iva titin

Iva Titin Shovia, seorang guru SMA dari Lamongan yang nyambi jadi penulis amatir, memotret peristiwa sederhana yang mungkin tidak terpikirkan orang lain m...

Selengkapnya
Navigasi Web
MATI KUTU

MATI KUTU

MATI KUTU

Mereka akhirnya berjumpa, di sebuah senja. Si lelaki memakai kemeja abu-abu dengan logo buaya, sementara si perempuan memakai tunik warna nila. Mereka duduk dibatasi meja, dimana dua gelas jus buah, dua ponsel dan tas tangan si wanita tergeletak manja.

Sejenak yang lalu, ketika bertemu pertama kalinya setelah tiga bulan disapih, mereka berpandangan, seperti hendak menumpahkan rindu yang selama ini dibiarkan begadang bermalam-malam lamanya. Tapi setelahnya, ternyata mendadak semua amblas. Mereka duduk saling diam, beku dan kaku. Sepertinya, pertemuan yang digadang-gadang dan dipikir sangat berarti, esensinya menguap begitu saja. Entah, mungkin rasa telah berubah, atau bisa jadi cuaca kemarau yang panas membuat mereka malas bicara.

“Baik, sepertinya ada sesuatu salah.”

“Ya, seharusnya kita tidak bertemu.” Si perempuan menelan ludah, “lagi.”

“Ada apa denganmu?”

“Tidak ada apa-apa. Perubahan itu pasti, bukan aku, bukan kamu. Tapi sekitar kita.”

“Bicara apa kau? Tak paham aku. Selama ini aku telah bersabar. Meski kau menolak semua bentuk komunikasi selama iddahmu. Kubekam rindu. Suamimu meninggal karena serangan jantung. Aku, meninggal perlahan, serangan kasmaran tak tersalurkan. Aku hampir mati, euforia pertemuan hari ini. Tapi begini saja tingkahmu.” Si lelaki menjelajah pandang ke wajah perempuannya, dengan masygul. Si perempuan salah tingkah, merasa bersalah, gundah.

"Sudah kubilang aku tidak bisa.” Bibirnya gemetar, buru-buru meraih gelas, meminum seteguk lalu melepas nafas berat. ”Harusnya aku tidak datang kesini.”

"Kau bilang kau mencintaiku! di matamu itu, aku melihatnya."

"Ya, aku mencintaimu.” Perempuan minum lagi, si lelaki melihat sepasang bibir basah gelisah, sebatang tenggorokan yang pura-pura dahaga. “Tapi aku tak bisa menikah denganmu. Jangan menatapku seperti itu, aku tidak akan goyah."

"Ssssh, kau sudah berjanji padaku bukan?”

“Kau silahkan menagih janji, tapi aku tak bisa!” sepasang mata si perempuan meminta iba. Tapi si lelaki tidak mau kalah.

“Bukannya kau perempuan bebas sekarang. Tidak ada yang akan menghalangi kita bersatu. Apa kau khawatir soal anakmu? Ah, aku telah berjanji akan menganggapnya anakku sendiri."

"Sudahlah, kita usaikan, jangan bertemu lagi, ini terakhir.” Dengan kalimat yang terputus-putus si wanita menegaskan. “Lihatlah jus melon ini, habis ia kuteguk, habis pula rasaku, kusekiankan padamu."

"Kau, kenapa aneh begitu?” si lelaki mengambil sebatang rokok, menyalakannya segera. Ia mulai gelisah juga. Pertemuan yang seharusnya penuh cinta menjadi penuh curiga dan amarah.

“Jangan-jangan kau memiliki idaman hati baru? Ah, kenapa tidak kupikirkan hal itu!! Haish!! perempuan! Tentu saja! Ada suamimupun kau bermain di belakang denganku. Sudah sepastinya juga dengan lelaki lain! bukan hanya aku!”

"Jaga mulutmu! Kau pikir aku perempuan apa? Dan jangan merokok sekarang!! kau tahu aku benci rokok!"

"Setidaknya rokok akan menenangkanku."

Lelaki menghembuskan asap rokoknya, si perempuan terbatuk pelan.

"Tidak akan, karena faktanya aku tidak mau. Dan mulai sekarang, jangan ganggu aku lagi."

Lelaki meremas rokoknya yang masih menyala, rahangnya mengeras. Rokok yang belum terbakar separuh itu setengah lumat ketika genggamannya terbuka. Dijejalkannya segera di asbak. Si perempuan menahan nafas, ia bayangkan bara rokok melukai telapak tangan kekasihnya, panas pasti, sakit pasti.

"Hatiku seperti itu juga.” Perempuan itu menahan air matanya jatuh. Hatinya juga hancur. Hari demi hari ia dilanda kebimbangan sejak suaminya dikubur. “Aku mencintaimu. Aku belum menikah karenamu. Aku menunggumu, menunggu suamimu mati duluan.”

Lelaki itu bicara pelan-pelan seperti sedang mendikte. Sesungguhnya, ia sedang mengulur waktu untuk menikmati ingatan yang berputar di kepalanya.

Tentang pertemuan di sebuah seminar. Tentang pesan-pesan singkat dalam layar. Tentang sebuah ciuman dalam mobil di bulevar. Tentang sepasang mata berbinar, sebuah cinta barbar!

“Dan sekarang waktunya tiba, jodohmu sudah usai dengan dia. Aku jodohmu sekarang. Dan kau!! menolakku!! Kau egois!!"

Perempuan tersenyum. Ia sudah belajar untuk menghadapi ini. Menggenggam hati yang hancur, karena nasib memberitakan cinta yang tak lagi manjur.

“Kau yang egois pada dirimu sendiri, dan aku yang bersalah, semakin menjeratmu. Harusnya kita tak menurutkan ini. Karena di ujung cerita, ada hal sipil yang istimewa, menghuni di ingatan. Ada hal kecil yang jadi bermakna, menetap di ingatan. Itulah, ketika kita sadar, kita terjebak kenangan.”

Aku tahu kau mencintaiku. Aku, jangan kau tanya lagi apa aku mencintaimu atau tidak. Aku telah datang kesini, demi cintaku padamu. Dan demi cinta itu pulalah, aku memohon dengan hormat, kita berpisah disini. Cinta itu saling mengerti, bukan tentang kau dan aku, tapi kita. Cinta itu tak pernah salah, yang salah itu aku yang mencintai kamu. Kamu yang mencintai aku, di waktu yang tak tepat, dan salah tempat.

Aku telah datang padamu, dan waktunya aku pamit. Aku telah berbuat salah, biarkan aku membenarkan diriku, sekaligus membenahi jalanmu. Seorang wanita yang menikah lagi setelah ditinggal mati suaminya, maka nanti di akhirat, ia tak akan bisa bertemu lagi dengan suaminya. Aku mencintai suamiku, aku ingin bertemu lagi dengannya nanti, setidaknya untuk meminta maaf bahwa aku pernah mencintai. Maafkan aku. Kita selesai. Selamat tinggal."

Perempuan bangkit, meraih tasnya dan buru-buru mengambil langkah. Lelaki tercenung memandangnya dengan sepasang mata menyala.

"Jancuk!!!” Lelaki mengumpat penuh melodi. Lelaki di kursinya terkunci.

Bodohnya aku, mati kutu. Jika sepi, aku dicari-cari. Lalu, ketika ketemu hanya dibunuh.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow, keren bu Iva

09 May
Balas



search

New Post