Kalim Sugiyanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Cinta Sang Primadona

Cinta, kata “cinta” yang diucapkan oleh setiap insan yang sedang kasmaran, bagaikan surga yang tak pernah kenal neraka, karena hati yang selalu berbunga-bunga, hati yang mengembang berbalut dengan syair-syair cinta yang romantis dan bahkan menggombal. Hanya waktu yang bisa, buktikan cinta itu kekal dan abadi.

Heni, seorang cewek, adalah primadona pada sebuah desa, di lereng gunung Lawu. Cewek cantik ini, berperawakan semampai, kulit kuning langsat bersih, rambut panjang sepinggul hitam lebat, wajahnya yang imut, dan senyumnya yang selalu mengembang, membuat banyak orang terpana dan menyukainya.

Dia juga terkenal anak yang pintar, rajin bekerja, suka menolong sesamanya, keramahtamahannya membuat banyak orang bisa jatuh cinta, bila itu adalah orang yang menjadi lawan jenisnya, di usia yang memang sedang waktunya mencinta, mendamba, dan menggoda, untuk menjadikannya sebagai kekasihnya.

Seiring berjalannya waktu, Heni yang sedang belajar di kelas 2 SMA itu, sebagai remaja yang tumbuh normal dalam perkembangannya baik secara pisik maupun mentalnya, apalagi di sekolah dia termasuk siswa yang bertalenta dan berprestasi. Sering oleh sekolahnya ditunjuk untuk mengikuti lomba-lomba siswa berprestasi, dan hasilnya tidak mengecewakan, dia selalu membawa nama baik untuk sekolahnya.

Dengan lebel sebagai cewek cantik dan pintar serta ramah, membuat Heni terkadang juga menjadi sebuah dilema yang harus dijalani dalam memutuskan suatu pilihan. Banyak cowok yang menyukainya, dan tak sedikit pula yang gandrung dengannya. Pada tahun 1985 an, belum seperti jaman digital sekarang ini, komunikasi untuk mengungkapkan perasaan atau cerita, biasanya dilakukan lewat tulisan tangan, yang kemudian disampaikan melalui sebuah surat, karena masih jarang yang punya seluler, kalaupun ada berita dikirim lewat telegram, itupun jika benar-benar berita yang sangat penting.

Media surat, di waktu itu menjadi sarana yang sangat istimewa untuk berkomunikasi. dan waktu itu kertas-kertas untuk menulis surat, sudah tersedia dengan berbagai macam bentuk, warna, gambar sesuai dengan selera yang menulis surat, karena sudah tersedia pula amplopnya, yang notabene juga sama bagusnya dengan kertasnya, baik warna dan gambarnya, dan surat menyurat menjadi lebih indah, apalagi yang sedang jatuh cinta.

Pada jamannya, sebagai primadona, baik di desa maupun disekolahnya, tentu banyak sekali surat yang diterima Heni dari teman-temannya. Hampir tiap hari, ada saja surat yang ia terima. Baik itu yang langsung dari teman cowok, atau yang dititipkan melalui teman cewek, teman dekatnya. Dialah Ima, yang menjadi teman akrabnya semenjak kelas 1 SMA.

“Ini Heni ya?”, tiba-tiba suara seorang cowok yang duduk di depannya, bertanya kepadanya. Dengan agak malu, dia menjawab “iya”. Dia bingung, karena cowok yang satu ini, tidak pernah dilihatnya sebelumnya, dan tiba-tiba muncul makan bakso bareng, di kantin waktu istirahat. Heni yang biasa makan dengan karibnya Ima, tersentak pandangannnya, dalam hati berkata, siapa cowok ini?, ganteng juga dia.

Hari itu berlalu begitu saja, seperti hari-hari yang biasa, tanpa ada yang istimewa, hanya ada satu kata yang langsung menohok, menyebut namanya.Tanpa salam, tanpa perkenalan, langsung sebut nama. Memang, siapa sih yang gak tahu Heni, dia menjadi primadona di sekolah itu. Semua pasti kenal namanya.

Pertemuan waktu itu, betul-betul membuatnya terkesan, oleh seorang yang telah menohok namanya, rupanya dia tercuri hatinya. Pria yang tampan, tinggi, kalem, manis, dan berpenampilan rapi, serta kelihatan bersih. Dia cari tahu namanya kepada teman-temannya, namun belum juga mendapatkan, siapa nama cowok itu.

Banyak surat yang datang kepadanya, hanya diterima dan dilihat namanya saja, kadang kalu sempat sekali waktu dia membalas surat yang dibacanya. Namun hatinya tak bergeming sedikitpun, walaupun isi dari surat-surat yang diterimanya, kata-kata maupun syair-syairnya begitu bombastis, roamantis dan aduhai...

Pikiran dan hatinya, sementara terpana pada cowok yang yang telah menohok namanya di kantin siang itu. Seperti wanita normal lainnya, di usia yang sweet seventeen, rupanya dia sedang falling in love juga, seperti pada cerita sponsor, “kesan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda”.

Hari-hari berlalu begitu cepat, dilalui dengan penuh suka duka, baik dalam belajar, maupun kehidupan sehari-hari di rumah. Di rumah, Heni adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dan ia merupakan anak bungsu perempuan satu-satunya pula. Maka juga tidak heran, jika dia menjadi anak kesayangan keluarganya. Kakak-kakaknya juga menyayanginya dan menjaganya.

Pada suatu acara, peringatan hari ulang tahun kemerdekaan, Heni yang tergabung dalam organisasi karang taruna, mengikuti rapat yang diselenggarakan oleh ketua karang taruna dalam pembentukan kepanitiaan untuk malam puncak peringatan HUT Kemerdekaan RI. Ternyata pada acara tersebut, dia bertemu lagi dengan cowok, yang telah menohok namanya di kantin sekolah.

Dia kaget, wajahnya memerah, dan tertunduk malu, ketika cowok itu untuk kedua kalinya, sambil mengulurkan tangan dan menyapa “kamu Heni, ya?”. Dengan tegas Heni menjawab: “Ya, dan mas siapa?”, cowok itu juga menyebut namanya dengan gentlenya, “aku Santo, kakak kelasmu”. Seketika cowok itu langsung bergabung dengan teman lainnya, untuk mengikuti rapat kepanitiaan.

Setelah pertemuan pada acara rapat kepanitiaan, malam dia tidak bisa tidur, ada yang mengganggu pikiran dan batinnya. Seakan ia ingin mengetahui lebih jauh tentang cowok yang tadi bertemu dengannya. Dia kembali ke meja belajarnya, yang sebelumnya mengambil tumpukan surat-surat yang pernah diterima, dicarinya satu persatu surat, dia lihat nama pengirimnya, sampai selesai setumpuk surat tidak ada yang namanya Santo.

Kegalauan datang menjelang, angan-angan melayang kemana-mana, dalam hatinya juga berkata, apakah dia juga sama ya, perasaannya?. Esok hari di sekolah ia berharap bisa bertemu lagi. Harapan itu menjadi nyata, entah suatu kebetulan atau sudah direncanakan, ternyata sering ketemu di sekolah, saling pandang walaupun sekilas, dulu mungkin juga sering ketemu, tapi mungkin terabaikan jadi seperti tidak kenal, pepatah mengatakan “tak kenal maka tak sayang”.

Acara perpisahan untuk siswa kelas 3 SMA segera digelar setelah melewati berbagai prosedur. OSIS yang merupakan organisasi di sekolah, menjadi panitia untuk acara pelepasan tersebut. Heni pun juga tergabung sebagai kepanitiaan. Santo yang ternyata pemain gitar dari salah satu grup band SMA tersebut, juga hadir. Hal ini sebagai lem antara Santo dan Heni, untuk lebih sering bertemu.

Setelah Santo lulus dari SMA, ia melanjutkan sekolah polisi, dan diterima sebagai taruna di kepolisian tersebut. Posisi Heni, masih duduk di kelas 3 SMA. Ternyata benih-benih cinta antara keduanya, sudah mulai tumbuh di bangku SMA. Dengan surat-surat yang dikirimkan ke Heni, terkadang di balas kadang diabaikan. Kebetulan rumah Heni dan Santo juga tidak berjauhan, masih dalam wilayah satu desa, walaupun beda dukuh.

Pada suatu saat, Santo menyelesaikan pendidikan dan di dinaskan di daerah lain, setelah itu surat menyurat mengalir dengan deras. Kadang jika Santo pulang selalu menemui Heni, main ke rumah, untuk bersilaturahmi dengan kedua orang tuanya.

Setelah Heni lulus dan melanjutkan di salah satu perguruan tinggi negeri di Surabaya, dengan berani Santo mengungkapkan keinginannya dan menemui Heni, “Hen, bagaimana kalau aku melamarmu, aku tak menemui orang tuamu”. Heni menjawab dengan sangat hati-hati,” Saya belum siap untuk hal itu, saya masih harus menyelesaikan studiku”.

Setelah pertemuan itu, membuat mereka, mulai mengurangi komunikasi, baik lewat surat, maupun janjian untuk pertemuan, Heni sibuk dengan studinya, dan Santo sibuk mencari pujaan hatinya. Terdengar kabar bahwa Santo akan menikah dengan seorang wanita yang berasal dari daerah, dimana Santo bekerja. Bagai tersambar petir hati Heni, yang notabene masih mencintai Santo dengan tulus, walaupun banyak pria yang menggoda Heni, dan mengajaknya ingin menikah.

Tak kuasa meleleh air matanya, membasahi pipinya yang tirus, wajahnya yang imut, menjadi pucat, dan tubuhnya lunglai, lalu dia rebahkan tubuhnya, dan meminta petunjuk dari Tuhan, dia berdoa semoga ini keputusan yang terbaik untuk hidupnya.

Dalam keterpurukannya, Heni kemudian teringat nasehat kedua orang tuanya yang selama ini dia abaikan, walaupun dia memperhatikan dan mendengarnya. Orang tuanya hanya berkata ” kalau bisa jangan dengan yang ini”. Tiba-tiba kata tersebut muncul dengan jelas, seolah-olah menjadi pertanda. Benar apa yang disampaikan oleh orang-orang sholeh, “ridho orang tua, adalah ridho Allah, murka orang tua, murka Allah Juga”.

Dia betul-betul mengerti sekarang, apa yang dikatakan orang tuanya pada saat itu. Pada waktu Santo main ke rumahnya, orang tuanya menerimanya dengan baik, karena dia tamu, tapi setelah tahu bahwa anaknya ada rasa cinta, orang tuanya menasehatinya, dan kurang menyetujui hubungan antara Heni dan Santo, dikarenakan suatu hal. Namun pada saat itu orang tua Heni, tidak mau menjelaskan, biar nanti waktu yang akan menjawabnya. Dan hal itu sudah terjawab.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post