M.Kabul Marisi, S.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Panggilan Hati Jadi Guru(179)

Panggilan Hati Jadi Guru(179)

Panggilan Hati Jadi Guru(#179)

Part 1

Siapa yang menyangka saya menjadi seorang guru. Waktu SMK saya sangat kesal dengan guru. Sebabnya sepele.  Guru saya waktu tahun 2004 yang silam. Menghukum saya. Memukul telapak tangan saya pakai batang singkong. Gara-gara teman aku nggk ikut senam rutin setiap pagi. Akhirnya dapat hukuman. Padahal saya paling rajin ketika senam di gelar. Kami semua di hukum. Alasannya tidak masuk akal. Hadeuuh.. Kesal. Sekali. 

Awalnya aku tidak kepingin jadi guru. Dulu ketika kecil, aku bercita-cita tinggi sekali yaitu ingin menjadi dokter. Menjadi dokter yang sangat berjasa membantu dan merawat orang-sakit. Mengobati berbagai luka, tapi bukan luka hati. Hihi!. 

Alangkah bahagianya jika cita-cita itu tercapai. Dan sangat berjasa. Dapat menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan pertama. Dan keluarga juga dapat kita tolong dalam mengurangi rasa sakit,  ketika luka bakar bahkan, yang lainnya. Insyaallah sembuh.

Sontak saya berpikir. Mengingat latarbelakang ekonomi yang tidak memungkinkan untuk itu. Biaya sekolah dokter ketika itu sangat mahal. Aku anak ke tujuh dari delapan bersaudara. Keinginan ayahku dengan ibuku bertolak belakang. Ayah menginginkan aku menjadi Polisi. Sementara ibuku diam-diam mendambakan aku menjadi seorang guru. Disisi lain aku juga ingin merantau jauh ke negeri orang. Hihi! 

Sebenarnya aku tidak begitu antusias mengikuti keinginan orangtuaku. Sebab banyak kendala yang di hadapi. Mengingat ekonomi yang pas-pasan. Mata pencaharian yang hanya mengandalkan hasil kebun karet.

Hasilnya hanya cukup untuk makan saja. Sementara kebutuhan anggota keluarga lainnya begitu memprihatinkan. Akhirnya sulit bagi saya berandai-andai. Apalagi berharap banyak tentang keinginan mereka. 

Saya akui kedua orangtua saya sangat menyayangi saya di antara saudara-saudara saya yang lain. Saya sangat faham dengan hati dan pikiran keduanya. Tapi saya katakan jelas pada mereka kalau anaknya tidak suka di manja. 

Pada akhirnya saya ambil satu keputusan sendiri. Mengingat konflik keluarga yang serba kekurangan. Harus tetap semangat tetap bahagia. 

Belajar paling utama dan fokus. Dengan situasi keluarga yang kurang mampu. Saya putuskan satu kesimpulan. Saya bersekolah saja dulu, masalah jurusan/keinginan mereka berdua saya iyakan saja. 

Diam-diam saya buat pemikiran sendiri untuk jadi apa nantinya kedepan masih belum kepikiran. Agar kedua orangtua saya tidak terbebani semakin bertambah. 

Bersambung...

Labura,  29 September 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

keren pak..salam literasi

29 Sep
Balas

Salam

29 Sep

Next

29 Sep
Balas

Insyaallah

29 Sep

sahabat hebat...selalu sehat dan sukses

29 Sep
Balas

Amin ya robb

29 Sep



search

New Post