Khairul Bariyyah

Lahir, besar, dan sekolah di Kabupaten Batubara. Melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Negeri Medan dan saat ini masih berjuang menyelesaikan program Pascasa...

Selengkapnya
Navigasi Web
Amplop

Amplop

Kadang-kadang, kesal itu muncul manakala makanan menumpuk di rumah. Penumpukan ini terjadi disebabkan hajatan yang terjadi di waktu bersamaan. Hajatan itu dapat berupa pesta nikahan, khitanan, aqiqah dan ulang tahun. Belum lagi ditambah dengan makanan dari tetangga yang kenduri ataupun wirit. Sudah dipastikan, makanan banyak, orang yang memakan tidak ada. Dibagi ke tetangga? Mereka pun tak jauh berbeda dengan ku.

Aku heran, kenapa sih setelah lebaran, orang ramai-ramai mengadakan pesta? Jawaban logis nya karena selama Ramadhan terhalang puasa dan bulan Syawal adalah bulan yang baik. Pesta di satu hari yang sama ini yang buat tragis. Kantongku robek (tetangga sebelah juga sepertinya sama). Kalau orang yang pesta menonjok aku, maka isi amplop minimal background biru. Kalau teman dekat, warna merah yang keluar. Kalau tetangga biasa-biasa saja, terjadi kolaborasi manis antara si hijau dan si ungu. Mau ngasi ungu, kok kayaknya gak tega.

Aku ingin teriak sebenarnya. “Kenapa banyak banget yang pesta ya Allah….?”. Tidak ada kewajiban hadir di dalam peraturan pertetanggaan, tapi di kampungku, terdengar saja suara musik keyboard, artinya sudah harus bertanya, “Si polan ada acara apa?”. Aku bersyukur jika suara tersebut hanya orang yang sedang karaokean ataupun hanya acara arisan keluarga, artinya isi dompet tidak akan terkuras.

Hajatan dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada yang kuasa atas karuniaNya terhadap sesuatu. Orang yang diundang menghadirinya memberikan kontribusi berupa hadiah ataupun uang, untuk menghargai yang punya hajatan. Ada yang untung, ada yang rugi. Untung dikategorikan jika biaya modal hajatan lebih kecil daripada pendapatan dari amplop. Tingkat kehadiran seseorang terhadap hajatan orang lain berpengaruh terhadap “untung” tersebut. Rajin menghadiri hajatan alias sering nyumbang, maka banyaklah amplop yang akan di dapatkan. Sebaliknya selalu absen terhadap pesta orang lain, dan amplop tidak di titipkan, maka rugi pun akan di tuai.

Tradisi untung dari pesta ini tidak terjadi di semua daerah. Di daerah pesisir pantai, tempat kelahiran kedua orang tua ku, orang yang mengadakan pesta dipastikan rugi. Masyarakat sekitar menganggap pesta terjadi sebagai bentuk rasa syukur, banyak uang dan tidak perlu di sumbang. Amplop yang diterima yang punya hajatan lebih sering kosong atau mendapatkan nominal yang di bawah standar harga Nasi Padang. Padahal menurutku, orang pesta banyak juga yang berhutang di grosiran. Setelah selesai hajatan baru di bayar. Nah, kalau rugi bagaimana membayar hutangnya?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post