Tak peduli siapa, manusia bisa saja tergelincir dalam setiap amalnya. Tipu daya Iblis jauh lebih halus dari tepung terhalus sekalipun. Terkadang manusia lupa, berbangga diri dengan amalnya, takabur, dan entah tanpa sengaja sering merendahkan sesama. Ia lupa bahwa ia adalah manusia yang pasti akan kembali ke tanah.

Seorang berilmu tinggi bisa terjerumus dalam arogansi. Lupa diri bahwa ilmu titipan Ilahi. Setetes pengetahuan dalam samudra-Nya tak berarti apa-apa, untuk apa berbangga. Segudang prestasi dan capaian akademiknya tak sedikit pun bisa membantu, jika Tuhan menghapusnya di ujung waktu. Wahai orang berilmu, janganlah tertipu!

Seorang dengan harta melimpah, kadang lupa bahwa harta sewaktu-waktu akan musnah, berganti nestapa dan derita di akhir hidupnya. Harta yang dulu bagaikan raja, berkuasa atas segalanya, bisa berubah menjadi malapetaka. Harta bisa berbalik arah mencampakkannya ke dalam jurang kehinaan paling curam. Wahai orang berharta, jangan lupa berbagi sebelum hartamu lepas dari kendali.

Seorang penguasa tak jarang bangga dengan kekuasaannya. Merasa mampu menciptakan hukum dan aturan. Sementara, hukum Tuhan dianggap tak layak mengatur alam. Hidup dalam kepongahan, merasa lebih hebat dari Tuhan. Hukum buatannya dianggap ideal, hukum Tuhan menurutnya sudah tak zaman. Tak sadar diri bahwa setiap jiwa pasti akan kembali. Setiap kekuasaan pasti akan terhempas. Hanya Tuhan pemilik kekuasaan tak terbatas.

Seorang ahli ibadah kadang berbangga dengan ibadahnya, menganggap orang biasa begitu rendah di hadapannya. Padahal, bisa jadi dia (orang biasa itu) jauh lebih mulia dengan amal-amalnya yang tak kentara di hadapan manusia, tapi begitu nyata di hadapan-Nya.

Aduhai, jika saja manusia mengerti dan memahami sejak dini, tipu daya Iblis tak banyak berarti. Jika saja sadar tipu daya Iblis selalu membayang, tentu pahala amal tak akan melayang. Karena, kadang Iblis membunuh manusia dengan amalnya sendiri tanpa disadari. (*)