Khoen Eka Anthy

Berselancar dengan kata-kata telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya, terlebih setelah menjadi editor di MediaGuru. Selalu berusaha berbua...

Selengkapnya
Navigasi Web
GAYA PACARAN USIA PRAREMAJA

GAYA PACARAN USIA PRAREMAJA

Siang itu saya menjemput keponakan saya di sekolahnya. Keponakan saya itu saat ini duduk di bangku kelas 2 SD. Sambil menunggunya keluar dari kelas, saya amati ada beberapa siswa keluar dari ruang kelas IV dan V. Suasana menjadi gaduh karena percakapan dan senda gurau mereka. Ada yang langsung pulang, ada juga yang duduk-duduk di bangku di bawah pohon di halaman sekolah yang memang cukup luas itu.

Tiba-tiba mata saya tertuju pada dua anak. Mereka bergandengan tangan. Mulanya saya merasa biasa. Toh mereka hanya siswa SD. Bergandengan tangan adalah hal yang lumrah. Lho kok bergandengan tangan terus dan menuju ke tampat yang sepi? Perhatian saya jadi tertuju pada mereka berdua. Di zaman yang serba mengkhawatirkan ini, bisakah kita menganggap lumrah dua siswa SD berlainan jenis bergandengan tangan? Mata saya lekat tertuju pada dua bocah ingusan itu. Mereka menuju bangku kosong di sebelah gedung entah apa. Saya amati mereka berdua sambil berharap keponakan saya belum keluar dari kelasnya.

Meskipun jarak kami agak jauh, saya tetap dapat melihat dengan jelas apa yang mereka lakukan. Bocah laki-laki itu tampak berbicara entah apa sementara si bocah perempuan terlihat tersipu malu. Tak lama kemudian di bocah laki-laki mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Wow, ternyata setangkai mawar. Saya menduga dia akan memberikan mawar itu pada si bocah perempuan. Ya, dugaan saya tidak meleset. Namun yang di luar dugaan adalah si bocah laki-laki memberikan mawar itu sambil berlutut di bawah kaki si perempuan. Persis gaya pria dewasa melamar kekasihnya di beberapa film Korea yang saya tonton….romantis sekali….tapi..eh tunggu dulu. Mereka kan masih SD. Belum kelas VI….Tapi bukan berarti kalau VI sudah boleh pacaran lo…Saya kok jadi menebar kerancuan soal perizinan pacaran ya…Ini harus diralat. Yang saya maksud, mereka belum remaja, mereka baru di usia praremaja, tapi mengapa sudah mulai berpacaran? Dengan kata lain terlalu dini bagi mereka untuk mengenal pacaran dan seluk-beluknya.

Saya jadi bergidik ingat kasus beberapa waktu lalu. Dalam sebuah harian diberitakan anak usia SD kelas VI ikut UNAS dalam kondisi hamil sembilan bulan. Itu nyata. Astaghfirullahazim…Saya amati lagi dua bocah ingusan yang sedang pacaran itu. Wah wah wah….setelah berlutut di bawah kaki si bocah perempuan, si bocah laki-laki itu mencium pipi si bocah perempuan. Ini tidak boleh dibiarkan. Saya hendak menuju ruang guru untuk melaporkan apa yang terjadi, namun tiba-tiba sorak-sorai terdengar setelah adegan cium pipi itu berlangsung. Itu artinya, teman-temannya melihat adegan itu dari tempat lain. Sorak-sorai itu penanda resminya hubungan mereka dengan persetujuan dari yang lain. Saya mengelus dada.

“Sedang apa Bu?”

Saya menoleh. Itu suara Bu Lina, salah satu guru di SD itu.

Segera saya ceritakan apa yang baru saja terjadi.

“Baik Bu, akan segera saya komunikasikan dengan wali kelas IV dan V,” kata Bu Lina.

“Sebentar Bu, tampaknya mereka masih belum selesai,” kata saya sambil kembali mengarahkan pandangan pada sekelompok anak SD itu.

Mereka sekarang tampak berpasang-pasangan. Ada empat pasang sekarang. Ada yang duduk berdampingan. Ada yang mengobrol sambil berpegangan tangan. Ada lagi yang duduk berpangku-pangkuan. Wah gawat…gawat…

“Berarti saya harus cepat ini Bu,” kata Bu Lina.

“Ini berbahaya Bu…ternyata mereka bukan anak kecil lagi…apalagi tempat itu kelihatannya sepi,” kata saya.

“Iya Bu, tempat itu memang agak jauh dari pengamatan guru-guru, apalagi gedung di sampingnya adalah ruang kosong. Permisi Bu, mumpung mereka masih di situ,” Bu Lina berjalan cepat meninggalkan saya.

Sambil melihat mereka saya jadi ingat masa SD dulu. Dulu, anak-anak SD begitu lugu. Saya dan teman-teman bahkan sering main hujan-hujan bersama kemudian mandi bersama juga di kamar mandi umum. Itu biasa, tidak ada perasaan apapun. Kami benar-benar bocah-bocah polos yang menikmati masa kecil dengan berbaur bersama siapapun.

Kalau sekarang kita anggap mereka polos, tidak tahu apa-apa, bisa-bisa guru dan orang tua kecolongan. Kita tak bisa lagi menganggap mereka sebagai anak-anak kecil yang lugu karena mungkin saja mereka justru tahu lebih banyak dari yang kita perkirakan. Khususnya tentang masalah pergaulan dan pacaran, guru dan orang tua tak boleh lengah sedikitpun….Save our generation!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Itulah kondisi yang kita hadapi...semoga kita bisa semakin waspada dan lebih berhati-hati dalam menjaga anak-anak kita...

13 Apr
Balas

waduhh,,jarang-jarang liat anak sampe pegangan tangan, kalau anak SMP sih sering, harus hati-hati yah bu, jamannya sudah ga karuan.

13 Apr
Balas

Aduuh bu Koen, saya sll sport jantung baca artikel ibu. Bersyukur anak2 sdh mentas semua. Tp jd serem ingat cucu2 saya. Benteng iman hrs kuat ya bu. Semoga anak cucu kita dilindungi Alloh swt. Terima kasih artikelnya sbg pengingat.

13 Apr
Balas

Aduh,, segitunya ya

13 Apr
Balas

Warning buat Kita Semua NIH...astaghfirullah..

13 Apr
Balas



search

New Post