jamilah spd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

CATATAN KECIL UMMI

Anak, amanat Allah Ta’ala yang harus dijaga. Salah mendidik, di dunia tidak dapat “qurota a’yun”. Kesiapan dalam rumah tangga menentukan langkah kehidupan berkeluarga. Seorang ayah merupakan seorang pemimpin dalam keluarganya.

Di era globalisasi, dunia anak-anak tidak seperti pada anak-anak diera tahun 80-an. “Bak sodor, pate lele, petak umpet” mainan ini jarang ditemukan di jaman sekarang. Ketiga anakku memiliki cerita yang aneh. Panggilan akrabnya, pertama Luthfi, kedua Zuhris dan siragil Awad. Abi dan ummi itu panggilan bagi anak kami. Ketika Luthfi kelas dua dan Zuhris kelas satu masih di Madrasah Ibtidaiyah. Awalnya ketika berangkat dan pulang sekolah, meminta tetangga untuk menjemput. Pulang mereka berbeda, maka protes datang dari anak kedua. Permintaan adiknya tidak dijemput bersama kakaknya. Pengertian yang saya berikan pada anak kedua, pada akhirnya memahami dan mengerti. Namun, tahun berikutnya diantar sama abinya dan pulang naik angkot. Madrasah itu dari rumah sekitar satu kilometer. Jadi kalau waktunya pulang, mereka lebih memilih mengerjakan tugas disekolah kemudian bermain baru pulang. Keduanya punya ide sama, bermain disekolah ketika pulang sampai sore. Terkadang lebih konyol lagi, mereka lebih memilih pulang dengan jalan kaki.

Setelah lulus dari Madrasah Ibtidaiyah, mereka masuk SMP yang berbeda. Awalnya dalam benakku ketika anak pertama dan kedua, kuliah, yang penuh masalah hanya anak kedua. Astaghfirullah, ternyata anak pertama juga bikin ulah.

Sibungsu

Guru, itu profesi saya dan suami. Lokasi tempat kerja kami dalam satu Kabupaten. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), membuat soal bersama itu yang sering dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan di Kabupaten saya. Suatu hari kegiatan membuat soal yang diikuti oleh suamiku. Yang tempatnya tak jauh dari rumah kami.

Sepulang sekolah, abi bercerita, tadi saya bertemu ibunya Rega temannya Luthfi saat di SMP. Saya ditanya, bapak, apakah betul orangtuanya Luthfi, iya jawabku. Putra bapak itu jarang lho les, dia lebih sering main PS dirumah saya, katanya ibunya Rega. Lho iya? Gitu Luthfi kalau ditanya hanya menitipkan sepedanya saja. E…ternyata kata abi, katanya titip sepeda ternyata bermain. Setelah saya konfirmasi sama anaknya, iya membenarkan cerita itu.

Anak kedua

Teman terkadang membuat tergelincir oleh tipu muslihat. Anak kedua dan ketiga mempunyai teman dari keluarga kaya. Betapa tidak anak kedua berteman dengan putra wakil walikota. Segala fasilitasnya terpenuhi, termasuk Play Station (PS) dan permainan game online. Setelah kecanduan dari permaian PS dan game online, maka dilakukannya ditempat-tempat permainan umum. Luar biasa yang dilakukan oleh anak saya yang kedua.

Pulang sekolah tidak langsung ke rumah itulah awalnya. Berangkat sekolah dengan menggayo sepeda setiap harinya. Kekecewaan tidak masuk di kelas unggulan saat kelas delapan, yang menjadikan ia mencari jati diri. Pulang tidak tepat waktu ketika ditanya alasan ada tugas. Tidak hanya sehari, dua hari. Kecurigaan mulai muncul, ketika berpamitan mengerjakan tugas di rumah temannya, setelah kami datangi, ternyata tidak ada. Ketika itu tempat game online tidak menjamur, keluar masuk kami mencari. Alhamdulillah akhirnya ketemu, tetapi menggerutu sang abi itu biasa.

Sepulang kerja, dilihat anaknya tidak ada, abi menjemput dan mencari dari satu tempat game ke tempat game yang lain. Adu mulut dengan pemilik game itu biasa, gara-gara anak. Sesampai di rumah diberi pengertian tak henti-hentinya. Satu minggu lamanya sang abi mencari dari tempat game. Mogok itu yang pada akhirnya dilakukan untuk tidak menjemput. Sebagai seorang ibu rasa iba harus benar-benar ada di jiwa. Astaghfirullah itu yang selalu kuucapakan sambil menggayo sepeda pancal. Mencari anak dari satu tempat game ke tempat yang lain itu tidak satu atau dua hari, bahkan sampai menjelang ulangan kenaikan kelas Sembilan.

Siragil

Berangkat sekolah diantar tetangga, untuk anak yang ketiga sejak ada di Madrasah Ibtidaiyah. Tiga puluh menit menuju pukul tujuh, kebiasaan Awad berangkat sekolah. kebiasaan itu sampai di SMP. Anak ketiga ini, memiliki kegiatan bermain game yang sama dengan kakak-kakaknya ketika pulang sekolah. Tempat bermainnya saja yang berbeda. Kali ini sekolah menjadi tempatnya karena wifi yang tersedia. Bermain bareng dengan satpam dan teman-temanya itu yang sering saya lihat ketika dijemput. Ditengah perjalanan, saya bertanya, apa tadi terlambat. Tidak, jawabnya Awad tetapi hampir ditutup.

Tidak terlewati juga ketika libur sekolah, pergi untuk bermain biasa dilakukan. Sepak bola, terkadang bermain game online tak ketinggalan bagi Awad. Apalagi yang paling disukai temannya ketika ada Awad di tempat Game online, ‘ngencit’ tugasnya.

Pesantren menjadi pilihan kami, pada saat ketiganya lulus SMP. Alasannya, pengetahuan agama yang didapat, sebagai bekal dimasyarakat dan tameng dirinya agar tidak terbawa arus.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post