Khoen Eka Anthy

Berselancar dengan kata-kata telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya, terlebih setelah menjadi editor di MediaGuru. Selalu berusaha berbua...

Selengkapnya
Navigasi Web
Doa Ibu, Terbaik

Doa Ibu, Terbaik

Umumnya orang hanya punya satu ibu, tapi tidak dengan saya. Saya punya dua ibu. Dialah nenek, yang telah membesarkan saya dan ibu yang telah melahirkan saya. Ya, pada usia sekitar 6 bulan saya mulai diasuh oleh nenek.

Pada saat itu, ketika usianya saya sekitar 6 bulan, ayah mendapat SK penempatan untuk bertugas di Kudus, Jawa Tengah. Saya sedianya juga akan diboyong ke sana bersama ibu dan saudara kembar saya. Semua barang dan kebutuhan kami telah siap. Tinggal berangkat. Akan tetapi, "tragedi" tak terduga terjadi di malam hari keberangkatan ke Kota Kudus tersebut.

Pada hari yang ditentukan, kami sekeluarga akan pindah ke Kudus dengan menggunakan alat transportasi umum, yaitu bus malam. Ketika bus telah siap, saya digendong oleh ayah naik ke dalam bus. Namun entah kenapa, menurut cerita nenek dan ibu, tetiba saya yang masih mungil itu menangis menjerit-jerit. Semua penumpang bus menjadi gaduh. Saya dipindah ke tangan nenek, dan kemudian diam. Setelah itu ibu mengambil alih saya, ayah menggendong saudara kembar saya. Kembali saya digendong untuk naik bus. Qodarullah, saya kembali menangis meronta-ronta. Ibu saya kewalahan. Kali ini kakek yang menggendong saya, berusaha mendiamkan saya. Saya kemudian diam. Sementara itu, saudara kembar saya tenang-tenang saja, tidak menunjukkan reaksi seperti saya.

Tak lama kemudian, sopir memberi tahu bahwa bus akan segera berangkat. Ibu mengambil saya dari gendongan kakek. Di gendongan ibu, saya kembali menangis, bahkan kian histeris. Penumpang lain akhirnya menjadi ikut resah. Sopir kembali memberi tahu kalau bus sudah waktunya berangkat. Karena saya masih menangis meronta-ronta, nenek akhirnya mengambil saya dari gendongan ibu. Seketika saya diam. Dengan berat hati, akhirnya ibu dan ayah mengambil keputusan "meninggalkan" saya. Bus pun bersiap berangkat. Semua kebutuhan saya telah masuk di bagasi bus.

"Biarlah, nanti gampang, beli susu lagi dan baju lagi." Kira-kira demikian kata nenek pada ibu. Bus yang membawa keluarga berangkat, saya justru tersenyum riang di pelukan nenek. Ya, sejak saat itulah saya resmi memisahkan diri dari ayah, ibu, dan saudara saya satu-satunya itu.

Waktu berjalan, bulan berganti. Setahun sekali ayah, ibu, dan saudara kembar saya pulang untuk menemui saya dan nenek-kakek. Saya tidak merasakan kehilangan saat mereka balik lagi ke Kudus. Saya pun tidak ingin ikut ayah dan ibu. Saya merasa bahagia tinggal bersama nenek dan kakek.

"Memang tugasmu itu di sini, menemani kami," kata nenek dan kakek suatu hari.

Nenek saya adalah seorang guru sekaligus kepala TK di sebuah dusun terpencil. Setiap hari saya diajaknya berjalan kaki pulang-pergi sejauh sekitar dua kilometer. Saya pun bersekolah TK di tempat nenek bertugas. Saya ikut ke manapun nenek pergi sampai dengan saya menjelang SD. Termasuk ketika nenek menghadiri rapat, pertemuan resmi, bahkan penataran (pelatihan), bila memungkinkan, saya pasti diajak.

"Nanti kalau sudah besar jadi guru saja, guru itu tidak neko-neko," kata nenek waktu itu. Saya yang belum begitu mengerti hanya mengangguk.

Nenek sangat menyayangi saya. Kakek pun demikian. Setiap pulang kerja, ada saja oleh-oleh yang dibawanya untuk saya, entah itu makanan kecil atau mainan.

Meski demikian, orang tua saya juga tak berlepas tangan. Selain tiap tahun pulang, juga sering mengirimkan paket untuk saya. Isinya bermacam-macam. Ada alat tulis, baju, dan mainan. Di dalamnya pasti ada surat yang menyatakan kerinduan dan doanya untuk saya.

Masa berganti, lepas dari SMP, akhirnya saya ingin merasakan ikut kedua orang tua. Jadilah saya pindah dari Kota Batu, Jawa Timur, ke Purwodadi, Jawa Tengah, tempat tugas terakhir ayah sebelum pensiun. Tiga tahun saya jalani di sana. Di masa SMA itulah saya baru mengenal siapa ayah, ibu, dan saudara kembar saya. Namun ternyata, saya selalu ingin kembali berkumpul dengan nenek kakek. Akhirnya, lulus SMA saya kembali ke Kota Batu.

"Nanti kalau cari pasangan yang dekat-dekat sini saja. Nenek sudah kapok, tuh ibumu dapat jodoh jauh, jadi ndak bisa kumpul," kata nenek suatu hari. Berkat doa nenek dan memang takdir dari Allah pula, saya pun berjodoh dengan lelaki asal Kota Batu juga, dan setelah menyelesaikan kuliah di Universitas Negeri Malang, sebagaimana doa nenek, saya pun akhirnya menjadi guru seperti beliau.

Pada tahun 2010, ayah saya dipanggil oleh Allah SWT. Sejak itu, ibu saya pulang dan berkumpul bersama kami. Saya ada di antara dua ibu. Saya menyayangi keduanya. Namun jujur, ibu yang utama bagi saya adalah nenek.

Pada Juli tahun 2020, nenek berpulang, sementara kakek lebih dulu meninggalkan kami, tepatnya di tahun 2016 silam. Ada satu doa dari nenek yang saya ingat sebelum beliau meninggal. Waktu itu beliau dalam kondisi yang sudah payah, namun tetap sempat menyelipkan doa terbaiknya untuk saya.

"Tak doakan kamu rejekimu banyak, cepet punya rumah, sudah terlalu lama kamu ngontrak," katanya sambil memandang saya dengan matanya yang redup. Saya mengaminkannya sepenuh hati sambil mengelus pundaknya yang ringkih. Ibu yang duduk di sebelah saya juga ikut mengaminkan. Ibu pun turut mendoakan saya.

"Ibu juga mendoakanmu seperti nenek. Insyaallah, secepatnya kamu pasti punya rumah sendiri," doa ibu memperkuat doa nenek. Doa itu diucapkan oleh dua orang ibu. Saya mengaminkan sekali lagi.

Hari ini, ketika saya menulis ini, doa terbaik itu pun telah dikabulkan oleh Allah. Awal November 2020, Allah memberikan rezeki pada kami sehingga kami bisa membeli rumah mungil yang berlokasi di dekat rumah nenek. Jika nenek masih ada, saya yakin beliau akan sangat bahagia. Terima kasih Nek, Bu... Doa dan kasih sayangmu telah menyertai sepanjang langkahku, penuntun jalan hidupku. Doa Ibu, terbaik.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ikut bahagia membacanya

10 Jan
Balas

Mantap dan keren. Tulisan yang mencerahkan dan inspiratif. Semangat terus berkarya untuk berjaya editorku. Salam literasi tiada akhir

10 Jan
Balas

Keren bu Koen .., Barakallah.

10 Jan
Balas

Saya juga dibesarkan oleh nenek Bu, di usia 10 tahun setelah mama meninggal. Nenek, the power of my life.

10 Jan
Balas



search

New Post