Sebenarnya setiap anak sudah memiliki potensi untuk menjadi penulis sejak kecil. Potensi itu biasanya mereka ekspresikan dengan mencoret-coret dinding atau kertas secara bebas. Mereka mencoret sesuai dengan imajinasinya.

Namun, seiring perjalanan usianya, potensi itu kian luruh. Tampaknya ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Apakah potensi itu luruh karena munculnya aturan-aturan yang ditetapkan oleh orang dewasa atau bagaimana.

Misalnya, mereka mulai dilarang mencoret dinding karena merusak dinding. Mereka dilarang mencoret buku secara bebas karena dianggap merusak buku.

Sayangnya jika larangan itu tidak diikuti solusi. Anak dilarang mencoret dinding tapi tidak disediakan papan sebagai alternatif. Anak dilarang mencoret buku tapi tidak disediakan buku gambar.

Tapi, terkadang meskipun sudah disediakan fasilitas khusus, anak tetap lebih suka mencoret dinding. Entah kenapa. Heran akutuh.

Potensi itu akan sangat dahsyat jika terus dipupuk. Mereka diberi bimbingan untuk mengekspresikan imajinasinya. Mereka dibimbing bagaimana agar imajinasinya bisa dikreasikan menjadi novel, puisi, cerpen, lukisan, dan sebagainya.

Saya betul-betul melihat potensi luar biasa itu yang tersalurkan dengan baik. Di blog sasisabu.id misalnya, siswa sangat aktif berkarya. Dalam setiap webinar MediaGuru, selalu saja ada siswa yang bercerita bagaimana sebenarnya mereka ingin bisa menulis atau ingin bisa memiliki akses bebas ke berbagai bahan bacaan.

Pergumulan saya dengan sasisabu membuat saya semakin optimis bahwa masa depan Indonesia akan semakin gemilang. Anak-anak Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk terus dipupuk dan ditumbuhkembangkan. Mari kita dukung mereka untuk menjadi generasi hebat.

"Jangan pernah tanyakan kapan saya akan punya anak, tapi tanyakan kapan KUA akan buka" (Bukan John F. Kennedy).

Sumenep, 7 Desember 2020