Aduh, Anakku Puber!
Di usia remaja, anak kita mulai memasuki fase puber atau akil balig. Aliran hormon yang meningkat secara tiba-tiba di dalam tubuh membuat remaja semakin memiliki banyak masalah, termasuk percintaan.
Ketika anak mulai beranjak remaja, ternyata bukan hanya mereka yang dilanda galau. Kita sebagai orang tua merasakan hal yang sama. Hanya saja, sebagai orang tua, kita perlu mengarahkan dan memberikan pemahaman yang benar pada mereka.
Jangan bersikap lewah karena reaksi kita mungkin akan membuat mereka malu atau minder. Jadilah sahabat bagi mereka. Ajak mereka mengobrol ringan. Tanyakan apa yang membuatnya menyukai orang tersebut. Kapan dia mulai suka padanya. Meskipun demikian, mungkin ada hal-hal yang tidak bisa mereka ceritakan. Kita pun perlu menghargai itu.
Beri tahu mereka tentang batasan pergaulan. Tanamkan nilai dan moral, terutama dalam aturan agama. Jelaskan pada mereka hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Sangat penting bagi kita untuk bisa menjadi panutan. Berilah contoh bagaimana mengelola perasaan cinta. Ceritakan pengalaman masa remaja kita, agar mereka memahami apa yang harus dilakukan.
Tunjukkan bahwa rasa cinta itu sangat universal. Ada rasa cinta kepada orang tua, saudara, tetangga, hewan, dan tumbuhan. Dengan demikian, diharapkan mereka bisa membawa diri dengan baik di dalam pergaulan.
Ketika anak remaja kita harus menghadapi banyak konflik dalam interaksi sosialnya, jadilah orang tua yang menyenangkan. Jadilah pendengar yang baik dan berempati dengan kondisi mereka. Jadilah "konsultan cinta" bagi mereka. Dengan demikian kita bisa memahami kondisi psikologis mereka. Ikatan batin dan keakraban pun akan semakin erat.
Dalam diskusi dengan anak remaja, kita bisa mulai memberi pemahaman tentang kriteria jodoh. Laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik, pun sebaliknya. Yakinkan bahwa yang namanya jodoh tidak akan tertukar. Dukung mereka untuk "memantaskan diri". Misalnya, meningkatkan kesalehan, memperbaiki akhlak, dan menjaga tanggung jawab.
Arahkan anak remaja kita pada kegiatan-kegiatan yang positif, jika memungkinkan prestatif. Jangan beri celah bagi mereka untuk larut dalam kegalauan dan cinta monyet.
Luangkan waktu untuk beraktivitas bersama. Arahkan mereka untuk mengamati lingkungan sekitar. Ajaklah mereka untuk berdikusi. Pastikan mereka memetik pelajaran dari pengamatan tersebut.
Selain memberi pemahaman, kita juga perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Kita jangan terlalu memaksakan kehendak kepada anak atau melarangnya. Di sisi lain, beri mereka pemahaman dan awasi pergaulannya.
Yang terakhir, jangan lupa untuk mendoakan mereka. Setelah segala upaya kita lakukan untuk menjaga anak remaja kita, selebihnya titipkan kepada Allah Swt.
***
Anak laki-laki kami sudah beranjak remaja. Di usia 15 tahun, dia memang terlihat ganteng. Banyak anak perempuan yang menyukainya, bahkan anak SMA. Kami sampai bingung ketika mengetahui bahwa anak laki-laki kami cukup populer di sekolahnya.
Sempat mendapati dia dalam keadaan galau, kami pun bertindak cepat. Kami dukung dia untuk memperbanyak aktivitas positif, seperti olahraga futsal dan basket.
Yang membuat kami merasa serba salah adalah ketika dia sudah mengenal yang namanya otomotif. Dengan postur tubuhnya yang tinggi besar, dia sudah terlihat seperti orang dewasa ketika mengendarai motor.
Dengan terlebih dahulu memberikan pemahaman, akhirnya kami mengizinkan dia mengendarai motor untuk jarak tempuh yang dekat atau di ruas-ruas jalan tertentu saja. Tentunya ini bukan keputusan yang benar, tetapi kami pun tidak bisa mematikan passion dia. Kami cukup puas melihat dia lebih sibuk dengan urusan modifikasi motor ketimbang memikirkan perempuan.
Tidak cukup di modifikasi, dia minta diizinkan untuk riding. Kami pun harus membuat kesepakatan lagi. Bahkan, kami pun berusaha mencarikan komunitas bikers yang positif. Salah satunya Bikers Subuhan Bandung. Dia yang mengendarai motor, saya duduk dibonceng. Kami meluncur ke titik kumpul, lalu berkonvoi melintasi Kota Bandung menuju lokasi i'tikaf dan salat subuh bersama. Bagi kami itulah win-win solution.
Untuk hal percintaan, semua cara sudah kami lakukan untuk memberi pemahaman dan arahan. "Bersikap baiklah pada teman-teman perempuan. Mereka punya ibu. Bayangkan apa yang akan ibu mereka rasakan jika mengetahui anak perempuannya kamu perlakukan tidak baik. Kamu pun punya adik perempuan. Bayangkan apa yang akan kamu rasakan sebagai kakak ketika mengetahui adik perempuanmu diperlakukan tidak baik oleh teman laki-lakinya."
Beda lagi dengan anak perempuan kami yang baru berusia 8 tahun. Suatu hari dia bercerita bahwa dia suka kepada anak laki-laki di kelasnya. Menurutnya, anak laki-laki itu enak diajak ngobrol, ngajinya bagus, dan hafalan qur'annya banyak.
Lalu bagaimana menjaga anak perempuan ini? Ada satu hal sederhana yang kami terapkan. Seorang anak perempuan harus mendapatkan kasih sayang penuh dari seorang ayah. Kami tiba pada sebuah kesimpulan bahwa seorang ayah harus menjadi "cinta pertama" bagi anak perempuannya. Dengan demikian, anak perempuan akan merasa tercukupi kebutuhan afektifnya sehingga tidak harus mencari kasih sayang dari teman laki-lakinya di luar sana. Hingga nanti tiba waktunya, "cinta kedua" akan hadir, yaitu seorang suami.
Pembaca yang budiman, tentu lebih banyak lagi pengalaman Anda dalam menghadapi pubertas anak. Silakan share kolom komentar agar pembaca yang lain dapat mengambil hikmahnya. []
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Jadilah "konsultan cinta" bagi mereka (remaja yang sedang puber)...Bernas sekali, Pak. Bravo!Terima kasih sudah menginspirasi pagi ini.
Ayo Pak Yudi, sudah punya anak remaja belum?
Subhanallah, mantap, sangat menginpirasi
Pak Ali, bagaimana pengalamannya?