Masihkah Kau Ingat Gurumu?
Masihkah kau ingat gurumu? Dia sosok berdahi lebar dengan garis kerutan di wajahnya. Bertangan dingin dan berpandangan dalam. Tatapannya tajam meneduhkan. Senyum tulusnya seperti embun. Sejuk menenangkan. Semangatnya tak mudah luntur hanya sekadar hujan yang mengguyur. Tak kering mengabdi hanya karena musim berganti.
Tak perlu diingkari, memang sudah tak muda lagi. Tak seperti dulu, saat kau melihatnya pertama kali. Kulit berangsur keriput, tapi jiwa mudanya tak beringsut. Kau seakan melihatnya sebagai orang yang sama. Tak berubah. Ia tetap sebagai guru meski berpuluh waktu berlalu. Kau tetap akan merasakan perasaan yang sama. Seperti saat pertama kali ia menyapamu tempo dulu itu. Kalem. Adem.
Ia seperti orang yang tak peduli jarak. Puluhan kilometer baginya hanya sejengkal. Jarak yang panjang bukanlah halangan. Tak akan ia hiraukan. Sekadar menempuh dua atau tiga kilometer menuju rumahmu. Baginya, seperti berjalan selangkah dengan mata terpejam. Jika kau lama tak sekolah, Ia akan gelisah. Bagaimana kamu? Sakitkah? Kenapa? Ia akan terus bertanya. Tak ada yang membuatnya bahagia, kecuali melihatmu kembali ke sekolah.
Pengabdiannya seperti tanpa batas. Tak masalah gunung atau lembah. Terpencil atau pinggiran. Kota atau desa. Bertebar fasilitas atau serba terbatas. Baginya, sekolah ladang pahala. Gerbang menuju surga. Jalan curamnya adalah tantangan. Taman indahnya adalah ujian. Tak peduli itu, ia menjalaninya tanpa ragu.
Kau merasa seakan selalu dalam dekapannya. Dekat dan erat. Sehangat dekapan orangtua pada anaknya. Membuatmu berarti hingga kau merasa terlindungi. Senyumnya hingga kini masih terukir di hati. Senyum yang mengajakmu datang menghampiri. Menyapa, lalu mencium tangannya. Wejangannya teduh, membuatmu tak risi untuk mengadu. Petuahnya bijak, membuatmu seakan enggan untuk beranjak. Kau tetap ingin di situ, hingga terjawab semua keraguanmu.
Masihkah kau ingat gurumu? Dia yang biasa bercerita tentang rahasia kecil bahagia. Dia yang mengajakmu bercengkrama tentang masa depan ceria. Dia yang mendorongmu untuk selalu berlatih menjadi pribadi linuwih. Dia yang selalu mendukung agar kau memiliki jiwa linuhung. Dia yang mengajakmu tak hanya berpikir tentang rasa, tapi jiwa. Mengajarkanmu bagaimana memanusiakan manusia.
Dia yang mengajarkanmu tak hanya hitam putih, namun juga pelangi yang mengisi hari-hari. Yang membimbingmu tak hanya mengeja aksara, juga rahasia makna. Dia yang tak sadar membuatmu menangis, merindu orangtuamu. Membuatmu selalu ingin ke rumah dan mencium kakinya. Gurumu mengajarkanmu tanggung jawab dan adab, agar hidupmu bermartabat.
Dia yang mengajarkanmu tentang indahnya berbagi. Tak mementingkan diri sendiri. Ada bukan sebagai masalah tapi solusi. Karena, banyak hal tak bisa dilakukan sendirian. Banyak hal tak bisa terlaksana kecuali bersama. Banyak hal hanya bisa kita dapatkan dengan berbagi. Karena mungkin, apa yang kita tak ada, mereka ada. Atau, apa yang mereka tak ada, kita ada. Dengan berbagi kita seakan punya segalanya.
Masihkah kau ingat gurumu? Dia yang berkawan angin dan debu jalan. Dia yang biasa menyapa kabut putih dan embun pagi. Dia yang rela menembus malam melewati jalan gunung berliku hanya untuk membersamaimu. Hanya agar kau tersenyum bahagia melewati kegiatan malammu di sekolah.
Akhirnya kau juga akan meninggalkan sekolah. Meninggalkan biru putihmu untuk berganti abu-abu. Menyisakan kenangan dalam tawa, senyuman, gurauan, dan segalanya di sini. Di sekolah ini. Dalam setiap ruang dan sudutnya, kenanganmu masih ada di sana. Kau pun akan masuk dalam duniamu yang baru. Entahlah setelah itu, masihkah kau ingat gurumu? (*)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Subhanallah, tulisan luar biasa. Masih ingat sekali, Pak Guru Khalid. Guruku nan luhur berbudi, membekas di hati, tinggalkan jejak terpatri. Dahi lebarnya guratkan kesabaran, ingatkan hati kami akan selaksa kesalahan. Kulit keriputnya tak lagi mulus, membawaku melayang pada sentuhan lembut tanganya nan halus. Masih kuingat jelas derap langkahnya berpacu dengan waktu, tegap berdiri di depan kelas sambut pengincar ilmu. Dekap kami dengan senyum hangat, salurkan energi sambut pagi dengan semangat. Guruku, sumur kang tinimba lumaku.
Dekap kami dengan senyum hangat, salurkan energi sambut pagi penuh semangat.
Masyaallah, Bu Sri Ayu Sipah. Luar biasa tenan iki. Jazakillah khairan, ulasannya indah tanpa keriput. Barakallah.
Masyaallah, Bu Sri Ayu Sipah. Luar biasa tenan iki. Jazakillah khairan, ulasannya indah tanpa keriput. Barakallah.
Tidak banyak tulisan yang indah susunan katanya dan sekaligus mampu menyentuh hati. Bagus sekali, Pak.
Salam kenal, Pak Ichsan Hidajat. Sukses selalu. Jazakallah khair wa barakallah
Alhamdulillah, tulisan yang luar biasa, Barokallah terus berkarya dan berbagi Pak
Terima kasih Gurunda Ahmad Syaihu. Jazakallah khairan.
Masih Pak...semoga.. Tulisan yang indah dan menyentuh hati. Kereeen....barakallah Pak Khalid..
Saya juga masih, Bu Marlupi. Jazakillah khairan wa barakallah.
Aku masih ingat guruku pak Sutrisno orangnya penyayang kapada murid, sabar membimbing kami. Dia Telah tiada do'aku untukmu.Barakallah saudraku
Semoga berkah-Nya selalu atas guru-guru kita. Mereka adalah pahlawan sebenarnya. Terima kasih telah mampir di gubuk saya, Pak Legimin Syukri. Barakallahu laka wa ahlaka.