Lala dan Romi (T.424)
Romi si rubah kini tinggal di gua kecil yang tersembunyi di balik semak lebat, tak jauh dari sungai. Meskipun tempat tinggalnya sederhana, ia menganggap dirinya yang paling penting di hutan. Setiap pagi, ia berjalan keliling dengan dada membusung, ekor melambai, dan hidung terangkat tinggi.
“Lihatlah aku, Romi sang rubah tampan dan hebat!” katanya lantang saat melewati padang rumput.
Beberapa hewan kecil seperti kelinci, tikus hutan, dan burung gereja hanya saling pandang. Mereka tahu Romi adalah pendatang baru yang sombong, jadi tak banyak yang mau menyapanya.
Suatu siang, Romi melihat seekor kura-kura sedang berusaha menarik buah jatuh dari semak berduri. Kura-kura itu tampak kesusahan.
Romi tertawa keras. “Hahaha! Kenapa kamu tidak minta bantuanku saja? Dengan gigi tajamku, aku bisa menarik buah itu hanya dalam satu gigitan!”
Kura-kura itu menoleh dan berkata lembut, “Kalau kau ingin membantu, aku akan berterima kasih.”
Tapi Romi hanya menatapnya dengan sombong. “Aku hanya menunjukkan betapa lemahnya makhluk seperti kamu. Aku tidak benar-benar berniat membantu.”
Lalu ia pun berlalu, meninggalkan kura-kura yang masih berusaha sendiri.
Di hari lain, Romi bertemu seekor burung hantu tua yang sedang mencari kacang-kacangan untuk makan malam. Romi menghampiri dengan senyum sinis.
“Kenapa kamu tidak berburu seperti aku? Makan kacang itu menyedihkan.”
Burung hantu menjawab bijak, “Setiap makhluk punya pilihan hidup. Tak semua harus berburu untuk bertahan hidup.”
Romi tak peduli. Ia terus berjalan dengan sikap angkuhnya. Ia merasa semua hewan di hutan terlalu lemah, terlalu lambat, terlalu tidak berguna dibandingkan dirinya. Baginya, hutan ini adalah tempat untuk pamer, bukan untuk berbagi.
Namun, yang tak Romi sadari, hewan-hewan mulai menjauh darinya. Mereka enggan menyapa, enggan berbicara, bahkan menyingkir ketika Romi lewat. Tapi Romi malah menganggap itu bentuk kekaguman.
“Hahaha! Mereka pasti kagum padaku. Takut karena aku kuat!” katanya sendiri.
Sementara itu, Lala si lebah terus berkeliling hutan, menebar senyum dan menolong siapa pun yang kesusahan. Ia mendengar kabar tentang Romi dari teman-teman di hutan.
“Kasihan Romi,” gumam Lala. “Ia belum tahu bahwa hutan ini bukan tempat untuk merasa hebat sendiri. Tapi untuk hidup bersama dan saling membantu.”
Dan saat malam tiba, Romi duduk sendirian di atas batu besar, memandangi bintang. Untuk sesaat, ia merasakan sepi yang aneh di hatinya. Tapi ia buru-buru mengusir perasaan itu.
“Ah, aku tak butuh siapa pun,” katanya keras. Tapi angin malam hanya berbisik, seolah berkata, “Apakah benar begitu, Romi?”
===================================================
Garahan, 23 April 2024/Rabu, 24 Syawal 1446 H, 08.09 WIB

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Romi...Romi. kok ternyata banyak makhluk yg nm nya manusia spt kamu, ya? Hehe ...cernak yg keren, Mas gr
hahaha fabel ya oma, terima kasih ya Oma