Kamis siang, 7 Januari 2021, saya menerima audiensi dari Asosiasi Peternak Ayam Bintan. Sebuah organisasi yang bersifat independen, milik para peternak ayam, khususnya ayam potong (broiler), ayam petelur (layer) dan ayam kampung (buras) di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepri.

Ketika saya tanya mengapa tidak disebut unggas saja. Mereka beralasan, saat ini anggotanya tidak ada yang berusaha di sektor unggas lain, selain ayam.

Unggas dan ayam merupakan dua istilah yang cukup berbeda. Jika ayam adalah unggas, tapi unggas belum tentu ayam. Masih banyak jenis unggas lainnya.

Unggas, dalam bahasa Inggris disebut poultry adalah jenis hewan ternak kelompok burung yang dimanfaatkan untuk daging, telur atau bulunya.

Contoh unggas adalah ayam, itik, entok, angsa, kalkun, burung puyuh dan lain sebagainya. Nah, asosiasi yang hadir saat itu adalah asosiasi peternak ayam. Hanya ayam saja urusannya.

Dalam diskusi, ketua Asosiasi, Wawan Dika, menyampaikan saat ini banyak permasalahan disektor perayaman yang butuh campur tangan pemerintah.

Diantaranya adalah, harga pakan ayam selalu naik dan ada disparitas harga, antara harga pakan di pulau Jawa dengan harga pakan di pulau Bintan. Disparitasnya terlalu tinggi. Padahal, setelah dikalkulasi seharusnya harganya tidak seperti itu. Terlebih, saat ini ada kapal tol laut. Biaya transportasi jauh lebih hemat.

Pihaknya menduga, ada pihak tertentu yang mengambil keuntungan terlalu tinggi disini. Apalagi, urusan yang berkenaan dengan pangan sudah diatur harganya (harga eceran tertinggi) oleh pemerintah.

Untuk mengatasi hal ini, terus terang, pihak Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bintan belum bisa menjawab. Ini membutuhkan koordinasi lintas sektoral. Sehingga diperlukan rapat lanjutan dengan melibatkan pihak lain, seperti satgas pangan, dinas perhubungan, operator (Pelni) dan lain sebagainya.