BERBUSANA SERONOK, SERONOK BUAT YANG MELIHAT
Kata seronok acapkali diartikan tabu, tak pantas, atau tak senonoh. Konotasi negatif seakan melekat pada kata itu. Padahal makna sebenarnya tidak demikian. Seronok artinya menyenangkan hati atau sedap dilihat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Khusus untuk judul tulisan ini, setelah saya pertimbangkan, kata seronok itulah yang paling representatif.
Mengenai busana yang seronok, artinya busana yang sedap dilihat. Jenis busana semacam ini mudah kita temui ketika ada acara hajatan. Di acara hajatan tersebut para tamu akan menggunakan busana terbaik menurutnya. Ketika saya datang ke hajatan, biasanya saya selalu terkagum-kagum melihat perkembangan fashion yang dahsyat. Meskipun saya tinggal di kota kecil tapi untuk urusan fashion, masyarakatnya tak mau ketinggalan. Saya yakin itu karena pengaruh teknologi yang semakin canggih. Melalui ponsel, di manapun kita berada, kita bisa melihat model baju yang sedang tren saat ini. Kemudian kita tinggal pesan secara online, jadilah baju yang kita inginkan berada di tangan kita hanya dalam hitungan hari. Tak perlu keluar rumah, cukup gesekkan jari kita, gaya berbusana kita sudah pasti selalu up to date. Bukan main…
Persoalannya, kadang para pengikut tren busana itu tidak mau peduli dengan kondisi tempat tinggalnya atau lingkungan masyarakat di sekitarnya. Lebih parah lagi ia tak mau melihat kondisi dirinya sendiri. Cocokkah ukuran baju itu dengan bentuk tubuhnya, sesuaikah model baju itu dengan kepribadiannya, acapkali itu tak dipedulikan. Akibatnya, orang lain yang melihat merasa rish atau malu (padahal tidak ikut memakainya).
Begini, daerah tempat tinggal saya cukup dingin karena memang berada di daerah pegunungan. Secara logika, baju yang cocok digunakan untuk masyarakat daerah pegunungan adalah baju tertutup atau baju dengan lengan panjang. Namun kenyataannya tidaklah demikian. Kian hari, busana yang dipilih terutama oleh para ibu dan remaja putri, kian tak sesuai dengan kondisi tempat tinggal kami yang sering kali bersuhu di bawah 20 derajat celcius tersebut. Contohnya ya ketika di hajatan itu. Saya memilih datang ke hajatan usai magrib. Mengapa demikian? Selain memang waktu yang paling longgar adalah usai magrib, waktu itu pas dengan makan malam. Walaupun tamu di jam sekian sangat ramai, namun saya suka memilih datang di waktu itu. Usai magrib, tamu yang datang di hajatan pasti membludak. Saya biasanya memanfaatkannya untuk mengamati busana para tamu tersebut. Luar biasa. Semua model busana bisa kita lihat di sana. Mirip lomba fashion hanya minus panggung dan karpet merah. He he he..
Busana yang dikenakan para tamu pun bermacam-macam. Pandangan saya jelas tertuju pada para ibu dan remaja putri. Itu karena busana para bapak dan remaja putra umumnya itu-itu saja. Kemeja atau kaus, tak ada perkembangan yang berarti. Hanya berganti warna dan motif. Coba amati gaya berbusana kaum perempuan. Sangat dahsyat. Meskipun semua berbaju kebaya, namun ada belasan model yang berbeda. Mulai dari yang pendek, panjang, tanggung, longgar, ketat, transparan, pokoknya lengkap sekali.
Namun keprihatinan sering muncul manakala melihat perempuan berbusana yang terlalu seronok. Bagaimana tidak seronok. Baju yang dipakai sangat sedap dipandang mata, utamanya mata kaum Adam. Baju seronok itu umumnya sangat ketat, hingga bentuk tubuh tergambar jelas. Sudah ketat begitu, minim pula. Sangat pendek, bahkan bisa dikatakan kekecilan untuk ukuran tubuh orang dewasa. Warnanya pun terang-benderang. Itupun masih dibumbui dengan gaya berjalan yang melenggak-lenggok bak peragawati. Akibatnya, jelas mata yang memandang juga senang karena dapat pemandangan indah, gratis pula. Lebih parah lagi, busana itu dipakai untuk datang ke acara hajatan. Di acara hajatan itu, ada ratusan pasang mata yang siap menangkap pemandangan itu. Jika sudah demikian, biasanya saya hanya bisa beristighfar. Yang ekstrem, pemakai busana itu juga tak peduli terhadap cuac!. Di malam yang dingin menggigit, kok ya tega berbusana yang sedemikian minim? Kok ya tidak kedinginan? Apa ya tidak masuk angin? Apa tidak sayang jika kulit yang mulus itu dihinggapi nyamuk?
Ternyata tren berbusana seronok itu tidak hanya saya jumpai di hajatan. Di keseharian, di kampung-kampung marak remaja berbusana mini. Rok mini, celana mini, kaus mini, kaus tanpa lengan, atau kaus berlengan tapi berlubang di punggung. Ada juga kaus lengan panjang tapi berleher rendah. Baju model demikian digunakan keluar rumah tanpa sungkan…ya ke warung, ke pasar, atau sekadar jagongan di depan rumah. Bahkan ketika pergi entah ke mana dengan mengendarai sepeda motorpun, si pengendara itu tetap memilih berbusana minim. Jadilah lengan dan pahanya itu terpanggang panas matahari. Cantik-cantik tapi kakinya belang, hitam…
Sering juga saya lihat ada seorang ibu dengan anaknya berbaju kontras. Si ibu berhijab tapi si anak dibiarkan berbaju mini. Entah pikiran si ibu supaya anaknya bisa mengikuti mode terbaru entah bagaimana. Saya benar-benar tak habis pikir. Bagaimana seorang ibu membiarkan anaknya berbusana terbuka semacam itu. Celakanya, si ibu juga tidak merasa risih dengan gaya berbusana si anak. Malah kadang saya jumpai ibu dan anak sama-sama memakai busana yang minim. Sepertinya berbusana semacam itu sudah umum, biasa, si pemakai juga tidak merasa canggung atau malu. Bagaimana ini? Para suami dan bapak kok ya membiarkan istri atau anaknya pamer tubuh di depan orang lain? Nanti kalau anak atau istrinya dilecehkan tidak terima. Kalau ada yang menjamah, marah.
Dalam filsafat Jawa dikenal ungkapan yang sangat memukau. Ajining raga saka busana. Artinya, tubuh/diri seseorang itu dihargai dari busana yang dikenakan. Seseorang yang dapat memilih busana dengan tepat dan cerdas, akan dihargai oleh orang lain. Nah sekarang, bila para remaja putri dan kaum ibu berpakaian hanya karena mode, tidak peduli pada etika dan kesantunan berbusana, tak heran jika mereka tidak dihargai oleh orang lain. Jangan-jangan maraknya kasus pelecehan seksual, pencabulan, dan pemerkosaan, salah satu faktor penyebabnya adalah cara berbusana yang memang mengundang syahwat kaum lelaki.
Setiap wanita ingin tampil cantik. Tapi untuk terlihat cantik, perempuan tidak perlu mengorbankan tubuhnya. Perempuan tidak harus menuruti mode busana yang sedang tren. Perempuan jangan menjadi korban mode yang ujung-ujungnya menjadi santapan manis buat si hidung belang. Justru perempuan harus cerdas dalam memilih busana yang ia pakai. Seorang ibu/ ayah harus mengingatkan bahkan melarang anak perempuan/istrinya berbusana terbuka. Apalagi bila ia seorang muslim. Aturannya sudah jelas. Perempuan wajib menutup auratnya. Dengan menutup aurat, perempuan insha Allah akan terlindungi. Dengan mau peduli terhadap gaya berbusana/penampilan anak-anak kita, berarti kita telah menutup satu pintu kehancuran untuk diri sendiri dan generasi kita. Save our generation.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Dengan mau peduli terhadap gaya berbusana/penampilan anak-anak kita, berarti kita telah menutup satu pintu kehancuran untuk diri sendiri dan generasi kita. Save our generation. Setujuuu ... :)
Setahu saya sih, perempuan lebih tahan cuaca dingin ketimbang laki-laki. Lihat saja, saat cuaca dingin, laki-laki akan berjaket, kalau perempuan banyak saja yang santai dengan pakaian minim. He he he. Ya Allah, hindarkan aku dan keluargaku dari hal seperti itu.