Seorang anak berseragam putih merah, mengayuh sepeda di jalanan berbatu. Perlahan tapi pasti, akhirnya ia sampai di sekolah. Tas ransel tersangkut di kedua bahunya. Diparkirkan nya sepeda itu dibawah sebuah pohon rindang didepan kelas. Ia melangkah menuju kelas setelah memperhatikan sepedanya beberapa saat.

Anak lelaki itu bernama Habib. Putra kedua dan satu-satunya lelaki dikeluarganya. Ia akan menjadi kepala keluarga segera setelah usianya cukup.

Sepeda adalah impian nya. Rupiah demi rupiah di kumpulkannya dan dimasukkan kedalam kaleng tabungan. Uang pemberian dari orang-orang yang kasihan padanya. Ya, kasihan, diusia yang belum beranjak 8 tahun, ayah hebatnya, berpulang ke Rahmatullah karena Covid 19.

Ayah, orang yang paling hebat di keluarganya. Menurut Habib, beliau bisa apa saja, mekanik serba bisa, ahli dalam memperbaiki mobil, crane, sepeda motor dan sepeda.

Ayah juga adalah orang yang membelikan sepeda pertama kali kepada Habib. Sayangnya, sepeda pertama itu berakhir di teras dapur, karena sudah beberapa kali diperbaiki tetap tidak berganti status menjadi baik.

Sepeda yang sekarang, sepeda penuh perjuangan. Karena sepeda itu dibeli bukan dikasi. Ia harus menunggu uang terkumpul, agar sepeda baru muncul di rumah.

Setiap hari, sepulang sekolah, ia bisa bermain ke rumah teman dan pergi mengaji ke rumah Buya dengan sepeda. Tidak harus merepotkan ibu ataupun nenek, mengantar, menunggu dan menjemput. Ia juga bisa membantu ibu, jika ibu menyuruhnya membeli sesuatu ke warung, dengan sepeda.