Khoen Eka Anthy

Berselancar dengan kata-kata telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya, terlebih setelah menjadi editor di MediaGuru. Selalu berusaha berbua...

Selengkapnya
Navigasi Web
Drama sang Pengemis

Drama sang Pengemis

Ini adalah pengalaman yang tak terlupakan buat saya. Pagi itu, saya hendak ke pasar, seperti biasa, saya naik angkot. Angkot itu sepi. Ketika saya naik, hanya ada seorang perempuan setengah baya. Karena tak ada penumpang lain, ketika kami bersitatap, saya layangkan sebuah senyum tipis. Penampilannya biasa saja. Seperti umumnya para ibu yang bepergian, ia berpakaian setelan rapi, rambutnya dikuncir satu di belakang. Bedak tipis dan lipstik merah bata tampak mempersegar wajahnya. Di jari manisnya tersemat cincin yang cukup tebal. Tidak ada yang aneh.

Angkot melaju lambat karena mencari penumpang. Sementara, saya sibuk mengingat beberapa barang yang harus saya beli di pasar. Mendekati pasar, kurang lebih satu kilometer, saya lihat si ibu mengeluarkan cermin dari tasnya. Saya cukup terkejut dengan yang dilakukannya. Disapunya dandanannya itu dengan tisu basah. Aroma tisu merebak di dalam angkot.

Selanjutnya, dia mengeluarkan semacam kain panjang penutup kepala. Setelah membentuk menjadi semacam topi, diikatkannya di belakang kepala. Saya heran dengan tingkah lakunya. Selanjutnya, tanpa sungkan dia melepas kancing bajunya dengan sigap. Oh, di dalam baju itu, ternyata ada selapis baju lagi. Tak lupa, cincin tebal di jari manisnya, dimasukkannya dalam dompet kecil. Lalu, dikeluarkannya kain lebar, dengan tergesa, digulungnya baju setelan tadi. Dompet, dan tas tadi juga masuk dalam gulungan itu, ditatanya buntalan itu lalu diselempangkannya. Taraaaa, saya terkesiap dengan hasil akhirnya. Wajahnya tiba-tiba muram. Gelas air mineral lusuh berisi uang receh ditentengnya di tangan kirinya. Oh….inilah penampilan baru. Siap dengan peran baru. Sungguh, saya tak menduga. Kini wajahnya tampak kusut, dan orang di sekitar akan menyebutnya “pengemis”.

Saya jadi ingat para artis yang bersiap ke lokasi syuting. Oh…

Perempuan itu kemudian turun di jalan masuk menuju pasar sementara saya ikut angkot itu ke dalam terminal.

“Kaget, Bu?” tanya pak sopir. Sepertinya ia sudah hafal dengan drama yang dimainkan ibu tadi.

“Iya, Pak, gak nyangka…”

“He..he..he, namanya juga usaha Bu…” kata sopir itu lagi.

“Duh…asli! Kaget saya, tadi,” kataku masih syok melihat pertunjukan ganti kostum dan penjiwaan si ibu tadi…

Oh…dunia…

Sampailah saya di pasar. Ketika sedang saya sedang asyik menawar kerudung di sebuah toko, ada yang mencolek saya…

Taraaaa…si ibu tadi, yang saya yakin masih mengenali saya, dengan tanpa sungkan menadahkan tangannya. Alamak…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Alamaaaak.

18 Mar
Balas

Itulah yang dinamakan "miskin hati". Ia tak mengerti bahwa yang dikumpulkannya akn menjadi bara api yang siap membakarnya di neraka. Aah...universitas kehidupan sungguh ajarkan banyak hal pada kita. Jazakillah khoir, Ibu. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah.

16 Mar
Balas



search

New Post