Khitotun Nadimah,S.Pd.

Guru di SD Negeri Pasarbatang 01 yang selalu tertarik dengan hal-hal baru, terutama berkaitan dengan literasi. Belajar dan terus belajar adalah motto hidup saya...

Selengkapnya
Navigasi Web
BUDAYA LITERASI DI KALANGAN PELAJAR
Dokumentasi Fieldtrip SDN Pasarbatang 01

BUDAYA LITERASI DI KALANGAN PELAJAR

BUDAYA LITERASI DI KALANGAN PELAJAR

Oleh : Khitotun Nadimah

Budaya Literasi merujuk pada kemampuan seseorang untuk membaca, menulis, dan memahami teks tertulis. Budaya terjadi dari kebiasaan dan pembiasaan yang dilakukan seseorang sehingga menjadi bagian dari kesehariannya. Hal ini juga berlaku di kalangan pelajar kita. Literasi dasar seperti membaca, menulis serta memahami teks tertulis amatlah penting. Menguasai literasi dasar bagi pelajar akan bermanfaat dalam kemampuan memahami materi yang diajarkan guru dengan lebih mudah. Hal penting berikutnya adalah mampu mengaplikasikan kompetensi literasi dasarnya dalam kehidupan sehari-hari.

Pembudayaan literasi di kalangan pelajar perlu dihidupkan dan dikembangkan secara optimal. Para guru, perlu memotivasi peserta didik secara khusus agar mereka berhasrat meningkatkan kualitas membaca, dan menulis dalam ruang pembelajaran. Para guru dalam komunitas pendidikan perlu menciptakan budaya literasi yang kuat. Belajar literasi juga bisa dilakukan di mana saja, tidak harus selalu dilakukan di dalam kelas.

Salah satu kegiatan berliterasi yang dilakukan oleh peserta didik SD Negeri Pasarbatang 01 Brebes dengan diadakannya fieldtrip yang diramu sedemikian rupa agar tercipta kegiatan berliterasi di luar sekolah. Proses literasi yang demikian secara kontekstual sangat mendasar untuk mencapai tujuan berliterasi yang menyenangkan dan tidak monoton.

Literasi perlu dibudayakan dalam dimensi pendidikan anak-anak bangsa. Pengertian budaya terkait dengan rangkaian tradisi yang membentuk kebiasaan dan cara pandang tertentu dalam sistem kemasyarakatan, baik di tingkat lokal maupun nasional global. Budaya literasi sekolah terkait dengan tradisi membaca dan menulis menyenangkan di kalangan pelajar. Kemampuan pelajar dalam literasi terbentuk dari hasrat kuat dalam menyampaikan pesan, pertama-tama melalui ungkapan lisan, kemudian beralih pada tulisan, dan cara membaca rangkaian huruf, gambar, atau pun simbol-simbol lain yang dapat dipahami.

Warisan peradaban literasi diturunkan dalam aneka tulisan, mulai dari cerita mitos, mantra, aneka pesan, puisi, prosa, hingga tulisan yang berisikan kajian, dan analisis atas peristiwa-peristiwa yang dialami manusia. Warisan aneka tulisan membentuk budaya literasi. Literasi dalam banyak bentuk merupakan representasi suara atau kata-kata dengan huruf. Rangkaian huruf membentuk kata-kata, yang berisikan pesan tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan oleh para penutur dan penulis. Aneka pesan lisan dan tertulis, baik yang eksplisit maupun implisit membentuk literasi pemahaman seseorang atas kalimat-kalimat yang tersingkap.

Dalam membudayakan literasi, Steckel (2022) mendorong agar para guru mengenal pribadi, minat, potensi, pengalaman sosial, dan budaya para murid. Sesungguhnya, para murid adalah pembaca potensial. Dukung dan rayakan setiap upaya pelajar untuk mengembangkan hasrat, dan meningkatkan stamina untuk membaca. Para guru perlu menunjukkan bahwa betapa berharga buku-buku yang dibaca, berbagi gagasan, dan bekerja sama dalam memaknakan suatu hal.

Dalam keluargapun anak-anak sejak kecil sudah belajar berinteraksi, dan secara alamiah menggunakan literasi percakapan saat berjumpa dengan orang terdekat di sekitarnya, misalnya kakek,nenek, orangtua, saudara kandung, dan teman sebaya di sekitar rumah. Proses pembudayaan literasi akan berkembang baik jika, pihak keluarga ada kebiasaan bercerita, mendongeng, membacakan kisah-kisah yang menarik bagi anak-anak. Selain itu, relasi teman sebaya turut membentuk pola literasi komunikatif di antara mereka hingga masuk sekolah.

Para pelajar di sekolah sejak dini belajar menghidupkan budaya literasi dengan dididik, dilatih, dan dibiasakan menggunakan bahan-bahan bacaan, dan tulisan yang dapat dipercaya. Kunjungan perpustakaan yang terjadwalkan dapat memicu peserta didik untuk membudayakan Gerakan literasi di sekolah. Guru dapat menjadi fasilitator dalam literasi pelajar, melalui aktivitas mendongeng, membacakan puisi, menuliskan cerpen, atau membuat opini, esai, dan jurnal.

Para guru perlu memberikan teladan membaca, menulis, dan menghidupkan budaya literasi guna memperkuat pesan pengaruh yang dapat menggerakkan para murid melakukan hal yang sama, bahkan bisa jadi lebih dari ekspektasi yang dibayangkan. Budaya literasi, akan semakin dipermudah dengan adanya majalah sekolah, newsletters, mading (majalah dinding), aneka lomba menggambar, puisi, esai, menyanyi, drama, deklamasi, pidato, debat, dan sidang akademi.

Sebagai catatan akhir, penulis menyimpulkan bahwa menghidupkan budaya literasi sangat penting dan mendesak. Para pendidik perlu memberikan motivasi, dan teladan baik kepada para peserta didik, supaya mereka pun bersemangat dalam mengembangkan budaya literasi. Peranan para guru sangat sentral dalam menganimasikan keadaan, dan mendorong para pelajar mengaktualisasikan kemampuan literasi mereka dalam wadah formatif yang tersedia. Semoga dengan peran aktif para guru, budaya literasi di kalangan pelajar meningkat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semangat berliterasi,Bu.

03 Mar
Balas



search

New Post