Jurtawani

Ibu dari tiga orang anak berprofesi sebagai guru kelas di MIN 6 Banda Aceh. Menulis adalah hobby yang dilakukan disela kesibukan sebagai pendidik sekaligu...

Selengkapnya
Navigasi Web
Hukumanmu Kesuksesanku

Hukumanmu Kesuksesanku

HUKUMANMU KESUKSESANKU

#HGN2020

Sosok yang dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa adalah guru. Tidak ada yang memungkiri, sebutan ‘Guruku Pahlawanku’ memang benar adanya. Guru yang telah banyak berdedikasi pada kehidupan setiap insan. Sosok yang memiliki pengaruh besar dalam suksesnya kehidupan, tetapi tidak terabadikan pada rekor dunia manapun.

Hari ini tepat 25 November, diperingati sebagai hari Guru. Selamat hari guru, untuk semua guru yang telah mendidik anak negeri dengan sepenuh hati. Keikhlasan tanpa pamrih telah tercurahkan, usaha mencerdaskan generasi penerus bangsa engkau yang jalankan.

Hari ini, terkenang kembali sebuah kisah yang pernah terjadi pada 27 tahun yang lalu. Tepatnya ketika saya duduk di kelas satu Sekolah Dasar. Setitik memori yang masih senantiasa berada di sanubari.

Pagi itu, saya sekolah seperti biasa. Cukup berjalan kaki beberapa menit, karena jarak sekolah dengan rumah hanya sekitar lima ratus meter. Pukul 08.00 WIB lonceng berbunyi, tidak ada suara bel seperti sekarang ini. Hanya besi tua yang diketok dengan batu, sehingga menghasilkan suara pertanda siswa harus mengakhiri permainan loncat atau kejar-kejaran ke sana dan ke sini.

Sebelum masuk kelas, siswa berbaris. Sang guru memeriksa kelengkapan dari peserta didiknya, mulai dari atribut, kuku yang panjang, rambut yang berantakan sampai panjang menjuntai menutup telinga bagi siswa laki-laki. Bahkan hal-hal lain yang kadang luput dari perhatian orang tuanya di rumah. Guru itu ibarat titisan petugas keamanan dan ketertiban bagi siswa-siswinya. Tidak salah lagi, guru orang tua kedua setelah ibu bapak.

Ibu Aisyah yang merupakan wali kelas satu hari itu terlambat datang. Sehingga prosesi pemeriksaan terlewatkan. Setelah baris di depan kelas yang dipimpin oleh ketua kelas, kami murid kelas satu masuk kelas tidak beraturan. Saling dorong pun terjadi, peraturan terabaikan. Saya sendiri asyik ketawa kegirangan dengan teman sebangku, Lilis namanya. Entah hal apa yang membuat kami begitu bahagia, salah satu sebabnya karena bu Aisyah tidak ada.

Saya dan Lilis membandingkan tinggi badan, siapa yang paling tinggi maka dialah yang menang. Ego tidak bisa di ketepikan, saya tidak ingin kalah. Berdiri di atas kursi, masih kurang tinggi dengan Lilis, ide gila pun muncul dengan tiba-tiba. Saya berdiri di atas meja, senyum semringah terhias karena Lilis kalah tinggi dengan saya.

“Horeee! Saya menang.” Hati senang tiada terkira. Bersamaan dengan itu, Bu Aisyah masuk kelas. “Naik tinggi lagi, Nak!” seru Bu Aisyah. Saya langsung turun, wajah Bu Aisyah terlihat begitu marah.

“Berdiri ke depan!” cetus Bu Aisyah setelah meletakkan tas di meja. Saya dan Lilis maju ke depan, Bu Aisyah tidak menanyakan perihal apa yang membuat kami naik ke meja. Beliau langsung mengambil kapur dan menulis beberapa kalimat di papan tulis hitam.

Kami masih berdiri mematung di depan kelas. Setelah selesai menulis Bu Aisyah mengambil rol kayu warna kuning.

Plaak ....

Sebuah tamparan melayang ke pipi. Rasanya mau menangis, tetapi saya tidak mau menjadi bahan ejekan kawan-kawan di kelas. Bulir bening yang hampir pecah segera saya sapu.

“Baca!” perintah Bu Aisyah sambil menyodorkan rol berwarna kuning itu. Syukur saat itu saya sudah pandai membaca, sehingga saya di izinkan duduk setelah membaca. Lilis pun demikian, kami mendapat hukuman yang sama.

Suasana kelas hening, Bu Aisyah mulai menceramahi kami khususnya saya dan Lilis. Yang saya ingat sampai saat ini, beliau mengatakan bahwa tidak ada gunanya mencari kemenangan pada fisik yang Allah berikan. Teruslah berjuang untuk meraih kemengan di masa depan. Bukan tinggi badan yang patut diperdebatkan, tetapi tingginya ilmu dan adab yang diutamakan.

Saya berterima kasih atas hukuman tamparan dari Bu Aisyah, mungkin saat itu saya marah dan benci pada beliau. Namun, sekarang saya sadar. Tamparan itu adalah hadiah kesuksesan bagi saya. Orang tua saya tidak pernah tahu, bahwa saya pernah mendapat tamparan dari sang guru. Saya pun tidak berani melapor kejadian itu, karena saya tahu tamparan serupa akan kembali saya terima apabila saya mengadu pada mereka.

Karena hukuman itu, saya berusaha menjadi anak baik di kelas-kelas selanjutnya, saya tidak ingin kisah serupa terulang. Belajar dengan giat itu yang terus saya lakukan, hingga sekarang saya pun menjadi seorang guru.

Teriring salam hormat untuk Ibu Aisyah dan para guru lainnya, setitik kisah yang masih kukenang selalu. Terima kasih guruku, karenamu aku bisa meraih cita-citaku.

Banda Aceh, 25 November 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren bun. Pasti terasa panas n sakit banget habis ditampar, hehehe

25 Nov
Balas

Pasti...

25 Nov

Keren ceritanya. Sukses selalu. Terima kasih sudah berkunjung.

12 Dec
Balas

Geupoh jen nyan buk. Tamparan kesuksesan yang luar biasa. Sukses slalu n salam literasi.

26 Nov
Balas

Hehe,,, salam literasi

28 Nov



search

New Post