BETAPA TAK MUDAH MENAPAK USIA SENJA
Menjalani hari-hari bersama seseorang yang telah berusia hampir 80 tahun memang bukan hal yang mudah. Dibutuhkan kesabaran berlapis-lapis dalam menghadapi perilaku, keinginan, dan keluh kesahnya. Bila usia telah menapaki senja, maka manusia akan dikembalikan seperti asalnya. Menjadi seperti anak kecil lagi. Ia menjadi lebih sensitif, lebih ingin diperhatikan, dan lebih banyak melakukan hal yang kadang menurut kita kurang lazim.
Ada banyak kebiasaan dan pula hidup yang dirasa tak biasa. Sebagai contoh, nenek saya tidak suka bila saya membersihkan kamarnya. Padahal menurut kita, kebersihan kamar itu sangat penting. Baju yang terbengkelai harus dilipat kembali kemudian dimasukkan dalam lemari. Tas, dompet, obat-obatan, dan pernak-pernik lain akan terlihat rapi bila ditata di tempatnya.
Seperti juga sore itu. Senyampang saya senggang, saya bermaksud membenahi kamar nenek.Tapi, maksud baik saya untuk menata kamar itu selalu ditolak mentah-mentah oleh nenek.
“Aku akan kesulitan mencari barang-barangku, sudah biarkan saja,” katanya selalu, setiap kali saya hendak membereskan sekaligus membersihkan kamar itu.
“Tapi Nek, kamar itu harus dibersihkan, kalau tidak dibersihkan, bisa jadi sarang debu, nyamuk, dan kuman,” saya berusaha meyakinkan nenek agar diperbolehkan membersihkan kamar yang sudah tidak sedap dipandang itu.
“Kamu belum jadi tua. Belum bisa merasakan. Kalau bajuku kamu masukkan ke lemari, tanganku yang linu ini tidak bisa mengambilnya. Kepalaku pusing untuk mendongak terlalu lama. Lalu, dompet itu, kalau kamu masukkan ke laci, aku juga kesulitan menggeser lacinya. Kalau si Ais dan Lili mau berangkat sekolah, repot aku nyari uang untuk sangunya. Satu lagi, tas-tas itu aku biarkan tergantung di situ untuk menghargai pemberian kakekmu, pemberian Bu Kamituwa, dan yang cokelat itu kenang-kenangan dari walimuridku dulu…,”
Panjang sekali penjelasan beliau…
“Itu, baju kakekmu jangan sampai kau sentuh. Biarkan begitu. Supaya aku selalu merasa kakekmu di sampingku. Nanti kalau aku kena kuman penyakit, ya kamu obatkan saja. Kan gampang,” imbuhnya.
Saya tak lagi berniat menjawab perkataan nenek saya. Beliau masuk kamar itu, duduk perlahan kemudian mencoba berbaring.
“Duh Gusti, mau tidur saja kok susah. Badan ini sakit semua,” katanya sambil mengangkat kakinya ke atas ranjang. Saya amati dari luar. Rasa iba merayapi hati.
Ah, ternyata betapa tak mudahnya menapak usia senja. Ketika antara keinginan dan fisik tak lagi bisa sejalan, antara kemauan dan kemampuan tak lagi berbanding lurus, ketika semua nikmat mulai dikurangi satu per satu… tentu itu tak mudah. Saya bersyukur masih memiliki nenek. Bagaimanapun kondisi beliau saat ini, betapa kadang begitu sulit memahami jalan pikirannya, namun saya sangat menyayanginya.
Saya perlu belajar lebih bersabar dalam menghadapi nenek. Saya harus terus berusaha memahami jalan pikirannya yang seringkali berbeda dengan saya.
Pagi harinya nenek mengeluh. Bangun tidur, beliau tampak basah kuyup oleh keringat. Saya sempat panik.
“Aduh, aku kenapa ya, aku sakit apa ini?” Katanya setelah duduk di sisi ranjang.
“Kenapa Nek? Apa yang Nenek rasakan?” perasaan saya mulai diliputi kecemasan.
“Setiap bangun tidur, badanku ini basah oleh keringat. Rasanya panas semua, bagaimana ini?”
Saya diam sesaat. Saya amati ranjang nenek. Penuh sesak. Saya hitung bantal yang ada di atas ranjang itu. Ada sembilan bantal dan dua guling. Ada bantal untuk kepala, bantal untuk kaki, dan bantal untuk tangan. Sementara dua guling itu ditata di sebelah bantal untuk menggantikan posisi kakek. Dua selimut tebal tergolek manis di atas guling. Untuk penutup badan, nenek menggunakan dua selimut. Selimut tipis untuk badan, sedangkan selimut tebal untuk kaki.
Setelah pengamatan saya selesai, saya tak kuasa menahan senyum. Saya elus pundak ringkih itu, berusaha menenangkannya.
“Insya Allah Nenek tidak sakit,” kata saya kemudian.
“Maksudmu? Kamu pikir aku berbohong?” nenek mulai emosi. Ah gawat, bisa naik tekanan darahnya nanti. Saya dekap tubuhnya yang kurus itu.
“Lihat kamar ini, sangat hangat, bahkan terlalu hangat. Yang pasti, bangun tidur nenek berkeringat dan merasa panas itu ya karena kegerahan. Sepertinya bukan karena penyakit tertentu,”
“Masak iya?” nenek seolah tak percaya dengan perkataan saya. Akhirnya beliau menengok ke sekeliling ranjang. Cukup lama beliau mengamati tempat tidurnya itu. Tak lama kemudian, nenek tersenyum lebar. Tak satupun gigi yang tampak. Saya jadi ikut tersenyum.
“Ya, tolong, nanti bersihkan kamar ini ya. Tapi ingat, harus di bawah pengawasanku, nanti kamu singkirkan semua benda-benda kesayanganku,” setelah berkata demikian, nenek langsung menghabiskan satu gelas penuh air putih yang saya sodorkan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga sehat selalu ya neneknya
Degereratif dong bu. Sunatullahnya mulai terjadi pada usia 32-an.
Jadi ingat Mbah Uti Bu, ngglenik sekali pernyataannya menuntut kesabaran luar biasa. Di satu sisi kukagumi kecintaannya membaca AlQur'an hingga 3 kali setiap Hari. Btw, very good writing.
Subhanallah...Bu Khoen Anty cucu yang sangat sayang kpd neneknya...suatu saat kl jd nenek insyaAllah jg akan disayang cucunya, luar biasa...
Seperti angka..dalam tombol hp. Dari 1234567890.... Sepertinya. Perjalanan hidup seperti ini. Tadinya tak bisa apa2... Akhirnyapun jua. Sip.. Ingatkan tuk sabar. Bu. Salam
Sayapun pernah mngalami hal yang sama, mengurus nenek yg sudah uzur dan pikun. Ekstra sabar insyaallah akan mnjadi ladang ibadah. Semangat bu...
Nggeh bu, orang tua adalah ladang ibadah untuk kita, semoga kita dimudahkan...semangat!