Jepri M.P. Sihombing

Guru Pengampu Biologi SMA Negeri 1 Pagai Utara, Kab. kepulauan Mentawai, Sumatera Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
2000 HINGGA 2010

2000 HINGGA 2010

2000 HINGGA 2010

Semua begitu cepat berlalu.

Tersisa hanya bayang semu.

Masa lalu yang ku anggap mulai tak perlu.

Perlahan mengajari ku.

Itu perlu demi sesuatu.

“Jep, bangun.. berangkat sekolah nak”, Mamak membangunkan ku dari tempat tidur yang hanya beralaskan tikar. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 05.30 WIB. Perlahan tapi pasti, aku menuju kamar mandi yang terletak di luar rumah. Tumpukan piring kotor sudah menanti untuk di eksekusi. Mandi, sarapan dan berangkat sekolah. Kegiatan ini adalah rutinitas ku setiap pagi di hari Senin sampai Sabtu. Hari Minggu agak berbeda, mungkin karena libur sekolah.

Ku ambil tas sekolah, ku langkahkan kaki tanpa resah, berharap tiba di sekolah, otak ku terasah. Komitmen ini yang selalu membakar semangat ku untuk menjadi lebih baik, berguna bagi nusa dan bangsa. Melewati ladang-ladang dan perkebunan orang adalah salah satu rute yang harus ku lalui untuk sampai ke sekolah. SD, SMP dan SMA harus tetap melewati rute ini. Embun pagi direrumputan membasahi sepatu “pisan” ku. Kaos kaki hitam putih ku pun tak luput dari sentuhan sang embun pagi. Basah adalah menu wajib ku setiap pagi, demi sekolah yang sudah menanti.

Belajar di sekolah masih dominan menggunakan ceramah. Tetapi, itu tidak membuat ku lemah. Ku keluarkan buku dari tas sekolah. Pinggiran buku yang kuning kehitaman merupakan ciri khas setiap buku ku. Bukan karena sengaja beli buku warna kuning kehitaman atau diberi warna kuning kehitaman. Tetapi, karena setiap malam buku ku selalu berteman dengan asap dari lampu sumbu bertenaga minyak tanah. Sedih, perih bercampur malu kadang mencoba menghampiri ku. Disaat teman sebaya ku berteman dengan lampu PLN, aku harus bersahabat dengan lampu sumbu. Meskipun begitu, aku termasuk siswa yang jitu.

Bel sekolah berbunyi panjang. Pertanda bahwa semua warga sekolah akan segera ke tujuan berikutnya atau kembali ke tempat awal di pagi harinya. Aku adalah salah satu yang harus kembali ke tempat awal ku di pagi hari tadi. Rumah. Yah, rumah yang terletak di ladang jauh dari pemukiman warga dan berukuran 5 meter x 5 meter berlantaikan tanah. Rute yang jika di pagi memberikan menu “basah”, maka siang hari akan memberikan menu “kering dan panas”. Tak ada meja makan, semua bercampur padu di rak piring. Mulai dari lauk ikan asin, sayur tumis, piring, gelas, baskom dan lain-lain berada dalam satu dusun, sebut saja “Dusun Rak Piring dkk”. Lauk ikan asin kadang akan berganti dengan lauk ikan yang tidak asin hanya pada saat hari Senin saja. Itu pun karena Mamak ke pasar setiap hari Senin.

Ladang depan rumah. Bapak dan mamak bekerja keras banting tulang demi masa depan keluarga yang lebih baik. Kopi, padi, sayur-mayur dan lain sebagainya mereka tanam, berharap akan tumbuh baik dan menghasilkan uang. Kami anak-anak hanya bisa membantu sebisa dan semampu kami. Bapak dan mamak adalah “super hero” bagi kami. Uang sekolah yang tak pernah terlambat, baju sekolah yang selalu rapi dan tak robek, buku pelajaran yang selalu lengkap, makan selalu kenyang adalah beberapa bukti ketangguhan Bapak dan Mamak. Mereka adalah “super hero” berkekuatan luar biasa.

Jam dinding menunjukkan pukul 19.00 WIB. Makan malam bersama menikmati masakan Mamak, meskipun kadang juga kami anak-anak yang masak. Duduk melingkar di atas tikar kusam adalah ciri khas makan malam keluarga kami. Satu persatu piring kami di isi nasi oleh Mamak. Nasi dari periuk, ikan, dan sayur bersatu dalam piring plastik yang di beli Mamak dari pasar. Enak adalah kesan dari setiap masakan di rumah. Karena tidak ada pembandingnya.

Belajar malam adalah ritual yang harus kami anak-anak lakukan. Bapak akan marah jika lupa dengan tugas dan tanggung jawab kami sebagai siswa. Lampu sumbu dengan semangatnya tak kenal lelah melawan gelap di kamar. Dengan sukarelanya menemani kami belajar. Meskipun lama-lama hidung kami melar, asyik ujung jari dengan sabar mencongkel lobang hidung. Hitam adalah warna khas kotoran dari lobang hidung. Saat itu, “sabar” masih merupakan kata yang mampu memacu semangat belajar tanpa kenal tepar.

Tidur malam merupakan kegiatan yang sangat diharapkan. Berharap dengan tidur segala letih, capek dan kesal seharian bisa terkubur. Tikar dibentangkan di atas tempat tidur papan. Kadang berharap tidur beralaskan kasur, tetapi entah kapan. Mungkin tunggu aku mapan. Lampu sumbu pun hanya tinggal satu yang masih berjuang menemani tidur sampai besok pagi Mamak berkata, “Jep.. Bangun,, berangkat sekolah nak”.

2000 hingga 2010 merupakan tahun yang penuh cerita perjuangan. Banyak kisah yang nanti akan ku ceritakan teman. Ku yakin, tanpa itu tak ada masa depan. Harapan itu sekarang satu persatu jadi kenyataan. Sekali lagi kawan, tak ada masa depan tanpa perjuangan.

Akhirnya aku tahu sesuatu. Sesuatu yang menyadarkan ku. Merasuk hingga sanubari ku. Yaitu, tanpa kisah 2000 sampai 2010, tidak akan ada 2011, 2012, 2013 dan sekarang 2020.

MNJ (My Name Jepri)

@Saumanganya, 14 September 2020.

Tantangan Gurusiana hari ke-3

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Wow ceritanya menarik pak guru. Buat lagi dong pak ceritanya,..

14 Sep
Balas

Okay nak..Semoga bisa bertahan buat cerita setiap hari...

14 Sep



search

New Post