Khalimatus Sa'diyah

Nama : Khalimatus Sa'diyah Alumnus IAIN Sunan Ampel tahun 1992 Alumnus Universitas Negeri Malang tahun 2009...

Selengkapnya
Navigasi Web
Analogi Inspiratif - Semut dan Madu

Analogi Inspiratif - Semut dan Madu

Saat pembelajaran Akidah di kelas XI agama, bu Fatimah mengajak anak-anak untuk menyaksikan tayangan video sebagai apersepsi. Tentu saja anak-anak sangat antusias mengikuti tayangan tersebut.

Di awal tayangan video itu terlihat ada sebuah pohon yang sangat besar. Di atas pohon itu ada sarang lebah yang terlihat menguning dari lubang-lubang sarang lebah tersebut. Sesekali ada kepala lebah yang tampak seperti mau keluar dari sarangnya. Begitu seekor lebah bisa keluar dari sarangnya, maka lebah-lebah yang lainpun ikut beterbangan di sekitar sarang itu.

Tanpa disengaja sarang lebah itu tergoyang dan menyebabkan setetes madu jatuh di atas tanah. Aroma manisnya madu itupun tercium oleh seekor semut kecil. Dengan bergegas semut tersebut mencari dan mendekat ke tempat setetes madu. Sampailah semut kecil itu di tepi madu yang tampak kuning mengkilat dan pekat.

Perlahan-lahan, semut kecil mencicipi madu sedikit demi sedikit. “Hmmm... manis sekali madu ini”, sambil memperhatikan kanan-kirinya, semut merasa seakan ingin beranjak hendak pergi. Entah apa yang ada dalam hati semut kecil itu, ia pun mundur beberapa langkah. Mungkin semut kecil ini ingin mengajak kolega-koleganya. Namun rasa manis madu sudah terlanjur memikat hatinya. Dia pun kembali untuk mencicipi lagi, sedikit saja. Setelah itu barulah dia akan pergi. “Tapi…. Aku masih ingin mencicipi madu ini lagi” kata semut sembari bergerak ke tengah madu. Semakin ke tengah, semakin terasa manis, hingga ia lupa dengan teman-temannya. Karena ketidakpuasannya, semut kecil itu berpikir “kenapa tidak sekalian saja masuk dan menceburkan diri agar bisa menikmati manisnya madu ini, lagi dan lagi?”

Karena sudah terpikat oleh rasa manisnya madu, maka diputuskanlah niatnya untuk masuk ke dalam kubangan madu yang pekat itu. Maka masuklah sang semut, tepat di tengah tetesan madu. Ternyata apa yang terjadi? Badan mungilnya malah tenggelam penuh madu, kakinya lengket dengan madu, dan tidak mampu lagi bergerak. Dengan sekuat tenaga ia berusaha mengguling-gulingkan badannya, semakin terguling ke dalam kubangan madu semakin lengket tubuhnya. Rasa berat menggerakkan tubuh dan kakinya, hanya kepalanya yang masih tampak sedikit bergerak. Malang nian, dia terus seperti itu hingga akhir hayatnya. Mati dalam kubangan setetes madu.

Dari tayangan itu, bu Fatimah bertanya kepada anak-anak “Apakah yang anak-anak ingin sampaikan tentang seekor semut dan madu tersebut?”

Si Rozi menjawab “Semut itu terlena dengan manisnya madu”

Faiz menambahkan “Semut nya serakah bu”

Si Nisa’ menyela “Madunya mematikan”

Bu Fatimah mulai menjelaskan bahwa apa yang dicontohkan dalam video tadi, ada pelajaran yang sangat berharga dalam hidup kita.

Semut diibaratkan dengan manusia. Sementara madu diibaratkan dengan kenikmatan dunia. Kenikmatan dalam kehidupan dunia yang memikat para pecintanya. Siapa orangnya yang merasakan kenikmatan dunia itu hanya sedikit saja, maka dia akan dapat menikmatinya. Namun jika orang itu selalu ingin memuaskan dirinya dengan kenikmatan dunia, maka dia akan terjebur dalam kenikmatan dunia yang fana ini, sifatnya hanya sementara, tidak abadi. Dia akan selalu berambisi untuk memenuhi kepuasannya. Akhirnya, dia rela tenggelam dalam kenisbiannya dan bahkan sampai akhir hayatnya. Demikianlah analogi sederhana tentang dunia dan pecinta dunia, sebagaimana diperumpamakan dalam sebuah pepatah Arab yang artinya: "Hakikat apa-apa dari kenikmatan dunia melainkan bagai setetes besar dari madu. Maka siapa yang hanya mencicipinya sedikit, ia akan selamat. Namun siapa yang menceburkan diri ke dalamnya, ia akan binasa."

Sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الأرْضِ

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi jangan lupakan bagianmu di dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi…..” (Q.S. Al Qashash ayat 77)

Di akhir pembelajarannya, bu Fatimah menyampaikan bahwa analogi ini sangat tepat untuk memberi nasehat kepada kita sebagai manusia yang hidup di dunia ini. Janganlah dunia yang sedikit dan sementara ini membuat kita mengorbankan akhirat yang jauh lebih banyak dan kekal. Semoga Bermanfaat

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post