. Ayah ibuku Jawa asli. Ini kali ketigaku pindah sekolah karena ayah dipindah tugaskan. Kali ini di sebuah desa di kecamatan M. SMA-ku yang sekarang sangat luas tapi agak seram. Bangunannya tua sekali, muridnya tak seberapa banyak.
Aku paling tidak suka basa-basi saat perkenalan sebagai siswa baru. Jadi saat jam istirahat aku memilih berpisah dari anak-anak yang menempel karena penasaran padaku. Setelah mengumbar berbagai alasan, akhirnya aku dapat duduk santai di ujung halaman belakang sekolah. Disana aku mengeluarkan sekolah bekal berisi sepotong sanwich dan susu kotak. Kebaratan sekali tapi itulah ibuku, jangan tanya mengapa. Sebuah nover horror seukuran saku menemani istirahat siangku.
Beberapa menit berlalu, tiba-tiba aku merasa angin membelai ramputku. Aku mengedarkan pandang ke sekeliling, sekolahku tak lagi nampak. Yang terlihat hanya hamparan rumput ilalang luas, luas sekali. Kupikir ini hanya khayalan atau mimpi. Namun hari telah lama berlalu tanpa dapat kutemukan jalan pulang. Aku masih terjebak di sekolah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
He..he kira Karin di alam mn, ya? Keren Bunda
Terimakasih bu