Pakubon dan Tota'an Doro
Kabupaten Jember syarat dengan aneka ragam sosial budaya yang masih terpelihara sampai sekarang, sehingga dapat dijadikan tujuan wisata selain pagelaran Jember Fashion Carnaval yang telah mendunia.
Salah satu tradisi yang masih lestari adalah Tota’an doro berasal dari dua bahasa yaitu bahasa Madura dan bahasa jawa. Kata tota’an berasal dari bahasa Madura yang artinya menuangkan, menumpahkan, mengeluarkan sedangkan kata doro berasal dari bahasa jawa yang artinya adalah merpati. merpati diartikan sebagai simbol damai dan juga juga simbol kesetiaan. Tota’an doro (merpati) ini kata berawal dari Kecamatan Semboro Kabupaten Jember, dimana merpati mewakili sebuah tradisi panjang bernama Tota’an kemudian menyebar ke daerah lain di Jember, seperti Puger, Tanggul, Mangli hingga di pusat kota Jember.
Tota’an merpati ini dijadikan kelompok paguyuban oleh salah satu calon bupati pada waktu itu. Acara Tota’an burung merpati ini sendiri digelar bervariasi ada yang setahun dua kali, 1 bulan sekali, 15 hari sekali oleh pecinta burung merpati. Bahkan dijadikan ajang lomba dan arisan bahkan juga pergantian antar desa satu dengan desa yang lain. Namun bagi mereka para pencinta burung merpati, tota’an merpati merupakan wadah untuk berkumpul dan menjadikan acara ini sebagai sarana merekatkan persaudaraan. Dalam acara” tota’an ini, para penggemar burung merpati saling bertukar informasi seputar perawatan burung, dan di sambung juga acara makan-makan.
Tak jelas juga apa makna kata Tota’an. Namun realitas acap melampaui makna kata. Lihatlah, bagaimana saat siang datang, ratusan orang meriung membawa keranjang berisi burung dara dengan tak menampik rasa bangga. Jumlah merpati bisa mencapai ribuan ekor. Setiap burung dara yang hadir dalam acara Tota’an didandani dengan berbagai pernik. Ada pita warna-warni, hiasan jambul. Mereka diberi nama yang ganjil, kadang lucu: Penakluk Cewek, Anak Manja, Putra Utama. Tak ada alasan apapun di balik penamaan ini, kecuali keinginan bersenang-senang. Tota’an diawali dengan melepas sepasang merpati dari dua daerah yang berbeda. Dua merpati itu mewakili mata angin, dan disebut dengan pengantin barat dan pengantin timur. Selepas pasangan pengantin itu diterbangkan, para penyuka merpati ini berkumpul di tengah lapangan, untuk melepaskan ribuan burung milik masing-masing yang sedari tadi telah dipersiapkan. Merpati terbang, kembali ke kandang masing-masing. Merpati tak pernah ingkar janji.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren, kearifan lokal yang perlu dilestarikan...Salam Literasi
Terima kasih bu...mari kita lestarikan kearifan lokal masing-nasing....salam literasi