AYAH IBU, JANGAN ANGGAP MEREKA TIDAK TAHU
Untuk membunuh jenuh menunggu kedatangan dokter di sebuah klinik gigi, saya membolak-balik satu-satunya majalah yang ada di ruang itu hingga kumal. Setelah itu saya berdiri ke sudut yang lain. Ada yang terlewatkan. Di sudut yang lain ruangan itu terdapat tumpukan surat kabar yang lumayan tinggi. Saya menyesal tidak melihatnya sejak tadi.
Dengan penuh semangat, saya mengambil dua bendel surat kabar. Saya telusuri kolom demi kolom untuk mencari berita yang menarik. Karena saya anggap tidak ada yang menarik, saya pun mengambil bendel yang lain. Harian kota yang saya pegang memang cukup lama, karena edisi terbitnya bulam Maret lalu. Namun mata saya tertumbuk pada sebuah berita yang mencengangkan. Sebuah kasus yang menurut saya perlu mendapat perhatian khusus. Tambahan pula kasus itu terjadi di sebuah sekolah dasar di kota tempat saya tinggal. Wah, saya benar-benar ketinggalan berita.
Dalam berita itu diceritakan ada dua pelajar SD berperilaku tak senonoh pada teman perempuannya. Dua bocah ingusan itu menyeret teman perempuannya ke kamar mandi. Di kamar mandi salah satu bocah laki-laki membuka celananya sendiri kemudian ia menyuruh teman perempuannya itu memegang organ vitalnya. Tak cukup sampai di situ ia bahkan bermaksud melakukan penetrasi tetapi gagal karena ia tak tahu tempatnya. Saya terbelalak. Bagaimana ini bisa terjadi? Yang lebih membuat saya sport jantung ternyata ketiga bocah itu baru duduk di kelas satu SD. Bayangkan! Anak sekecil itu, dengan usia rata-rata tujuh tahun, berperilaku seks seperti layaknya orang dewasa. Tubuh saya gemetaran. Napas saya tersengal-sengal. Terasa berlolosan tulang-tulang saya. Kejadian itu berlangsung di jam sekolah, di sebuah sekolah dasar yang ada di kota kecil pula. Astaghfirullahalazim…
Masih kelanjutan berita itu, guru yang menanyai si pelaku mengaku bahwa apa yang dilakukannya itu meniru orang tuanya. Saya membaca istighfar berkali-kali ikut menyesalkan apa yang terjadi.
“Bu, kalau tidak siap periksa hari ini, ibu silakan datang besok,” kata perawat yang duduk di depan saya. Mungkin dia menganggap saya beristighfar berkali-kali itu untuk menutupi kegugupan saya bertemu sang dokter gigi. Padahal…
“Oh iya, oh tidak, ya Mbak, besok saja saya kesini lagi,” kata saya setengah terbata-bata.
“Koran edisi Maret ini boleh saya minta? Ada artikel penting di dalamnya,” kata saya lagi.
“Silakan, wong sudah kedaluwarsa kok Bu,” jawabnya.
Saya kemudian pergi ke sebuah kedai untuk membeli minuman hangat. Tenggorokan ini jadi sangat kering setelah membaca berita tadi.
Sambil menyeruput teh hangat, saya ingat salah satu teori belajar yang cukup populer. Teori belajar itu dikemukakan oleh salah seorang ahli teori belajar sosial, yaitu Albert Bandura. Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Dengan kata lain, pada umumnya kita belajar sesuatu dengan cara meniru perilaku orang lain. Teori ini saya rasa berlaku umum. Orang dewasa pun sering belajar sesuatu melalui meniru. Apalagi remaja atau anak-anak.
Kembali ke kasus di atas, jika bocah pelaku pelecehan seksual itu telah mengakui bahwa dia berlaku demikian karena meniru ayah ibunya, maka sebetulnya si anak tidak bersalah seratus persen. Orang tuanya punya andil besar dalam kasus tersebut. Karenanya, kehati-hatian orang tua dalam hal apapun perlu ditingkatkan. Apalagi untuk urusan seksual. Islam menganjurkan agar anak tidak sesukanya keluar masuk kamar ayah dan ibunya. Aturan itu berlaku terutama sehabis subuh, setelah zuhur, dan setelah isya. Ketika anak berusia tujuh pisahkanlah tempat tidurnya dari ayah dan ibu. Dikhawatirkan pembicaraan penting dan aktivitas yang bersifat pribadi diketahui oleh anak. Ayah dan ibu, jangan anggap mereka tidak tahu apa-apa karena masih kecil. Justru karena mereka masih kecil, daya tangkap dan daya ingat mereka luar biasa mengagumkan. Apa yang dilihat dan didengar, begitu mudah mereka ingat untuk kemudian mereka tirukan. Semoga kasus tersebut menjadikan para orang tua lebih berhati-hati dan senantiasa memberikan contoh yang baik untuk anak-anak. Save our generation!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Hmm serem yah mba...semoga ga ada lagi anak yang seperti itu, pendidikan sexs pada usia dini pun perlu, namun ada saja kendalanya. Terkadang anak malahan sebaliknya, diberitahukan yang salah atau tidak boleh, ehh..malaham mencoba melakukakannya..naudzubillah..
Teori Pemodelan dr Bandura, digunakan utk penanaman sikap. Keteladanan dr guru sangat penting krn usia anak PAUD, TK, SD msh dominan utk meniru. Mereka jg blm paham benar konsep benar dan salah, boleh atau tidak. Utk kasus yg dikemukakan mb Koen mmg sangat memungkinkan terjadi. Orang tualah yg sangat berperan disini utk berhati-hati berperilaku. Sepertinya diklat parenting penting jg ya. Terima kasih mbak Koen, sdh diingatkan kembali.
Ya benar bu, anak lebih banyak belajar dengan cara meniru...kalau yang ditiru baik insha Allah baik, tapi kalau yang ditiru tidak baik? Miris saya bu.. Terima kasih komentarnya bu Ari..
astagfirullahal adzim.....benar-benar kecerobohan yg berdampak luar biasa...
astagfirullahal adzim.....benar-benar kecerobohan yg berdampak luar biasa...