kasmadi74

Seorang guru yang mengajar di sebuah sekolah yang terletak dipinggiran jakarta. Mencoba belajar menuls. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Jangan Berhenti Melangkah

Jangan Berhenti Melangkah

Koh Abun menyambung cerita sore kemarin, masih ditempat yang sama. Ah, dia memang terlalu sederhana untuk disebut konglomerat. Humble, sederhana, cerdas dan merakyat.

"Sambung yang kemarin nih, Soleh. Jadi dia mengerjakan rumah itu asal-asalan. Tidak seperti biasanya. Padahal dia orangnya datil dan teliti, perfeksionisme" koh Abun semangat "menggibahi" bawahannya.

Saya sih mengangguk-angguk saja. Tapi jadi penasaran endingnya. Kenapa nih koh Abun tumben sekali menggibah, bawahannya pula. Salah satu tukang kepercayaannya.

"Singkat cerita, jadilah itu rumah. Si tukang itu menemui saya, Leh"

"Apa yang dia sampaikan, koh. Orang ini begitu istimewa buat koh Abun, ya?" Saya berselidik sambil memandang raut wajah koh Abun. Mulai tampak kerutan di wajahnya meski belum banyak. Sebelas duabelas dengan saya. Maklumlah generasi tujuh puluhan.

"Yah, dia salah satu pegawaiku yang istimewa. Namun diakhir masa kerjanya mengecewakan" wajah sedihnya seperti Nobita yang ditinggal pergi Doraemon.

"Loyalitasnya tidak diragukan, kreatifitasnya luar biasa. Tapi saat diujung pengabdiannya dia merasa pekerjaannya selama ini sia-sia. Keangkuhannya karena merasa paling berjasa. Kebaikannya selama ini diabaikan. Hal itulah yang membuatnya tersandung, kebaikannya dimataku menjadi tidak berguna, Leh!"

"Meski begitu, Leh ..... " suaranya tertahan

"Aku masih memberinya penghargaan, rumah yang dia bangun selama kurang lebih empat bulan itu kuhadiahkan untuknya, Leh" koh Abun menunjukkan foto rumah tersebut.

Saya terbelalak takjub. Andaikan itu rumah saya. Wow.....

Koh Abun memang terkenal kedermawanannya. Rumah sakit yang dia bangun tidak jarang menggratiskan kepada pasiennya terutama yang berkategori ekonomi lemah. Untuk masyarakat sekitar rumah sakit yang satu RW diberikan kartu layanan gratis.

"Lantas bagaimana tanggapannya, koh?" Tanya saya lagi.

"Dia menangis, Leh. Ada tiga hal yang dia tangisi, Leh. Pertama dia menangis karena telah berprasangka tidak baik pada Tuhannya dan aku sebagai bosnya. Tangisnya yang kedua, dia menyesal karena telah bersikap bahwa kebaikannya sudah terlalu banyak. Nah tangis yang ketiga, dia menyesal melakukan pekerjaan terakhirnya dengan asal-asalan, dia tidak rahu bahwa rumah yang dia kerjakan untuknya" jelas koh Abun mantab.

"Cerita ini buat pelajaran kita berdua, Leh" koh Abun mengalihkan pandangannya ke arah saya.

"Berapa tahun lagi pensiun jadi guru, Sahabatku?" Pertanyaannya mengejutkan.

Saya tersenyum.

"Lima tahun lagi, koh" jawab saya mantab.

"Saya berharap kamu bisa ambil hikmah dari cerita tukang saya. Bahwa kebaikan, profesionalisme itu harus dijunjung sampai detik-detik kita berhenti dari pekerjaan kita. Mana tahu kebaikan, loyalitas dan semangat berkeadaban dalam bekerja yang mana yang Tuhan balas seketika. Tidak perlu berharap pada manusia. Jangan lelah untuk tetap menujukkan kualitasmu sebagai guru meskipun besok mau pensiun!"

Kata-katanya menghujam jantung saya. Seketika saya merenung. Benar apa yang dikatakan koh Abun. Jangan pernah merasa puas atas apa yang sudah dilakukan. Jangan pernah berhenti melangkah untuk berbuat kebaikan atas namaNYA meskipun besok mau pensiun. Tunjukkan saja kualitas diri sebagai teladan kepada generasi berikutnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post