TERJEBAK HUJAN

Widayati, M. Pd.

Hari masih sore tapi sudah seperti malam. Awan hitam terlihat di mana-mana menambah gelap suasana. Suara petir sesekali terdengar padahal belum turun hujan.

Jalanan mulai ramai dengan kendaraan yang menyalakan lampunya menambah kesan suasana malam. Aku berjalan setengah berlari berharap sudah sampai rumah sebelum kangit menumpahkan semua butiran air besar ke bumi.

Angin bertiup kencang menerbangkan benda-benda ringan di sekitarku. Perlahan tapi pasti butiran air kecil satu persatu mulai jatuh ke bumi. Semakin kupercepat langkahku seakan aku berkompetisi dengan tetesan air kecil yang mulai membasahi bumi.

"Ya Allah mudah-mudahan hujannya gak deres banget agar aku bisa segera sampai ke rumah." doaku dalam hati.

Aku masih berharap biisa segera sampai rumah secepatnya. Namun, semakin ku mempercepat langkah seakan butiran air semakin kuat mengejarku. Hingga akhirnya bagaikan air yang ditumpahkan dari langit, hujan deraspun segera hadir di hadapanku.

Aku tak berdaya dengan yang terjadi di hadapanku. Hujan deras disertai angin kencang memaksa langkahku terhenti pada satu titik. Bersegera aku menuju emperan toko yang ada di hadapanku.

Di depan teras pegadaian kendaraan bermotor aku terpaksa berhenti untuk berteduh

"Masuk saja mba," sapa petugas keamanan mempersilakanku masuk.

"Tidak usah pak. Biar di sini saja," kataku cukup tahu diri. Aku tak mungkin menerima ajakannya untuk masuk. Baju, tas, dan sepatuku basah semua. Jika aku masuk lantai yang bersih itu pasti seketika akan basah.

"Allahumma shoyiban nafia" doa itu terus kulantunkan dalam hati.

Rupanya hujan semakin lebat hingga akhirnya air mulai menggenangi teras tempatku berteduh.. Untungnya bagian dalam lantainya agak tinggi sehingga air urung masuk ke kantor pegadaian tersebut.

Kulihat jam di tanganku yang basah oleh butiran-butiran air hujan. Nampak kurang jelas letak jarum jam. Namun samar-samar kulihat sudah pukul setengah enam sore.

"Masya Allah ... Berarti hampir satu jam aku berteduh di sini."

Hujan sudah mulai reda. Ingin rasanya aku menembus hujan tersebut untuk segera sampai rumah. Jalanan mulai tergenang air. Dalam kondisi seperti ini kadang aku menyesali diri kenapa tidak bawa payung atau jas hujan

Aku selalu beranggapan bawa jas hujan menambah berat bawaanku. Apalagi dalam sepekan ini aku bolak balik bawa laptop karena memang ada pekerjaan yang harus segera kusrlesaikan. Sehingga barang mungil seperti payung dianggap membebaniku bila ikut masuk tas. Untungnya tasku sudah dilapisi tas plastik sehingga bawaanku aman.

Antara pilihan mau melanjutkan perjalanan pulang tanpa payung atau tetap di tempatku berteduh sampai hujan benar-benar berhenti. Kutimbang-timbang segala baik buruknya.

Akhirnya bismillah kulangkahkan laki setengah berlari menembus hujan yang belum berhenti total.

"Kepalang tanggung. Toh bajuku sudah basah, biatlah basah sekalian agar bisa sampai rumah. Dan ternyata jalanan yang kulalui hampir semuanya tergenang air.

Akhirnya aku sampai juga di rumah. Segera bebenah mandi dengan air hangat, merendam baju yang kukenakan tadi dan menyelamatkan barang-barang dalam tas. Keputusanku tepat untuk menerobos hujan. Karena ternyata sampai pukul sembilan malam hujan masih tetap turun.

Jakarta, 5 November 2020