CANDU ITU BERNAMA GAME ONLINE DAN KOMIK NAKAL
Hati-hatilah bila menjumpai tanda-tanda berikut pada anak atau siswa kita. Sebab tanda-tanda berikut memang membahayakan baik fisik maupun mentalnya. Saya telah menemukan tanda-tanda itu muncul pada beberapa siswa di kelas.
Umumnya, ketika pembelajaran pagi hari berlangsung, terutama sebelum jam 12 siang, para siswa antusias dalam menerima materi. Namun saya amati ada beberapa siswa yang bersikap sebaliknya. Saya cermati hal itu telah berlangsung selama beberapa kali pertemuan. Selalu demikian.
“Kamu sakit?” Tanya saya pada Fero. Ia tampak lesu. Tangannya bersedekap di atas meja. Kepalanya diletakkan di atas kedua tangannya tersebut. Ia tampak terkejut mengetahui saya sudah berdiri di sampingnya.
“Ti-tidak Bu,” jawabnya pelan. Matanya terlihat merah. Wajahnya terlihat kusam seperti orang yang kelelahan karena beberapa hari tidak tidur. Fero kemudian saya ajak ke kantor. Karena kebiasaannya tidur di kelas pada jam 3-4 (sekitar pukul 8.00-9.30), saya jadi ingin tahu pemicu kebiasaannya tersebut.
“Biasanya sepulang sekolah apa yang Fero lakukan?” Tanya saya mengawali interogasi pagi itu.
“Setelah makan main hape Bu,” jawabnya polos.
“Wah, pasti sudah banyak pesan yang masuk ya…,” kata saya menimpali.
“Tidak juga Bu,” jawabnya singkat
“Berapa lama main hape sepulang sekolah?” Tanya saya lagi
“Tidak tentu Bu,”
“Baiklah, lalu belajarmu jam berapa biasanya?”
“He..he he..,”
Dia hanya tertawa mendengar pertanyaan saya. Itu artinya dia tidak belajar. Sesekali dia menguap.
“Lha itu kamu sudah mengantuk lagi, apa belajar sampai larut malam?”
“E…tidak Bu,” jawabnya lagi
“O…kalau malam tidur jam berapa kok sepagi ini sudah mengantuk?”
“Tidak tentu Bu,” jawabnya lagi. Gemas saya mendengar jawaban-jawaban singkatnya. Saya tahu saya harus lebih bersabar jika ingin tahu kebenarannya.
“Walau tidak tentu, kan ada patokan kebiasaan to Fer? Biasanya kamu tidur jam berapa?” Pancing saya lagi.
“Ya, iya sih Bu,”
“Nah kalau begitu biasanya kamu tidur jam berapa?”
“Hmm, jam satu malam Bu,” jawabnya kemudian.
“Wah, betah melek kamu ya,…lha tadi katamu belajarmu tidak sampai larut malam, lalu apa yang kamu lakukan?”
“ Saya insomnia Bu,” jawabnya. Saya agak terkejut mendengarnya. Insomnia di usia belasan tahun? Rasanya kok janggal ya.
“Oh, maaf, saya tidak tahu. Lantas apa yang kamu lakukan kalau sulit tidur?”
“Main hape Bu,” jawabnya singkat.
“Emmm, berarti Fero pulang sekolah main hape, malam sebelum tidur juga main hape. Lha di antara waktu bermain hape itu berarti shalat dan belajarmu sudah terlaksanakan ya?”
“Emmm, tidak juga Bu,”
“Maksudnya?”
“Ya belajar dikit, shalat dikit,” katanya.
“Kalau belajar dikit saya paham, kalau shalat dikit itu yang bagaimana ya? Apa dari empat rekaat kamu jamak jadi dua rekaat? Kan tidak sedang berpergian?”
Dia tersenyum kecut.
“Ya shalatnya jarang Bu,” katanya kemudian.
Saya tersenyum. Mau bilang jarang shalat saja diganti shalat dikit, bisa saja….
“Kalau belajar dikit, shalat dikit, lalu waktumu di rumah kamu gunakan untuk membantu ayah dan ibu ya?”
“Emm, tidak juga Bu, mbantu ayah ibu juga dikit,” jawabnya.
“Lalu apa yang kamu lakukan?”
“Hmmm main hape Bu,” jawabnya lagi
“Maksudnya?”
“Ya main hapenya yang banyak…yang lain dikit,” jelasnya
“Oooo, bolehkan saya meminjam hapemu?”
“Tidak ada yang aneh-aneh kok Bu…,”
“Iya saya percaya, kalau saya tidak boleh melihat bagaimana kalau saya panggil waka kesiswaan?” Saya mulai mengancam. Ancaman itu kadang memang diperlukan untuk membuktikan sesuatu.
Setelah beberapa saat menunggu, dikeluarkanlah hape dari saku celananya.
“Buka sekalian kuncinya,” kata saya.
Setelah kunci terbuka saya membuka hape itu di depannya. Tampaknya aman.
“Baikah, kalau megang hape apa yang kamu sukai? Mencari artikel atau apa?”
“Saya suka main game dan baca komik Bu,” katanya
“O, game online?”
“Iya Bu,”
“Komik apa yang kamu baca?”
“Komik Jepang Bu..,”
“Komik Jepang? Sinchan apa Naruto?” Dia diam saja. Hape masih saya pegang. Saya buka riwayat pencarian. Ada kata komik di situ.
“Ohya kalau begitu main game dan baca komik berapa lama?”
“Ya gantian Bu, capek ngegame saya baca komik,”
“Berarti berapa lama kamu main hape?”
“Ya dari pulang sekolah, makan, istirahat bentar hapean lagi. Kalau pas seru ya sampai malam Bu,” jawabnya. Berarti dia tidak insomnia tapi kecanduan sesuatu yang ada di ponselnya. Yaitu komik dan game. Saya jadi penasaran tentang komik yang dibacanya.
“Tiap hari membaca komik dan main game berjam-jam apa tidak bosan?”
“Tidak Bu…,asyik soalnya,”
Karena penasaran, saya tekan tombol buka untuk komik yang dibacanya. Mata saya terbelalak. Bukan main… Saya berusaha menahan keterkejutan saya.
“Kalau game online itu yang bagaimana yang kamu sukai?”
“Ya banyak Bu…paling seru kalau yang dapat banyak hadiah,”
“Coba kamu buka,”
Ada deretan pilihan game. Terlihat seperti game biasa. Fero tampak gelisah.
“Ya sudah, kamu ke kelas dulu, saya juga akan ke kelas lain,”
“Hape saya Bu?”
“Saya bawa dulu ya...jangan khawatir, aman kok di tangan saya,”
Fero kembali ke kelas. Saya pun ke kelas lain. Pada saat istirahat saya buka kembali hape itu. Terkunci. Artinya saya harus memanggilnya lagi jika ingin membuka ponsel itu.
Meskipun ponsel itu terkunci, namun saya ingat kata kunci untuk komik Jepang yang ia baca tadi. Segera saya buka lagi lewat ponsel saya. Astaghfirullahalazim, ternyata itu adalah komik dewasa. Gambar, adegan, dan dialog dalam komik itu sangat vulgar. Saya ingat bahwa komik itu telah dilarang beredar di Indonesia tapi kenyataannya saya bisa membacanya dengan mudah melalui ponsel saya. Lalu apa arti larangan itu bila versi digitalnya tetap mudah dibuka?
Sementara untuk game yang tadi disebut banyak hadiahnya, ternyata juga game yang merusak mental. Bagaimana tidak? Mulanya tokoh dalam game hanya mengambil bola. Tiap kali berhasil mengambil bola dia mendapat hadiah ciuman pipi dari tokoh lain yang berlainan jenis kelamin. Jika berhasil menyelesaikan satu level maka hadiahnya juga makin meningkat. Setelah mendapat ciuman pipi berikutnya ciuman bibir, hadiah berikutnya adalah mendapat pelukan, hingga berhubungan seksual. Semakin tinggi levelnya, semakin hot pula hadiahnya. Luar biasa. Kita bisa tertipu dengan kata game dan komik. Sebab ternyata itu bukan game biasa. Komik yang dibaca ternyata bukan komik pada umumnya.
Saya tercenung lama. Saya ingat-ingat lagi. Ada beberapa siswa semacam Fero. Baik laki-laki maupun perempuan. Berarti mereka telah kecanduan sesuatu dalam ponsel mereka. Entah itu game, komik, BBM, atau hal lain. Mereka yang telah kecanduan sesuatu di ponsel, menampakkan beberapa gejala. Di antaranya lesu, mata merah karena kurang tidur, suka tidur di kelas, dan cenderung tidak begitu akrab dengan temannya karena pikirannya sudah terfokus pada imajinasi abnormal. Akibatnya, materi pelajaran pun sulit masuk ke dalam otak mereka. Otak yang telah terkontaminasi komik nakal, game online, apalagi video porno menjadi tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Sekarang bila ada anak yang berkata, “ Saya mau ngegame,”, “Saya cuma ngegame kok, “, atau “Saya membaca komik di internet,” kita harus curiga. Game apakah yang akan, sedang, atau telah dimainkannya? Komik apakah yang dia baca? Saatnya kita lebih kritis dengan semua pernyataan yang seolah umum itu. Sebab apa yang kita anggap biasa justru kadang tidak biasa. Mata saya berkunang-kunang sebab luar sana, ribuan anak juga telah mengenal candu itu….Save our generation!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Miris memang ya, prihatin...