Berkepribadian Ganda Yang Positif
Ada kebahagiaan tersendiri ketika kita berhadapan dengan anak-anak di sekolah. Dulu waktu aku masih punya jam mengajar penuh di sekolah, dari kelas satu sampai dengan kelas enam, sering berinteraksi langsung dengan mereka. celotehnya, gurauannya, candanya, usil dan nakalnya semua menerpa pandangan langsung tatkala kami bersama dalam pembelajaran. Siswa yang pendiam juga menarik perhatianku, apalagi yang banyak polah dan agresif.
Suka duka dan sengatan sengatan kecil menghiasi hari -hariku di sekolah. banyak anak didikku yang bercerita tentang keluarganya. Dimana ibunya bekerja, siapa saja kakak dan adiknya, bahkan apa saja yang dimasak ibunya juga dipamerkan kepadaku. Serasa tak mau gurunya ini ketinggalan info tentang diri mereka. Pernah suatu hari aku masuk di kelas karena tidak dapat melaksanakan PBM di lapangan di karenakan hujan. kami belajar teori olahraga di kelas satu. Sebagai pembuka pembelajaran aku bertanya kepada anak-anak. Siapa yang sudah sarapan ? siapa yang tidak sarapan ? mereka dengan sontak menjawab dan merespon pertanyaanku lengkap menu dan lauk yang mereka makan.
Saya makan dengan telur goreng bu . . . .
Saya sama bayem dan tempe bu guru . . . .
Saya tidak sarapan bu karena ibu belum masak, saya beli bubur bu ibu sakit dan banyak jawaban lainnya yang terkadang membikin aku merasa geli dan ingin tertawa sendiri.
Suatu ketika pada kesempatan yang sama pernah salah satu muridku nyeletuk sendiri, bu guru aku tadi sarapan dengan iwak ( ayam goreng ), mento dan mi. lalu aku bertanya, loh kok pagi-pagi ibu sudah masak iwak, mento dan bakmi, memang di rumah ada acara apa ? dia dengan tenang dan polosnya menjawab, bapakku mati bu, di rumah masak masak banyak. seperrti tersambar geledek aku mendengar jawaban anak ini, ya Allah aku mendekat dan kupeluk muridku itu dengan sayang, kuajak dia keluar ke ruang guru dan kuajak ngobrol. ternyata dia mengerti kalau bapaknya meninggal tapi tak paham kalau tak akan pernah kembali lagi. Bahkan ketika dilarang untuk tidak pergi sekolahpun dia tidak mau.
Bapak Ibu Ayah Bunda semuanya, disini aku bergumul berama anak-anak lugu dan polos tak berdosa. Mereka pengin cerita apa saja kepada orang dewasa yang menarik perhatiannya, yang peduli padanya dan yang membuatnya tertarik untuk ngobrol bersama.
Mereka ke sekolah ibarat lepas dari gandengan tangan ayah ibunya, tentunya ingin segera disambut tangan lain yang hangatnya sama dengan tangan ibunya, yang senyumnya semanis senyum ayahnya, dan yang sapanya setulus ikhlas orang orang yang mencintainya.
Wahai para guru jadilah temannya, jadilah sahabat karibnya, dan jadilah kakak dan adik bagi mereka bahkan kita harus siap jadi kedua orang tua pengganti ayah ibunya. Dekati mereka dengan senyuman, sapa mereka dengan hati, satukan rasa dengan hati mereka tinggalkan ego dan ambisi saat bersamanya, maka hati ini akan menyatu dengan hatinya, semua isi angan-angannya akan tertumbah kepada kita. Jadilah anak ingusan yang menyenangkan hatinya. rangkul dan gandenglah tangan kecilnya untuk menggembirakan hatinya.
Senangnya jadi guru. . . yang bisa bercanda dengan berbagai karakter anak. Ketika hati kita suntuk bisa mendatangkan bahagia buat kita. Inilah guru sekolah dasar yang mengahadapi anak anak polos dengan ingusnya. mungkinkan guru di jenjang berikutnya juga bisa punya pengalaman seperti yang saya alami ? silahkan menikmati menu siswa sesuai porsi sendiri.
"Terawang angan-anganku di pagi yang dingin"/25/1/18 Bergas
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar