Iwan Radiawan

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
1.4.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.4 Budaya Positif

1.4.a.8. Koneksi Antar Materi - Modul 1.4 Budaya Positif

Koneksi Antar Materi - Modul 1.4 Budaya Positif

Kesimpulan

Lingkungan sekolah yang positif dapat membuat warga sekolah merasa aman dan nyaman berada di sekolah. Keaadan demikian mestinya dapat memunculkan nilai-nilai positif dari warga sekolah. Modul 1.3 mempelajari mengenai INKUIRI APRESIATIF (IA). IA merupakan pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan (positif). Pendekatan IA percaya bahwa setiap orang memiliki inti positif yang dapat memberikan kontribusi pada keberhasilan. Dengan demikian, budaya positif di sekolah akan mendukung tercapainya visi sekolah. Visi yang sesuai dengan filosofi pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara yaitu untuk berpihak kepada murid, memerdekakan murid, mendorong terciptanya merdeka belajar, dan membentuk profil pelajar pancasila.

Untuk menciptakan lingkungan sekolah yang positif, perlu adanya budaya positif. Budaya positif dapat dilakukan dengan adanya penerapan disiplin positif. Diane Gossen dalam bukunya Restructuring School Discipline, menyatakan ada 3 motivasi perilaku manusia yaitu: untuk menghindari hukuman atau ketidaknyamanan, mendapatkan imbalan atau penghargaan, dan menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya.  Tujuan adanya disiplin positif yaitu membangun siswa memiliki motivasi yang ketiga, yaitu motivasi intrinsik. Guru dapat mengambil peran mewujudkan kepemimpinan murid, dengan cara murid sanggup memimpin dirinya sendiri. Pendidik perlu menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik. Nilai-nilai kebajikan itu sesuai dengan profil pelajar pancasila yaitu: Beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar Kritis, Berkebhinekaan Global, Bergotongroyong, dan kreatif. Untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila ini guru dapat menerapkan pemikiran Ki Hajar Dewantara melalui pembelajaran, kolaborasi, menggerakkan komunitas dan lainnya sehingga munculnya budaya positif di sekolah.

Dalam penerapan budaya positif, guru perlu mengambil peran untuk melakukan restitusi, daripada memberi hukuman atau konsekuensi. Restitusi mendorong terciptanya disiplin positif pada siswa. Siswa menyelesaikan permasalahannya sendiri sehingga menimbulkan motivasi intrinsik. Gossen menyatakan bahwa restitusi mengembalikan anak kepada kelompoknya dengan karakter yang lebih kuat.

Dalam melakukan restitusi, guru dapat melakukan 5 posisi kontrol yaitu: pemberi hukuman, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. Diantara kelima posisi tersebut, guru diharapkan mengambil posisi manajer. Posisi manajer adalah posisi dimana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Manajer tidak mengatur perilaku seseorang, namun membimbing siswa mengatur dirinya sendiri. Posisi manajer sesuai dengan visi guru penggerak yang sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara yaitu untuk menuntun segala kekuatan kodrat anak untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya demi terciptanya student wellbeing. Peran manajer juga memunculkan nilai-nilai guru seperti kemandirian, inovasi, kolaborasi, kreativitas, dan berpihak pada siswa. Guru dengan kualitas manajerial berarti dapat menerapkan nilai-nilai dan peran guru yang baik di kelas, sekolah, dan masyarakat.

Proses restitusi dapat dilakukan dengan segitiga restitusi yaitu: menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Keyakinan yang dimaksud adalah keyakinan kelas. Guru dan siswa menyusun dan menyepakati keyakinan kelas. Guru memainkan peran pendorong kolaborasi untuk menyusunnya. Keyakinan kelas dibentuk dengan kesepakatan bersaman anggota kelas yang di dasarkan atas nilai-nilai Kebajikan universal dan menekankan pada keyakinan diri sesrta memotivasi dari dalam. Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya, daripada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.

Dalam mewujudkan budaya positif di sekolah, tentu saja tidak dapat dilakukan seorang diri. Pelu ada keterlibatan seluruh anggota sekolah. Untuk itu peran guru untuk menggerakkan komunitas praktisi, pendorong kolaborasi, serta coach bagi guru lain dapat mewujudkannya.

 

Refleksi

Faktor utama untuk terciptanya budaya positif adalah disiplin positif. Disiplin berasal dari bahasa latin “disciplina” yang artinya belajar. Belajar dapat berarti mengalami perubahan. Dalam disiplin positif, motivasi perubahannya muncul dari dirinya sendiri. Orang lain dapat memberikan stimulus-respon, namun sejatinya yang memiliki kontrol/kuasa adalah diri sendiri. Motivasi yang benar bukan dikarenakan menghindari rasa tidak nyaman (hukuman) atau untuk menerima imbalan (penghargaan) dari orang lain. Motivasi yang memunculkan disiplin  positif adalah motivasi untuk menjadi orang yang diinginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini (motivasi intrinsik). Motivasi karena hukuman dan penghargaan bersifat eksternal dan dapat mengganggu proses pendidikan siswa.  Hukuman dapat membuat siswa menjadi tidak nyaman dan takut, sementara penghargaan hanya memunculkan motivasi yang bersifat sementara. Hal yang menarik ketika mempelajari materi ini adalah mengenai penghargaan. Saya perlu lebih bijaksana dalam menggunakan penghargaan berupa poin keaktifan kepada siswa di kelas.

Ada 5 posisi kontrol guru yang dipelajari yaitu pemberi hukuman, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer. Untuk menerapkan disiplin positif, guru perlu menerapkan peran manajer. Peran manajer mengingatkan siswa pada keyakinan kelas yang telah disepakati bersama. Proses pembentukan keyakinan kelas dilakukan oleh siswa dibimbing oleh guru. Keyakinan kelas dapat ditempelkan di ruang kelas sebagai pengingat bersama.Saat saya merefleksikan diri saya sendiri, sejauh ini saya masih cenderung pada level teman atau pemantau. Saya perlu berlatih dan berusaha untuk belajar menerapkan peran manajer.

Masalah yang terjadi pada siswa, dapat disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan dasarnya. Kebutuhan dasar manusia yaitu: yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Dengan memahami kebutuhan dasar yang dibutuhkan siswa ketika masalah terjadi, penanganan terhadap suatu kasus akan menjadi lebih maksimal dan bermakna. Dalam penanganan siswa, guru sebaiknya menghindari tindakan hukuman atau konsekuensi. Guru dapat mengambil langkah restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi bukan untuk menebus kesalahan, namun untuk belajar dari kesalahan. Restitusi memperbaiki hubungan. Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan. Restitusi ‘menuntun’ untuk melihat ke dalam diri. Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakan. Restitusi diri adalah cara yang paling baik. Restitusi fokus pada karakter bukan tindakan. Restitusi menguatkan. Restitusi fokus pada solusi. Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknya. Restitusi diterapkan melalui 3 langkah segitiga restitusi yaitu: menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan

 

Perubahan

Setelah mempelajari modul ini saya belajar untuk memunculkan motivasi intrinsik siswa ketika saya mengajar di kelas. Dulu saya sering memberikan penghargaa berupa poin keaktifan ketika meminta siswa menjawab soal. Kali ini saya mencoba memberi pengertian hal yang didapat siswa ketika mau menjawab pertanyaan saya, sehingga motivasi mereka menjawab bukan lagi poin, namun dikarenakan siswa yang mendapatkan pengalaman belajar dan percaya diri.

Perubahan berikutnya adalah dalam penanganan masalah siswa. Saya belajar untuk membimbing siswa menemukan solusi atas permasalahan mereka sendiri. Saya sering bertanya ”jadi apa yang akan kamu lakukan supaya …”

 

Pengalaman, Perasaan, dan Hal yang Perlu Diperbaiki

Pengalaman yang saya alami yaitu ketika menerapkan proses segitiga restitusi. Narasi yang saya tuliskan dalam tugas video praktik segitiga restitusi tersebut, memang benar-benar masalah yang terjadi dan saya tangani. Ketika melakukan hal tersebut, ada rasa senang yang saya rasakan, karena dapat membimbing siswa untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Jika semua siswa dapat belajar untuk menyelesaikan masalahnya sendiri, maka dia sedang belajar untuk bertanggungjawab terhadap hidupnya. Saya perlu belajar untuk lebih luwes dalam menerapkan posisi sebagai manajer.

Pengalaman lain yang saya alami adalah saat saya tidak lagi memberikan penghargaan berupa poin keaktifan, siswa cenderung tidak banyak yang bertanya. Saya menyadari bahwa cara yang saya lakukan dalam memberikan penghargaan tersebut kurang tepat, karena motivasi yang muncul adalah motivasi eksternal. Saat awal saya mencoba memberi pemahaman dengan memunculkan motivasi intrinsik, ada sebagian siswa yang mulai menjawab pertanyaan yang saya sampaikan. Saya berharap mereka dapat terus memiliki motivasi intrinsik untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.

 

Sebelum dan sesudah (posisi kontrol dan segitiga restitusi)

Sebelum mempelajari modul ini saya cenderung dalam posisi kontrol teman. Perasaan saya saat itu adalah ingin menjadi teman bagi siswa dan menerapkan kasih kepadanya. Saya berpikir dengan menjadi teman, saya dapat lebih memahami mereka. Namun, hal itu justru tidak tepat. Posisi teman akan membuat siswa memiliki ketergantungan kepada saya dan tidak mandiri. Setelah belajar modul ini, saya mempraktikkan untuk menjadi manajer. Saya lebih sering meminta siswa memikirkan cara untuk menyelesaikan permasalahannya.

Sebelum mempelajari modul ini, secara tidak langsung sebenarnya saya sudah menerapkannya yaitu pada tahap menstabilkan emosi dan validasi masalah. Hanya saja pada tahap akhir, saya cenderung pemberi solusi. Ketika ada masalah yang terjadi saya biasanya memanggil siswa tersebut secara pribadi untuk saya ajak bicara dan menggali masalah yang dia alami. Setelah belajar modul ini saya berusaha menerapkan langkah terakhir yaitu menanyakan keyakinan kelas dan memunculkan motivasi intrinsik.

Hal lain yang perlu dipelajari adalah perlu adanya kolaborasi dalam menciptakan budaya positif di sekolah, karena budaya positif ini tidak dapat dilakukan sendirian. Budaya positif dapat dilakukan oleh warga sekolah yang positif pikirannya, positif perkataannya, dan positif tindakannya.

 

Rancangan Tindakan untuk Aksi Nyata

Judul Modul :

Pembuatan Keyakinan Kelas dan Penerapan Segitiga Restitusi sebagai perwujudan budaya positif di sekolah

Nama Peserta :

Guru dan Staff SD Negeri I Sukaraja

Latar belakang

Budaya positif menciptakan suasana pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Untuk mewujudkannya perlu ada disiplin positif di sekolah. Salah satu cara untuk menerapkan disiplin positif adalah melalui proses pembentukan keyakinan kelas dan pelaksanaan segitiga restitusi. Keyakinan yang dimiliki oleh sekolah saat ini yang merupakan core value masih perlu didaraskan dengan baik kepada siswa.

Tujuan

Dengan adanya keyakinan kelas dan penerapan segitiga restitusi dapat menumbuhkan disiplin positif pada siswa, terutama disiplin positif dalam perilaku sehari-hari siswa di sekolah.

Tolok Ukur

1.            Terdapat poster keyakinan kelas, pada masing-masing kelas

2.            Guru/karyawan dapat menerapkan segitiga restitusi dalam menangani permasalahan siswa

3.            Permasalahan mengenai pelanggaran pemakaian gadget berkurang

Linimasa tindakan yang akan dilakukan

1.            Membuat modul

2.            Membuat powerpoint

3.            Menemui kepala sekolah untuk meminta ijin menyampaikan modul dan presentasi, serta mengatur jadwal

4.            Menemui Bapak Awang mengenai hal-hal yang dibutuhkan

5.            Berlatih presentasi

Dukungan yang dibutuhkan

1.            Ruangan untuk diseminasi dan presentasi(meminta bantuan Bapak Awang,  Penjaga Sekolah)

2.            Pembuatan modul dan powerpoint (dilakukan sendiri)

3.            Peralatan untuk workshop (meminta bantuan Bapak Awang, Penjaga Sekolah)

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post