Khatijah, S.Pd

Khatijah adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMPN 1 Tapen Bondowoso Jawa Timur. Menulis adalah hal yang menjadi hoby. Kegiatan menulis yang pal...

Selengkapnya
Navigasi Web

Air Mata Emak

Air Mata Emak

Oleh: Khatijah

Gerimis belum juga reda. Rinainya justru menjadi lebih kerap dan lebih keras jatuhnya. Emak memandangi langit. Warna abu-abu yang menggantung memenuhi ruangan besar itu menutup warna lazuardi. Degup jantung Emak semakin kencang. Wajah keriputnya berbalur rona cemas tak berkesudahan.

“Kenapa belum juga datang. Sebentar lagi hujan deras,” keluhnya sambil menatap jalan kecil tak beraspal di depan rumahnya.

Wanita berumur itu bernapas panjang. Di telinganya masih terngiang ucapan putri semata wayangnya Rahmi. Anaknya yang sudah tidak muda lagi itu berjanji akan datang hari itu. Katanya dia akan berlibur dari pekerjaannya. Sudah tak terhitung berapa tahun, dia tidak pulang menjenguk ibunya yang sudah renta. Berita itu akan mengobati kerinduan emak bertahun-tahun. Emak masih menunggu. Hatinya sangat khawatir. Jangan-jangan ada sesuatu yang membuat Rahmi belum juga datang.

Emak sudah menyiapkan semua masakan kesukaan anak kesayangannya sejak pagi. Sayur brongkos dan tempe bacem sejak pagi sudah tersaji di meja makan sederhana. Berkali-kali Emak membuka tutupnya, takut makanan itu dikerubuti semut.

“Emak, Selamat Hari Ibu ya, Mak.” Sebuah ucapan tiba-tiba mengawali videocall melalui ponsel milik Wanda, anak tetangga sebelah.

Emak tidak tahu apa itu Hari Ibu dan tidak ingin menerima ucapan itu. Sebab yang dia ingin hanya kedatangan Rahmi. Kerinduan yang menghuni hatinya bertahun-tahun tak bisa tergantikan dengan ucapan itu.

“Jadi, kamu gak jadi pulang, Nduk?” tanya Emak di sela-sela derai air matanya.

“Maafkan Rahmi, ya Mak. Ternyata Rahmi tidak mendapatkan izin. Ini akhir tahun, Mak. Pekerjaan di kantor sangat membutuhkan Rahmi.”

Ucapan Rahmi bagai petir menyambar dan memburaikan air mata Emak. Wanita renta itu, tak bisa berkata-kata. Dia hanya diam membisu seraya memandangi wajah putrinya. Ditumpahkannya rindunya lewat gawai di gemetar tangannya. Ingin sekali dia memeluk Rahmi yang menurut perasaannya masih kecil serupa saat masih di dekapannya.

“Sudah ya, Mak. Rahmi buru-buru mau ke kantor.” Rahmi mengakhiri panggilan videonya.

Emak hanya mengangguk. Kasih sayangnya tak lekang oleh hujan. Hanya derai air mata yang terus membasah di pipi keriputnya. Tak henti matanya menatap masakan yang gagal disajikan buat putri tercintanya.

Jember, 28 Desember 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Emak memang luar biasa. Tiada keluh kesah kepada anak-anaknya. Salam sehat dan sukses selalu. Terima kasih telah mengunjungi sriyonospd.gurusiana.id untuk SKSS dan berbagi kebaikan.

31 Dec
Balas

Mantap. Keren ceritanya

28 Dec
Balas

Terima kasih, ya

31 Dec



search

New Post