Sejak lima belas hari di alam ruh, masih berbentuk sehelai benang  sudah membuat seorang ibu harus berjuang mempertahankan  keberadaanya, setiap detak jantung pertanda perjuangan, setiap hembusan nafas tak berhenti berdoa, setiap langkah tak berhenti untuk berusaha, setiap bulan tak pernah absen ke dokter spesialis kandungan untuk memantau perkembangannya, hingga akhirnya lahir kedunia ini dipaksa dengan seperangkat alat yang begitu berkilauan pertanda teramat tajam.

      Setelah lahir membuat ibu lega, bahagia, setiap malam tidur bersama senandung shalawat, karena tangisan yang tak kunjung reda, setelah berkonsultasi ternyata kulitnya begitu sensitif tak dapat beradaptasi dengan popok sintesis atau bahasa kerennya Pampers, dengan santunnya dokter berkata:" Mohon maaf ibu..sepertinya putri ibu tidak cocok dengan pampersnya karena kulitnya sensitif." Seorang ibu harus berpikir cerdas demi buah hatinya, sepanjang perjalanan memikirkan bagaimana solusinya,  ternyata sejak bayi sudah terlatih untuk buang air kecil dan besar secara terjadwal tanpa Pampers( ditatur) dalam bahasa jawanya, sebelum tidur, tengah malam, dan bangun tidur, dan siapapun boleh mencoba, agar dapat menekan biaya hanya karena pampers, dan juga untuk melatih kedisiplinan sejak dini, meskipun kelihatan kecil dan sepele tetapi sangat bermanfaat sampai tumbuh menjadi anak-anak agar tidak ngompol.

        Tidak kurang-kurang seorang ibu dalam merawat, menjaga serta melindungi, cobaan masih harus dialami dengan keluar masuk rumah sakit, sampai pada puncak keputus asaan ibupun menangis sepanjang waktu pertanda rasa sayang tanpa batas, lagi-lagi dokter pun menasehati:" Ibu...jangankan kita hanya manusia biasa...Nabi Muhammad Saw itu lho manusia pilihan Tuhan, masih bisa sakit, yang penting kita berikhtiar, pasti akan baik-baik saja", ibu pun segera tersadar.

        Usia balita berlalu tibalah saatnya usia paud kebetulan lembaga RA berada di halaman rumah,  jika ngambeg Bu gurunya yang menghampiri,  sampai digendong, TK A, TKB, di akhir kenaikan tibalah saatnya naik kelas satu...dia berlari-lari menghampiri ibu  dan berkata:" Ibu..bolehkah aku mengajukan permohonan...dan tidak membuat ibu kecewa atau pun marah? dengan wajah seperti ketakutan, ya..boleh ada apa nak?" Tahun ini saya mengulang lagi di TK B karena aku belum lancar membaca nanti merepotkan Bu guru kelas satu, dan tentu pelajaran kelas satu pasti banyak dan lebih sulit dari pada di RA, Ibu pun manggut-manggut pertanda setuju, ingat pesan kakaknya yang terlalu kecil sekolah, meskipun tergolong cerdas tapi sering khawatir bahkan takut ketika menghadapi ujian, 9leh karena itu dari pengalaman agar adik nantinya sekolah dasar pada usaia matang atau tujuh tahun.

       Setahun kemudian berkat kesabaran Bu gurunya akhirnya lancar juga membaca, terima kasih nak, terima kasih Bu guru.. dengan usia tujuh tahun diapun mudah beradaptasi, tapi sayang, tiba-tiba Ibu dipindahtugaskan ke madrasah yang cukup jauh dari tempat tinggal. Terpaksa kami harus berpisah tak bisa jalan bareng, dengan kondisi terpisah tentu keduanya sama-sama kurang bahkan tidak nyaman, sering sakit, ibu pontang -panting harus menjalankan tugas sedangkan si kecil masih harus mendapat perhatian khusus.

        Pada suatu hari dia pun mengutarakan isi hatinya :" ibuk...seandainya saya berangkat bersama ibuk, apakah ibuk keberatan, atau  kesiangan dan membuat ibuk terlambat, dan merepotkan sampai dimarahi Kepala Madrasahnya?" Ibu pun berpikir ada apa gerangan? Ternyata naluri seorang anak dengan ibu ada ikatan batin yang sangat kuat, merasa nyaman, terlindungi, semula hanya sebatas, bangun bareng, persiapan bareng, cukup dititipkan pak bon sambil melintas:" titip ya Pak, langsung wussss.

       Ternyata belum cukup juga, akhirnya dia pun minta pindah sekolah, yah...demi keamanan, kenyamanan ibu pun mengiyakan, meskipun sepanjang perjalanan sambil tiduran karena kecapekan. Hampir sepanjang perjalanan, orang berkendara mulai sepeda motor, mobil, anak sekolah sampai Bapak dan Ibu yang melintas mengingatkan:" Bu....anaknya tidur", Bu...sepatunya mau jatuh..".

       Kelas dua hingga kelas tiga pertengahan hari-harinya begitu bahagia, canda tawa bersama teman sebayanya, kakak serta adik kelas mengajaknya bermain bersama, makan bersama, belajar bersama, tak terlukiskan karunia Tuhan berupa kesehatan dan kesempatan bermain bersama.

Dan tiba-tiba....tanpa di duga seolah sirna begitu saja, rasa bahagia itu harus tersimpan rapi dalam hati karena situasi dan kondisi tersebarnya virus Corona.

         Musim pandemi ...membuat kami seperti dilema,  jika berhenti mengaji tentu kami merugi karena tak pernah tahu kapan berakhir dengan berbagai alasan PPKM, siapa yang bertanggung jawab pendidikan generasi berikutnya.

 Ya Allah ...ya Tuhan kami...

Izinkan kami meneruskan perjuangan ini, lindungi kami dari segala marabahaya, yang merintangi jalan kami, Ridhai Kami dan jaga kami agar tetap di jalanmu yang benar dan lurus, tetapkan hati kami dari yang membolak balikkan hati, ampuni kami dari dosa-dosa kami agar kami menjadi golongan orang-orang yang selamat . Amiin