JULI ARNIWITA

Berasal dari Sungai Penuh,Jambi.Mengajar di PAUD Terpadu Islam Amanah/ Mengelola Yayasan Amanah Ummat di Kota Sungai Penuh. Assesor BAN PAUD dan PNF Provinsi Ja...

Selengkapnya
Navigasi Web
Silaturahim 2 Syawal (Bagian III)

Silaturahim 2 Syawal (Bagian III)

Rintik hujan masih mengiringi langkahku. Trotoar di sepanjang jalan seolah setia pasang badan untuk mengiringi setiap tapak kaki yang kujejak. Tak terasa jarum jam sudah menunjukkan pukul 18.10 WIB. Tidak berapa menit lagi waktu shalat maghrib akan menjelang. Keinginan kuatku untuk silaturahim ke rumah sahabat tak mungkin lagi kubendung.

Kucoba menambah kecepatan langkahku agar cepat sampai dan tidak kemalaman pulang. Langkahku semakin cepat dan ketika melongok ke belakang ternyata jarakku dengan suami semakin membentang. Ya...langkahku wujud niat hati yang tertahan sejak menjelang Syawal saat sahabatku dirawat di rumah dengan tabung oksigennya. Tak terasa...akhirnya aku sampai di rumah yang dituju. Terlihat anak lelaki separuh baya duduk di sebuah kursi di ruang tamu. Dia Ad anak tertua sahabatku.

Ad mempersilahkan aku ke kamar tengah dimana Bundanya terbaring. Langsung saja aku masuk dan ternyata benar sahabatku terbaring lemah dengan selang oksigen yang terpasang dihidungnya. Sebuah selang juga terpasang untuk membantu lancarnya urine. Dalam pasrahnya sahabatku masih bisa merespon ucapanku baik lewat mata, wajah maupun lisannya.

"Banyak istigfar dan zikir ya...Allah sayang Via dan kami semua juga sayang," begitu ucapku lembut. Kudengar bisikan lembut dan komat- kamit dibibirnya yang tak henti diucapkannya.

Di samping Via kulihat anak gadisnya tertidur pulas, setia menemaninya. Sementara Ibu yang sudah lansia duduk diam sambil memperhatikan tabung oksigen yang dalam hitungan beberapa jam harus diganti.

"Ibu, siapa yang mengontrol tabung oksigen ini?" tanyaku.

"Ibu sendiri dan dibantu ada keluarga yang bekerja di rumah sakit."

"Syukurlah"...ucapku.

Terdengar kumandang azan dari mushalla dekat rumah Via pertanda waktu shalat magrib masuk. Aku mohon pamit dan menggenggam tangan sahabatku yang terasa agak sedikit panas. Menurutku Via agak demam. Aku juga pamit pada Ibu dan saat salaman kugenggam erat tangan beliau sambil mendoakan kesehatan dan kekuatan serta kemudahan dalam mendampingi Via. Ibu mengangguk dan tidak banyak bicara. Kulihat sendu diwajahnya. Akhirnya aku pamit dan ke luar dari kamar. Suami masih duduk tenang di ruang tamu seolah sangat memahami kondisi kenapa aku bersikeras sore itu ke rumah Via. Akhirnya aku pamit.

Masih ditemani rintik hujan dan payung butut kembali kutelusuri trotoar menuju rumah. Walau nafasku terengah-engah namun ada kepuasan tersendiri setelah menemui Via. Terima kasih ya Allah...semua karena kehendak-Mu.

Bersambung...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita yang menarik

10 May
Balas

Cerita yang menarik

10 May
Balas



search

New Post