Khoen Eka Anthy

Berselancar dengan kata-kata telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya, terlebih setelah menjadi editor di MediaGuru. Selalu berusaha berbua...

Selengkapnya
Navigasi Web
CERITA PAPAN TULIS (Catatn Harian Kesalahan Berbahasa)

CERITA PAPAN TULIS (Catatn Harian Kesalahan Berbahasa)

Bel pergantian jam berbunyi. Segera saya masuk ke kelas. Tampak beberapa siswa berada di luar kelas. Saya pun masuk kelas dan mulai mengondisikan siswa. Saya melihat papan tulis belum dibersihkan. Siswa yang bertugas piket hari itu berjalan ke arah papan tulis untuk menghapus tulisan guru mata pelajaran lain.

“Sebentar Nak, tunggu dulu,” kata saya tiba-tiba. Mata saya bergerak cepat menangkap kalimat-kalimat yang tertera di papan tulis itu. Ternyata….

“ Ada apa Bu?” tanya anak itu.

“ Tidak apa-apa,” jawab saya singkat.

Pembelajaran pun berjalan seperti biasa. Saya menulis beberapa simpulan penting di papan tulis. Setelah selesai menulis di papan tulis, saya berkeliling untuk memastikan anak-anak menyalin catatan tersebut.

“Lho, mengapa tulisan ini disingkat-singkat?” Tanya saya pada salah seorang siswa. Saya cukup kecewa mendapati usaha saya membuat anak-anak menulis sesuai dengan aturan tidak begitu berhasil.

“Bu, lha guru yang lain itu menulisnya juga begini kok…,”

“Malah kalau kami menulis lengkap tanpa singkatan katanya tidak hemat waktu dan spidol,”

Mak jleb rasanya ketika saya mendengar kalimat tersebut.

“Sudah, pokoknya sekarang silakan menulis sesuai yang saya tulis di situ. Tidak boleh dikurangi. Untuk yang tulisannya sangat rapi, ada tambahan nilai buat kalian,” jawab saya mengalihkan pembicaraan.

“Yeee….semangat!”

Begitulah anak-anak, diberi hadiah apapun pasti gembira. Saya rasa jurus yang satu itu memang sangat efektif untuk menyemangati mereka agar menulis sesuai dengan kaidah.

Kembali ke persoalan papan tulis. Sejak peristiwa itu saya jadi punya kebiasaan baru. Ketika pergantian jam pelajaran, saya secepatnya harus berada di kelas lain. Bahkan bila perlu saya menunggu di luar kelas supaya saya bisa langsung masuk kelas itu begitu sang guru keluar. Tujuannya hanya satu. Mencatat gaya menulis guru di papan tulis. Dari beberapa kelas itulah saya mendapatkan fakta yang mengejutkan. Mungkin itu juga penyebab kendurnya niat siswa untuk menulis sesuai kaidah.

Fakta-fakta tulisan tersebut saya catat. Bahkan ada yang saya dokumentasikan. Tidak bermaksud apapun. Semata hanya untuk mengetahui sejauh mana penguasaan kaidah berbahasa para guru. Tulisan guru apapun, termasuk guru bahasa Indonesia lain juga saya cermati.

Ada beberapa kaidah berbahasa yang belum sepenuhnya dikuasai oleh guru. 1) Guru masih sering menyingkat-nyingkat kata sesuka hati. Contohnya kata yang disingkat yg. Kata halaman disingkat hal. padahal seharusnya hlm. 2) Penulisan untuk beberapa kata serapan/istilah penting juga kurang tepat. Misalnya analisis ditulis analisa, prodemokrasi ditulis pro demokrasi, hakikat ditulis hakekat, azan ditulis adzan, salat ditulis sholat, fotosintesis ditulis fotosintesa. 3) Penulisan kata tanya juga kurang tepat. Misalnya: bagaimana ditulis bgm. 4) Kekurangtepatan penggunaan huruf kapital. Sering saya jumpai tulisan guru itu bagus tapi di tengah kata ada huruf kapital yang muncul. Penulisan nama geografi yang diikuti nama diri, juga belum tepat. Contoh: Gunung Merapi bukan gunung Merapi, Kota Batu bukan kota Batu.5) banyak guru yang belum dapat membedakan penulisan kata depan dan awalan di-. Misalnya di sini bukan disini, dihapus bukan di hapus. 6) Masalah penulisan kata yang berimbuhan me-. Contoh menyosialisasikan bukan mensosialisasikan, mengomunikasikan bukan mengkomunikasikan, 7) Masalah penulisan kata baku. Sering dijumpai tulisan standart bukan standar. Kata tes ditulis test, kata pikiran ditulis fikiran. 8) penulisan mata uang juga bervariasi. Saya jumpai: Rp. 5.000,-; Rp.5.000,00, dan Rp 5.000,00. Padahal yang tepat adalah Rp5.000,00.

Delapan permasalahan di atas adalah contoh bahasa tulis guru, khususnya yang terpampang di papan tulis. Apapun yang ditulis guru pasti dicontoh oleh siswanya. Itu yang harusnya menjadi catatan kita bersama. Bahwa berbahasa yang benar adalah tanggung jawab semua guru. Bukan hanya guru bahasa Indonesia saja yang berkeharusan menggunakan bahasa dengan benar. Saya rasa pelatihan/workshop atau apapun namanya yang bertujuan untuk memperdalam penguasaan kaidah bahasa Indonesia perlu dilakukan. Untuk guru semua mata pelajaran. Untuk guru di semua jenjang. Guru perlu mendapatkan bekal pengetahuan kebahasaan secara memadai agar siswa mendapatkan teladan berbahasa yang benar dari semua gurunya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post