Iwan Kurnianto

Guru Matematika di SMP N 3 Bae Kudus. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Dilema, opini sesat di tengah gencarnya literasi?

Dilema, opini sesat di tengah gencarnya literasi?

Belakangan, seluruh jagad tanah air bergetar. Bukan sedang gempa, namun lebih dahsyat. Tentang tantangan zaman. Literasi umat sejagat.

Semuanya bersua. Seniman kawakan, penyair pemalu, dan penulis dadakan menyatu. Tak terpisah jurang, apalagi lautan. Semua ingin tahu. Mereka juga ingin eksis, menjadi bagian penggetar dunia saat ini.

Bagi sebagian besar orang, tulisan hanyalah kertas daripada kosong. Sementara, bagi sebagian kecil pribadi matang, tulisan adalah oksigen. Dibutuhkan setiap saat, untuk hidup.

Kini, seperti sedang musimnya. Seperti halnya musim mantu. Semua ingin terlibat dan mengambil peran. Mulai dari pegiat, literat maupun pencetus ide berbondong ingin menjadi bagian. Semua memaksa ambil bagian. Menjadi penyimak sejatipun tak jadi soal.

Bila kita aktif menjadi bagian dari masyarakat informatif, tentu beraktifitas dalam sosial media tak bisa henti. Seakan kita merasa haus informasi yang sedang nge-hit, atau viral setiap waktu. Ini bagus, namun perlu keermatan memilah.

Sosial media adalah magnet yang kuat bagi banyak pihak. Apalagi, dalam kapasitas kepentingan kelas kakap.

Sudah tidak zamanya, untuk mendongkrak penjualan produk, harus promosi kebaikan dari produk kita. Pengusaha culas punya cara efektif dalam medongkrak penjualanya. Mereka cukup "framing" kompetitornya hingga lemes tak bernyali. Tidak banyak yang tahu strategi tak lazim itu sangat jitu.

Hingga pada akhirnya, salah satu senjata yang ampuh untuk menaikkan, memperbaiki dan menghidupkan suasana adalah tulisan. Bahkan, untuk menghancurkan suatu golongan atau banyak golongan, tak perlu kau berondong dengan AK 47 atau jenis lainya, percuma. Rangkaian kalimat yang tersusun rapi, indah dan memusat dalam pikir seperti arah penulis maksudkan sudah cukup melemeskan perlahan hingga terbaring tak berdaya.

Tulisan itu bak pisau bermata lima. Pertama, mengasah kearifan. Kedua, mengasah kecerdasan berfikir. Ketiga, mengasah kecerdasan. Kelima, mengasah wawasan. Maaf, keempat saya lepas. Ke empat , bisa jadi satu-satunya yang tidak menharapkan kebaikan.

Dilema, ketika semangat literasi sangat-sangat membara di berbagai kalangan, namun tidak terfasilitasi dengan baik. Justru inilah petakanya. Banyak yang terjebak dan tersesat dalam sisipan-sisipan narasi dan opini sesat yang setiap hari berseliweran di depan mata kita. Berat kalau sudah begini.

Salah share, fatal akibatnya. Kamar prodeo menanti. Dibutuhkan akhlak baik dan pola fikir yang logis untuk membentengi diri. Agar terhindar dari narasi busuk menyesatkan.

Menjadi penulis itu pilihan. Namun, menjadi penulis jujur itu wajib. Tidak bisa tidak, Gusti pantauan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Benar juga yang pak Iwan. Seharusnya semakin kuat semangat literasi hendaknya diimbangi kemampuan memilah dan memilih sumber.

19 May
Balas

Betul Pak. Sayang, masih adanya hobi menyesatkan melalui tulisanya.

19 May

Inspiratif, membekali banyak pihak untuk lebih selektif dalam memilih dan memilah ide

19 May
Balas

Betul Pak. Sudah seharusnya guru mengambil peran dalam melawan narasi-narasi sesat.

19 May



search

New Post