khairiyati

Teruslah menulis....mana tahu di antara tulisan kita bisa mengispirasi dan memotivasi orang lain... ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kekuatan Doa Ibu

Kekuatan Doa Ibu

#64

Perempuan paruh baya itu masih belum percaya dengan apa yang ia saksikan, sungguh pemandangan yang tidak pernah terpikirkan olehnya, jangankan untuk memikirkannya memimpikannya saja ia tidak berani. Bukannya apa-apa, karena keadaan yang membuatnya tidak ingin berharap dan menghayal terlalu tinggi. Akan terasa sangat menyakitkan bila impian itu tidak menjadi kenyataan di kemudian hari.

Kalau ditanya hatinya yang terdalam, ia akan jujur mengatakan bahwa ia memang menginginkan apa yang terjadi hari ini.

Dirinya yang seorang buruh cuci, dengan penghasilan yang hanya cukup untuk biaya makan sehari-hari, ia tidak berani berharap yang muluk-muluk untuk kesuksesan anaknya. Baginya anak-anak sekolah sampai tamat SMA itu sudah merupakan hal yang luar biasa, karena toh pada akhirnya mereka juga akan diminta untuk membantunya bekerja menyangga kehidupan ekonomi bersama-sama.

Anak-anaknya pun menyadari sepenuhnya keadaan dan keinginan ibu mereka. Mereka mendengarkan saja dengan baik apa yang disampaikan ibu mereka.

“Nak… kita tidak sama dengan keluarga temanmu Diki, seperti langit dan bumi perbedaan hidup kita. Orang tuanya sangat gampang mewujudkan semua keinginan anaknya, memanjakan buah hatinya dengan hal-hal yang bersifat keduniaan. Sementara ibu hanya mampu menyediakan makanan dan kebutuhan harian kita saja. Itupun hanya yang biasa.” Begitu jawabannya ketika suatu sore lanangnya mengungkapkan keinginan untuk meneruskan pendidikan bila ia telah tamat SMA.

“Tapi mak… Hanafi ingin kehidupan kita bisa mengalami perubahan nantinya, apakah karena Hanafi anak seorang buruh cuci tidak boleh berharap tertalu tinggi, tidak boleh bercita-cita seperti mereka?” suaranya terdengar bergetar menekan perasaannya.

“Mak mengerti dengan keinginanmu nak… tetapi cobalah engkau mengerti dengan keadaan kita, dan mak juga minta maaf belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi kalian,” jawabnya pilu. Ia tidak ingin menangisi takdir yang telah ditetapkan untuk keluarganya. Tetapi permintaan anaknya membuat perasaannya terasa tercabik-cabik, di tengah ketidak berdayaannya.

Lamunannya terhenti manakala sebuah tepukan lembut menyentuh bahunya. “Mak… mak diminta untuk maju ke panggung untuk menemani abang,” bungsunya berucap sambil menunjuk arah di mana anak laki-lakinya tengah berdiri gagah di atas panggung. Ia berdiri dan membetulkan pakaiannya, lututnya gemetaran begitu menuruni tribun ini dan gemuruh di dadanya semakin kuat saat kakinya semakin dekat dengan tempat anaknya berdiri. Akhirnya ia berhasil berdiri di samping anaknya. Lewat suara di mikropon terdengar kalau kehadirannya di atas panggung besar ini karena anaknya berhasil menorehkan prestasi yang sangat baik. Kakinya semakin gemetar dan pandangan matanya mulai bias terhalang oleh bulir-bulir air mata yang tak terbendung lagi, sebuah pelukan hangat dari buah hatinya menambah perasaannya kian tidak menantu.

“Terimakasih mak… untuk doa dan perjuangannya selama ini sampai mengantarkan Hanafi sampai ke titik ini, “ sayup terdengar suara anaknya diantara suara tangisan mereka berdua.

Payakumbuh, 04-03-2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga ada jalan untuk Hanafi melanjutkan pendidikan nya

05 Mar
Balas

Terharu, cerpennya keren sukses selalu bunda

04 Mar
Balas

Terimakasih bunda..sukses juga untuk Bunda

05 Mar



search

New Post