Jamal Passalowongi

penulis adalah guru di SMAN 6 Barru Sulawesi Selatan...

Selengkapnya
Navigasi Web

KESALAHAN BERANTAI

Tidak setiap pagi ada masalah di kampung kami, rasanya semua berjalan normal-normal saja. Sampai pagi ini tiba-tiba dipecahkan suara teriakan histeris dari rumah pak Marihut. Kontan saja pagi yang masih dingin buyar, dan berdatanganlah orang-orang ke sumber suara histeris itu, termasuk aku.

Orang-orang sudah banyak ketika aku datang, semua tampak diam, sebagian bicara dengan sedikit berbisik. Di ruang tengah, tampak pak Marihut dengan istrinya tenggelam dalam air mata sementara ditenangkan tetangga yang datang.

“Ada apa, Ziz?” setengah berbisik aku mencolek Aziz yang sedang berdiri di depanku

“Kapal Karam” katanya pelan

“Kapal karam apa?”

“Kapal yang ditumpangi Mina tenggelam tadi malam”

Rupanya inilah biang teriakan itu, Mina anak satu-satunya pak Marihut. Dalam bayanganku tiba-tiba muncul Mina, gadis cantik yang sudah tamat SMP, kemarin berangkat bersama pamannya ke Sumatra untuk lanjut di pesantren asuhan pamannya. Pak Marihut dan istrinya mengiringi kepergian anaknya sampai di terminal. Ternyata pelukan Mina adalah pelukan terakhir untuk ayah dan ibunya. Aduh kasihan Mina. Tetapi lebih kasihan lagi melihat Pak Marihut bersama istrinya, soalnya Mina anak semata wayangnya. Tampaknya kesedihan di keluarga ini tidak akan berlangsung singkat.

Kabar tenggelamnya kapa Feri penyeberangan itu sudah beredar di semua jaringan televisi dan internet. Setiap berita itu muncul semua orang seakan menghentikan aktivitasnya, mereka selalu menyempatkan diri memonitor perkembangan pencarian jasad-jasad yang belum ditemukan, dan Mina adalah salah satunya. Hampir setiap hari jadi pembicaraan di warung kopi, di pasar, dan di kebun.

Setiap hari rumah pak Marihut selalu ramai dikunjungi para tetangga, mereka memberikan semangat dan doa untuk Mina. Pak Marihut dan istrinya sendiri rencananya akan berangkan ke tempat pelabuhan itu untuk mencari kabar dan mendoakan anaknya di sana. Banyak yang mengantar mereka ke terminal, sampai mobil mereka berangkat barulah para pengantar pulang layaknya mengantar orang ke kuburan. Tidak banyak yang berbicara mereka juga seakan ikut larut dalam kesedihan pak Marihut sekeluarga.

“Bayangkan, Mat!” tiba-tiba Aziz angkat bicara saat kami mengantar pak. Marihut tadi siang

“Apa yang mau dibayangkan?”

“Mira itu anak satu-satunya, dan perginya mengenaskan sekali. Saya rasanya tidak tahan, Mat” tampaknya mata Aziz dari tadi berkaca-kaca sejak megantar pak, Marihut.

“Tentu kita semua sedih, tapi ini kan sudah takdirnya si Mina”

“Tapi seharusnya ada yang bertanggung jawab, Mat”

“Pasti, saya kira akan ada yang diperiksa”

Benar saja beberapa hari kemudian Polisi sudah menetapkan nakhoda dan beberapa orang pelabuhan jadi tersangka, karena dianggap lalai. Kapal itu melebihi daya angkut, manifest penumpang tak ada. Akhirnya ada orang disalahkan oleh semua orang termasuk aku, tetapi tidak oleh Aziz.

“Saya tidak habis pikir, Mat” pembicaraan di warung kopi kali ini dimulai Aziz dengan pertanyaan agak sinis.

“Apanya”

“Itu, yang ditangkap, katanya akibat kelalaian mereka?”

“Ia kan, buktinya kapal kelebihan muatan” kataku menimpali

“Tapi, itukan sudah terjadi setiap hari, saya sendiri sering ke Sumatra dan di sana ketika kita menyeberang selalu sesak oleh penumpang, semua baik-baik saja.” Tampaknya Aziz sedang membuat logika sendiri tentang masalah ini

“Apakah ketika setiap hari dilakukan bahkan sudah menjadi kebiasaan, kesalahan itu menjadi benar” kali ini aku yang membalik logika si Aziz.

Aku paham kemana arah pembicaraan si Aziz ini. Kebiasaan yang sering kita lakukan memang terkadang meremehkan aturan-aturan keselamatan, dan itu tampaknya menjadi budaya. Coba lihat di daerah kami ini juga demikian, ada daerah gunung dimana orang-orang kampung turun gunung bersama barang-barang mereka hanya bermodalkan mobil Hartop tua yang dipenuhi barang dan manusia. Sungguh menakutkan. Tapi anehnya tidak pernah terjadi kecelakaan di daerah ini.

Persis kejadian-kejadian yang terjadi saat ini. Kebiasaan yang diperlihara oleh masyarakat biasanya melupakan aspek keselamatan karena kebiasaan itu menjadi tampak tidak berbahaya, itu karena tidak pernah ada kecelakaan atau kejadian yang membuat korban berjatuhan.

Kapan menjadi ramai dengan dicarinya seluruh aspek yang berkaitan dengan masalah ini, jika tiba-tiba ada kecelakaan, maka akan dicarilah orang-orang yang harus bertangung jawab. Padahal sebelum-sebelumnya pengabaian itu juga dilakukan oleh orang-orang yang menangkapi mereka yang harus bertanggung jawab itu. Ini seperti mata rantai yang tidak terputus, semuanya harusnya bertanggung jawab, tetapi bila kecelakaan terjadi maka rantai itu segera diputus hanya pada lingkaran pertama. Dan merekalah yang haru bertanggung jawab terhadap kebiasaan yang dibiarkan oleh semuanya. Termasuk aku, Aziz, dan hampir semua orang kampung di sini bila akan pulang ke Sumatra.

“Jadi, bagaima solusinya, Mat” Aziz mendesakku

“Wallahu alam, Ziz” aku menjawab sekenanya, sambil membayar kopi yang kuminum bersama Aziz.

“Ayo, kita pulang” akupun mengajak Aziz meninggalkan warkop ini. Tampaknya Aziz tidak puas dengan diskusi sederhana ini, rasanya ada yang mengganjal. Tapi kami hanyalah dua orang yang tidak memiliki kemampuan apa-apa untuk mencegah orang lain menjadi Mina, tenggelam bersama kapalnya dan tidak ditemukan sampai saat ini. Mudaha-mudahan Mina berbahagia di alam sana.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Takdirmu sampai di situ Mina. Budaya melanggar peraturan terus berjalan sebelum ada peristiwa dan korban. Lantas peraturan baru dibuat lagi untuk dilanggar lagi.

06 Jul
Balas

seperti lingkaran setan yang tidak ada habisnya

07 Jul



search

New Post