105 Saatnya Panen
SAATNYA PANEN
Widayati, M. Pd.
Matahari belum berpindah arah dari tempatnya terbit masih terlihat semburat sinar berwarna kuning kemasan. Belum terlalu panas yang membuat badan kami dan tenggorokan kami kehausan.
Masih pukul jam 13 00 sesaat setelah kami salat dzuhur melihat sejenak kebun tempat kami menanam beragam tanaman. Tanaman yang lokasinya berada di samping masjid terlihat hijau royo-royo.
"Masya Allah ... Wah super sekali tanaman ini. Cakep, hijau, subur," kataku dengan riang gembira saat melihat kangkung yang dulu ditanam bersama-sama telah memberikan hasil.
Dulu kami menanam pohon-pohon yang ada di sini dengan menyebar bibit. Penanaman dilakukan untuk menghijaukan sekolah kamu yang yeah berhasil meraih predikat sekolah adiwiyata.
Jujur dulu melakukan ini serasa sebuah beban, namun lama-lama ketika melihat hasilnya kami merasa senang, bahagia, dan rasa lainnya tak bisa kami ungkapkan. Mungkin seperti inilah perasaan yang dimiliki petani tatkala menyaksikan tanamannya memperlihatkan hasilnya dan soap dipanen.
"Wah ... bener ya hasil tidak akan berkhianat terhadap proses. Jika kita mau bersungguh-sungguh menanam tanaman ini, hasilnya lumayan penuh dengan sayuran hijau," kayak sambil berkeliling melihat Ramadan yang lain.
Menyaksikan suburnya tanaman kangkung, kami jadi membayangkan hal lain.
"Seandainya ini adalah tanamanku sendiri mungkin saat panen bagini akan kuundang beberapa warga dan pal rt."
Sayangnya kebun ini adalah kebun sekolah. Tanaman itu ditanam di Delilah sehingga hasilnya tidak bisa kubawa pulang seenaknya. Ramadan kangkung ini ditanam sebelum masa pandemi kemarin. Sebelumnya kami sempat panen juga tapi tidak sebanyak hari ini hasilnya. Melihat hasilnya yang memuaskan, membuat aku jadi semangat lagi mau menanam tanaman serupa di rumah
Mungkinkah semangat ini hanya sesaat? atau semangat yang Alan Tetus membara hingga di ujung waktu. Entahlah yang jelas diriku mudah sekali bersemangat dan termotivasi jika ternyata hasilnya baik dan bermanfaat.
Namun demikian mudah sekali motivasi ku terjatuh jika tidak ada teman yang ikut memotivasi alias Aeku berjalan sendiri serasa berjalan di tempat tidak maju-maju.
Jujur ketika mau menanam di rumah terkadang takut muncul sifat zalim terhadap tanaman. Awal-awalnya saja rajin menyiram, memupuk, juga rajin membersihkan tanaman dari hama Dan sebagainya. Tetapi di tengah-tengah atau bahkan di akhir perjalanan bisa jadi lupa dengan itu semua sehingga akan terabaikanlah tanaman tersebut.
Jika itu terjadi bukankah berarti kits telah berbuat zalim terhadap tanaman tersebut hingga kelak di akhirat Bantu kita dimintai pertanggungjawaban tentang hal itu. Ah... Rasanya cukup jadi penkmat saja.
Jakarta, 27 November 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen ulasannya, Bunda. Salam literasi
Makasih pak
Suka Berkebun ya bu, kreen . Izin Follow.Mohon Follback ya bu
Saya paling suka saat panen saja bun, hehehe
Alhamdulillah tayang
Semoga sukses, sehat selalu selamanya
Wow...panen kangkung. Langsung oseng makan pake nasi hangat makyus Bu.
Eemmm bisa dioseng-oseng nih
Keren ceritanya, saya juga begitu ketika awal semangat menanam di deket rumah.. Ee di akhir malas merawat hingga tanaman loyo tak segar. Ternyata sungguh saya sudah mendoliminya. Salam sukses bu