Iwan Kurnianto

Guru Matematika di SMP N 3 Bae Kudus. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Guru itu mengajar, mendidik atau keduanya?

Guru itu mengajar, mendidik atau keduanya?

Guru itu mengajar, mendidik atau keduanya?

Oleh : Iwan Kurnianto

Bagi sebagian besar orang, ketika ditanya tentang tugas guru pasti jawabnya mengajar. Jarang yang menjawab mendidik. Apalagi menjawab inspirator, terlalu jauh. Memang, tugas guru yang nampak adalah mengajar dan mengajar. Mereka ( sebagian besar orang) melupakan bagian besar dan penting tugas guru.

Mari kita merenung sebentar. Lihatlah kerasnya kehidupan di luar sana. Kesibukan para orang tua yang luar biasa. Berangkat pagi pulang sore. Terkadang, liburan masih saja dimanfaatkan mencari uang. Alasanya hampir sama, memenuhi kebutuhan.

Terbayang tidak bagaimana komunikasi antar keluarganya terbangun? Khususnya, ibu dengan anak atau ayah dengan anak? Apalagi hari libur memaksa kerja demi kebutuhan, adakah waktu untuk sekedar berbincang? Jawabnya mungkin tidak pernah.

Bagi kebanyakan orang tua sibuk seperti ini beranggapan bahwa kebutuhan anak sekolah itu hanyalah uang saku cukup, berangkat dan pulang tepat wakti, serta rutinitas makan terjaga. Realistik memang. Apalagi di zaman sekarang, bisa memenuhi itu dengan kualitas dan kuantitas lebih dari yang lain pasti merasa hebat.

Saya jadi teringat iklan penjual bakmi bernama Joni. Setelah memutuskan menikah, Joni berjualan mie. Dengan tekun dan teliti dikelolanya warung tersebut. Tak sampai satu tahun, usahanya maju pesat. Terlebih dukungan sang istri, usaha Joni semakin laris aja.

Tahun demi tahun perkembangan warungnya semakin pesat. Jika dulu Joni masih sempat libur 2 hari untuk sekedar istirahat dan bercengkerama dengan istri serta anaknya, kini hampir tidak pernah ia lakukan. Katanya, rejeki tak boleh ditolak. Apalagi dalam jumlah besar seperti ramainya warung mereka, pasti sungguh disayangkan bila karena libur warungnya redup atau bangkrut.

Di waktu ramai-ramainya usaha Joni, sekarang sudah tidak pernah lagi mengantar anaknya pergi ke sekolah. Waktu belajar dan bercanda bersama di ruang keluargapun sekarang sudah tak pernah lagi terjadi. Joni Sibuk cari duit dari pagi sampai larut malam.

Suatu ketika, tahun pelajaran sekolah anaknya berakhir, Joni mendapat undangan menghadiri pengambilan rapot. Lagi-lagi Joni tidak bisa datang. Padahal, banyak hal yang ingin disampaikan oleh pihak sekolah kepada ortunya. Bahwasanya , Aceng anaknya bermasalah. Joni tidak memgindahkanya.

Hingga suatu ketika, Joni mendapat telepon dari rumah sakit. Aceng anaknya over dosis obat terlarang. Bagai disambar geledek di siang bolong, Joni segera bergegas menuju rumah sakit untuk menghampiri anaknya. Setelah sampai di rumah sakit, dilihatnya Aceng anaknya sudah terbujur kaku dengan seluruh badan tertutupi selimut. Ajal telah menjemput. Begitu besarpun penyesalan Joni, tidak akan mampu mengembalikan keindahan bersama putra si mata wayangnya.

Begitulah, anak tidak cukup hanya dihidupi dengan bekal makan, minum dan hobi. Mereka (anak) lebih butuh sosok orangtua. Kebersamaan itulah sebenarnya karakter-karakter anak itu akan terbentuk secara alami. Bukan karbitan seperti sekarang, suka berbagi mengharap dihargai, dipuji dan diakui.

Belajar dari keluarga Joni. Peran orangtua dalam pendidikan anak dan proses tumbuh dan perkembangan anak itu sangat utama. Tidak bisa tergantikan apapun. Sekalipun robot teknologi 4.0 yang disempurnakan juga belum tentu bisa menggantikan peran orang tua.

Demikian halnya guru ketika di sekolah. Beliau lebih dari sekedar pengajar. Beliau adalah orangtua sekaligus inspirator kita ketika di sekolah. Banyak pemimpin-pemimpin hebat, bijak, adil dan bersahaja terbentuk berkat sentuhan tangan-tangan serta didikan mereka di sekolah.

Jadi, singkirkan pandangan-pandangan miring tentang guru. Entah yang dibilang makan gaji buta, tidak profesional maupun yang lainya. Mereka (guru) dengan ikhlas mengabdilan diri untuk mencerdaskan kehidupan berbangsa. Dari pituturnya lahirlah manusia-manusia cerdas berakhlas mulia.

Tidak ada profesi lain yang memiliki kemuliaan seperti guru. Gaji sedikit ikhlas, banyakpun alhamdulillah. Mendidik dan mencerdaskan anak-anak bangsa adalah ihtiarnya. Melihat mantan anak didik yang sukses adalah kebanggaanya.

Kawan, orang itu "Wang sinawang" kalau orang jawa bilang. Guru yang mungkin dalam kacamatamu adalah sosok sedehana tak berpengalaman, namun sejatinya tersimpan jutaan kenangan manis dalam kehidupanya. Kenangan bersama pemimpin-pemimpin hebat itu di masa kecil. Itulah yang tidak bisa terganti dengan apapun.

Kudus, 20 Mei 2019

Kursi belakang layar.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post