Kejadian Sandal Putus (Tantangan 107)
Kira-kira dua puluh tahun yang lalu, saya mengajar di MAN 2 Batusangkar. Untuk menghemat biaya maka saya tinggal dekat lokasi madrasah. Saya tinggal di sebuah rumah tua milik penduduk di sana. Nama daerahnya Kampai Tigo Tumpuak V Kaum. Di tempat tersebut, saya tinggal bersama siswa-siswa saya sendiri.
Kebanyakan dari siswa MAN 2 Batusangkar berasal dari luar kota Batusangkar. Kira-kira 95 persen dari mereka berasal dari kecamatan lain di kabupaten Tanah Datar. Karena faktor jarak rumah dengan madrasah sangat jauh, hampir semua dari mereka tinggal di tempat kos. Tempat ini berada di sekitar madrasah. Rumah penduduk banyak yang dijadikan sebagai tempat kos tersebut.
Ada juga beberapa siswa yang tinggal di asrama milik madrasah. Siswa yang tinggal di sini adalah mereka yang mengambil program aliyah khusus. Pembelajarannya seperti di pondok pesantren, tetapi mereka juga belajar mata pelajaran umum pada pagi hari. Di sore dan malam hari mereka belajar ilmu keagamaan dengan menggunakan kitab gundul.
Beberapa dari siswa tersebut ada yang dekat dengan saya. Hampir semua siswa yang tinggal di asrama selalu berinteraksi. Kami saling bertukar pikiran dan barter belajar bahasa. Saya belajar bahasa Arab dan mereka belajar bahasa Inggris.
Siswa-siswa yang selalu dekat dengan saya adalah Ridwan, Edi, Edo, Yosi, Asrini dan banyak lagi yang tak bisa diuraikan satu per satu. Yang jelas pengalaman yang tak terlupakan adalah ketika saya berkunjung kampung Edi. Nama lengkapnya Edi Semarni, nama yang unik. Setelah ditinjau ternyata dia lahir tanggal sebelas Maret 1982.
Ketika saya pergi ke kampung Edi untuk kedua kalinya, saya pergi sendiri. Saya berangkat dari rumah tanpa konfirmasi sama Edi. Dalam perjalanan ke kampungnya, nagari Talawi desa Tigo Tumpuak, sama dengan nama desa di V Kaum. Di terminal Dobok saya naik mobil merah, mobil khusus ke Talawi. Setiba di Talawi saya naik ojek ke desa tersebut. Saya berhenti di daerah perbukitan dan membayar ongkos ojek.
Saya terkejut ketika tukang ojek berlalu. Ternyata celana yang saya pakai salah. Saya lupa memakai celana yang ada duitnya. Saya termenung di depan rumah Edi. Kondisi di sana sangat sunyi, seolah-olah tidak ada orang. Saya membayangkan bagaimana nanti pulang ke Batusangkar, sementara Edi tidak pulang kampung. Tiba-tiba dalam lamunan tersebut saya dikejutkan oleh seseorang. Ternyata Edi yang memanggil. Dia datang secara mendadak. Dia heran kenapa saya sampai di kampungnya. Saya senang Edi ada di kampungnya dan saya menceritakan semuanya. Edi memaklumi keadaan saya tersebut.
Saya masuk ke rumahnya dan istirahat. Pada malam hari, ayah dan ibunya mau pergi menghadiri pesta pernikahan saudaranya. Dengan sendirinya, saya juga harus pergi karena Edi juga pergi dibawa oleh orang tuanya. Kami melintasi hutan dan jalan-jalan berbatu sepanjang tiga kilo meter. Jalan ini adalah jalan pintas menuju ke lokasi pesta pernikahan. Kalau diambil jalan bagus akan menghabiskan waktu yang lama. Kami harus memutar sepanjang sepuluh kilo. Kendaraan juga tidak ada karena hari sudah malam.
Seratus meter perjalanan, sandal saya tersangkut kawat berduri ketika melewati sebuah pagar kebun masyarakat. Sandal saya putus. Lalu ibunya Edi mengambil peniti di bajunya lalu disambungkannya sandal tadi dengan peniti. Kami melanjutkan perjalanan, tetapi kesialan yang kedua terjadi. Sandal yang satu lagi ternyata putus pula dan kebih parah dari sandal yang pertama. Akhirnya dengan gusar saya melemparkan kedua sandal putus tersebut ke semak dan saya memutuskan berjalan tanpa sandal.
Dengan perjuangan yang tinggi, saya sampai di lokasi pesta pernikahan setelah melewati batu-batu gunung yang tajam, tumbuhan duri di hutan. Dengan sedikit hati-hati melihat kalau ada hewan yang berbisa. Kami tiba pukul sembilan, perjalanan melelahkan yang menghabiskan waktu dua jam. Saya menyandarkan badan di sofa. Ternyata acara di atas rumah adalah pantun-pantun adat. Sambil menunggu kegiatan ini selesai, saya tidur di sofa sampai ada yang membangunkan untuk makan.
Perjuangan untuk pulang sama dengan waktu pergi. Kesabaran yang tinggi telah mengantarkan saya selamat di rumah Edi kembali. Sebelum tidur saya shalat Isya biar shalatnya tidak terlewatkan.
Ketika bangun pagi saya terkejut karena jam telah menunjukkan pukul enam. Dengan bergegas saya berwuduk dan shalat Subuh. Setelah itu saya sarapan bersama. Orang tua Edi pergi ke ladang setelah sarapan. Saya dan Edi tinggal di rumah. Lalu saya bilang sama Edi untuk membelikan sandal. Saya berjanji menggantinya setiba di Batusangkar.
Pada sorenya saya dan Edi pamit ke orang tuanya untuk kembali ke Batusangkar. Kami naik mobil colt diesel. Mobil ini milik dari omnya Edi. Tepat pukul sembilan malam kami sampai di Batusangkar.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Pengalaman tak terlupakan ya Mr
Sebuah kenangan yang pasti tersenyum bila mengingatnya ya pak. Hehehe
Pengalaman berbekas ya pak
Mantul ...kenangan yang begitu indah. Tu kalalok lai bacuci kakinya Mr?
Apalagi sandal itu putus di tempat lanyah mister lbh menyakitkan dan mantuul