Khairul Bariyyah

Lahir, besar, dan sekolah di Kabupaten Batubara. Melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Negeri Medan dan saat ini masih berjuang menyelesaikan program Pascasa...

Selengkapnya
Navigasi Web
Rewang

Rewang

Rewang adalah tradisi masyarakat di desa, dalam bentuk gotong royong untuk membantu tetangga ketika menggelar hajatan acara seperti acara pernikahan, sunatan, aqiqh, pesta ulang tahun dan arisan keluarga. Pekerja rewang sebagian besar berasal dari sekitar rumah yang berdekatan. Ada yang bertugas mendandang, memasak nasi dalam jumlah besar di dandang, ada yang mencuci ayam ataupun daging lembu, ada juga yang bertugas racip-racip (mengupas dan mengiris) baik bawang, kentang, cabe dan lain sebagainya.

Baik pria maupun wanita, bahu membahu membantu. Mulai dari memasak untuk yang ibu-ibu, mendirikan tenda dan mempersiapkan acara bagi bapak-bapak, dan menyajikan hidangan ntuk muda mudinya.

Seluruh warga yang ikut bergabung dalam rewang, tidak ada yang mendapatkan upah. Mereka hanya “dibayar” dengan makanan yang dikirimkan ke rumah masing-masing sebagai ucapan terima kasih.

Ketika jam makan siang, makan bersama merupakan sebuah kenikmatan tersendiri. Makan bersama yang membuat selera makan meningkat. Semula, aku yang sudah kenyang, tanpa terasa menghabiskan banyak nasi dan lauknya karena makan sembari bercerita dengan tetangga.

Tradisi ini menurutku, meningkatkan hubungan kekeluargaan sesama tetangga. Menjalin silaturahmi satu dan yang lainnya, melalui kumpul dan kerja sama. Hal ini menjadi momen bertukar cerita maupun pengalaman masing-masing. Misalnya aku, sudah lama tidak ngobrol dengan kak Lis, tetangga dekat rumahku yang anak lelakinya pernah bekerja di sekolah sebagai staf tata usaha. Darma namanya. Kini ia menganggur sambil kuliah di perguruan tinggi swasta di kota lain. Melalui kak Lis, aku tau beberapa kabar yang tidak sampai ke telinga ku. Lumayanlah, menambah pengetahuan (bukan bahan ghibahan ya…)

Dalam masyarakat di desa ini (aku kurang paham dengan desa lain), ikut serta dalam urusan rewang merupkan suatu keharusan, minimal hanya menunjukkan wajah saja ke tetangga lain (Tetangga paham kalau aku bekerja). Hal ini bukan hanya kepentingan bersama saja, akan tetapi ada peraturan tidak tertulis, jika seseorang tidak ikut rewang, maka ketika ia punya hajatan, maka orang lain tidak kan datang membantu di tempatnya juga. Untung ada mertua cantikku, yang selalu memberi alarm rewang. hehehe

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Bunda. Semoga ada berkah. Salam literasi!

20 May
Balas

Betul..., Bunda. Tradisi rewang ini memperkuat silaturrahmi. Di desa-desa tradisi ini masih ada. Tapi.., kami di kota Medan tradisi ini hampir punah. Orang pesta sekarang pada umumnya memesan cateringan. Selain tempat memasak yang sudah semakin sempit, orang-orangnya juga semakin sibuk bekerja. Sayang sekali jika tradisi ini harus hilang termakan waktu. Tulisan yang apik, Bunda. Salam literasi dari Medan. Semoga Bunda swhat, bahagia dan suskes selalu. Barakallah.

26 May
Balas

Keren, sukses selalu untuk Ibu

26 May
Balas

Terimakasih pak

26 May
Balas



search

New Post