Khatijah, S.Pd

Khatijah adalah guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMPN 1 Tapen Bondowoso Jawa Timur. Menulis adalah hal yang menjadi hoby. Kegiatan menulis yang pal...

Selengkapnya
Navigasi Web
Serpihan Cinta di Langit Saga

Serpihan Cinta di Langit Saga

Serpihan Cinta di Langit Saga

Part 11

Oleh: Khatijah

“Nduk, kamukah yang lagi sakit? Bapak bilang ada gadis yang sedang pingsan.” Perempuan kurang lebih berusia lima puluh tahun itu mengelus pundak Ratih.

“Benar Bu,dia baru saja sadar,” sahutku sembari memandang wajah Ratih yang sangat kuyu.

“Kasihan sekali. Biarlah dia istirahat di sini. Nanti bisa tidur sama Melati. Sini, Nak, kamu kenalan dulu sama Mbaknya.” Perempuan itu menanggapi ucapanku.

Gadis kecil yang dipanggil itu mendekati Ratih yang duduk berdampingan dengan perempuan yang mungkin ibunya itu.

“Namanya siapa buk?” tanya gadis kecil itu.

Mata Ratih tampak berbinar ketika disapa oleh gadis kecil yang kira-kira berusia sebelas tahun itu.Dia mencoba mengembangkan senyumnya. Lalu gadis kecil itu memegang tangan Ratih.

“Namanya siapa, Nduk?” tanya perempuan itu. Jari-jarinya menyisir rambut ratih yang tidak beraturan.

“Ratih.”

Jawaban Ratih nyaris tidak terdengar oleh siapa pun yang sedang di beranda itu. Permpuan itu, mengangguk-angguk seolah masih bingung dengan jawaban Ratih.

“Ratih, Bu.” Dewanda menegaskan seraya berdiri hendak perpamitan meninggalkan tempat itu. Sementara dari dalam rumah Pak Haji Iskak membawa sebuah nampan kecil berwarna coklat tua. Bentuknya bundar. Di atasnya sebuah teko dan beberapa cangkir. Lalu diletakkannya di meja kayu yang ada di dekat balai-balai yang sedang diduduki oleh Ratih serta dua perempuan pemilik rumah.

“Duduk dulu, jangan buru-buru! Ini masih sore, kok.” Pak Haji menahan Dewanda yang sudah berdiri siap berpamitan. Dituangnya air dari dalam teko. Uapnya menebarkan aroma teh wangi yang sangat menggoda.

Dewanda pun mengikuti permintaan Pak Haji. Laki-laki yang telah menolongnya itu, megulurkan satu cangkir berisi teh panas kepada Dewanda. Dilanjutkan satu lagi diletakkan di depan Ratih.

“Mel, di meja dapur tadi masih ada kacang dan kentang rebus. Ambil ya! Bawa kemari. Kasihan, Mbaknya sama Masnya tampaknya capek sekali.” Perempuan yang dipanggil Buk itu memerintah gadis kecilnya.

“Ayo, minum, Nak! Biar agak seger!” Perempuan itu menyodorkan secangkir the kepada Ratih.

Tangan Ratih bermaksud menerima cangkir itu. Namun, dia masih lemah. Gemetaran tangannya dilihat oleh perempuan yang masih memegang cangkir berisi teh panas itu. Serta-merta cangkir itu ditariknya lagi. Lalu perlahan didekatkannya ke bibir Ratih. Ratih pun berusaha meminum teh itu satu teguk.

“Mbak, Melati kupaskan kentang ya!” Gadis kecil itu mengambil sebutir kentang di dalam piring yang dibawanya, sebelum meletakkannya di dekat Pak Haji.

Sedikit demi sedikit, gadis kecil itu menyuapkan kentang ke dalam mulut Ratih. Semula Ratih merasa mual mau muntah, tapi dipaksanya menelan makanan yang seharian tak menghuni perutnya itu.

Bondowoso, 1 Desember 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post