Junaedah

Mom, Teacher, Writer...

Selengkapnya
Navigasi Web

TERPASUNG KATA

Junaedah

Part 88 Harapan semakin kabur. Setiap kali ke kampus, setiap kali itu pula, sosok yang dicarinya tak pernah dijumpai. Seperti hilang ditelan waktu. Bersembunyi di perut bumi. Setelah dua bulan lebih mengasingkan diri, Fauzi kembali ke kampus. Membawa kabar, yang dengannya ia berharap, dapat memperbaiki antara dirinya dengan Indah. Namun, kenyataannya, tak semudah yang dibayangkan. Indah begitu lincah menghindar. Licin bagai belut. Tak pernah memberinya kesempatan untuk berbicara sama sekali. Kabar yang ingin disampaikannya pun, entah mungkin sudah basi kini. Sekali waktu, Fauzi sempat ke rumah yatim Bunda. Menyisir jejak, barangkali bisa memperoleh informasi mengenai Indah. Akan tetapi, Bunda mengatakan, Indah tak pernah membicarakan apa pun masalah pribadinya jika ke sana. Ke sekretariat rohis, berharap Indah sedang di sana. Ternyata, Indah benar-benar vakum dalam kegiatan rohis, setelah meninggalkannya di rumah makan samping terminal waktu itu. Nampaknya, Indah memang sengaja menghindari tempat-tempat yang memungkinkan bertemu dengannya. Hal paling konyol yang pernah dilakukannya, adalah memata-matai Acong hingga ke bengkelnya. Menuntaskan rasa penasaran tentang siapa lelaki bermobilil yang membawa Indah hari itu. Pulang dari toko sepatu, tak sengaja dijumpainya Acong tengah melajukan kendaraannya di jalan. Terbersit begitu saja, keinginan untuk mengikutinya. Berharap bisa mengetahui siapa laki-laki itu sebenarnya. Apa hubungannya dengan Indah. Dengan sangat berhati-hati, Fauzi berhasil mengikuti hingga ke bengkel. Berpura-pura memompa ban motornya. Mencuri-curi pembicaraan di antara para pekerja bengkel, barangkali ada yang bisa menjawab rasa penasarannya. Namun, semua nihil. Tak ada satu pun yang berbicara tentang Indah. "Hai! Motornya kenapa, Bang?" Suara cempreng melengking mengagetkannya. Rani memasuki bengkel, bersama seorang anak laki-laki berusia sekira empat tahun. "Rani, kok di sini?" Tak menjawab pertanyaan Rani, Fauzi malah menunjukkan bengongnya. Rani tertawa. "Lalu, aku harusnya di mana, Bang? Di hatimu gitu?" Rani bercanda, menggoda Fauzi. "Ish, bukan itu maksudku." Fauzi garuk-garuk kepala. Tawa Rani makin keras, lucu melihat Fauzi seperti kebingungan. "Rumahku di sini. Ini bengkel punya keluargaku. Kakakku yang mengelolanya." Akhirnya Rani menjawab dengan serius. Telunjuknya mengarah ke Acong. Anak laki-laki yang tadi bersamanya, telah berada dalam pelukan Acong. Meminta mainan yang dipesannya kepada sang ayah. "Kakakmu?" Fauzi mengernyit. Merasa mendapat angin. Setitik celah mulai terbuka. Tatapannya berpindah dari Rani terus kepada Acong, yang sedang memasang mainan robot baru untuk anaknya. "Kok nggak ada mirip-miripnya." "Emang gak mirip. Dia itu kakak iparku." Rani meluruskan. "Sepertinya, aku pernah melihatnya bersama Indah waktu pulang kuliah." Fauzi melanjutkan penyelidikannya. "Mereka teman lama. Satu kelas waktu SMA. Teh Indah juga sering ke sini. Lumayan dekat sama keluarga kami." "Oh, begitu." Cikulur, 16 April 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Akhirnya ketahuan apa sih yang ingin di sampaikan fauzi sama indah.

16 Apr
Balas



search

New Post