Hal yang Menjengkelkan pun Membawa Hikmah
Semua perlengkapan untuk berangkat ke sekolah sudah siap. Saat itu saya hanya tinggal memakai helm. Apalagi saya masuk jam pertama. Pukul 6.40 saya sudah harus berada di sekolah bila tak ingin terlambat. Saya tidak ingin anak-anak melihat gurunya ini memasuki kelas tidak tepat waktu. Tapi ketika akan berangkat, ternyata nenek meminta saya untuk memotong kukunya.
“Ayolah, sebentar saja. Kukuku sudah panjang. Risih rasanya,” katanya setengah mengiba. Saya menghela napas panjang. Saya lirik jam di dinding telah menunjukkan pukul 6.25. Perjalanan dari rumah nenek ke sekolah sekitar 10 menit. Dengan memperkirakan datang tepat pukul 6.40, saya pun melaksanakan tugas yang diberikan nenek.
Saya potong kuku kaki dan tangannya dengan agak cepat.
“Sekalian siapkan obatku, ya,” katanya setelah tugas memotong kuku beres.
Saya tidak mungkin menolak tugas kedua. Saya cari kotak obat kemudian saya siapkan obat yang akan diminum sehari nanti.
Sesekali saya menengok jam tangan saya.
“Alangkah cepatnya waktu berlalu di pagi hari,” gumam saya sambil menata obat itu. Karena ada beberapa jenis obat yang berbeda, maka saya harus lebih berhati-hati dalam menyiapkannya. Obat untuk pagi hari berbeda dengan siang. Obat untuk siang berbeda dengan obat untuk sore hari.
Setelah beres, saya letakkan di atas meja makan.
“Sudah?” tanya nenek melihat saya keluar dari ruang makan.
Saya mengangguk.
“Saya berangkat ya,” kata saya sambil mencium tangan dan pipinya.
Ternyata jam telah menunjukkan pukul 6.35!
Hanya memotong kuku dan menyiapkan saja membutuhkan waktu 10 menit. Lagi-lagi saya menghela napas panjang untuk meredakan kejengkelan saya.
“Lain kali, tugasnya diberikan sore saja ya, Nek…biar saya tidak terlambat, malu sama anak-anak kalau telat,” kata saya sambil memakai sepatu.
“Wong cuma tugas gitu saja,” jawab nenek.
Saya tidak menimpali. Saya simpan rasa jengkel dalam hati.
Benar saja, saya terlambat.
Ketika memasuki ruang guru, hanya ada saya dan Bu Lisa.
“Anak-anak masih dikumpulkan di musala oleh waka kesiswaan, Bu,” kata Bu Lisa melihat saya tergesa-gesa hendak menuju kelas.
“Alhamdulillah,” jawab saya.
Saya kemudian duduk di dekat Bu Lisa.
Kejengkelan saya mulai berkurang.
“Bu, tadi njenengan berangkat dari sini atau dari atas?” tanya Bu Lisa membuka percakapan.
“Dari atas, Bu, dari rumah nenek,” jawab saya.
“Ini tadi saya sudah siap mau berangkat, eh malah ada tugas tambahan dari beliau,” tambah saya.
Sayapun menceritakan tugas tambahan yang menyebabkan saya datang terlambat pagi itu.
“Syukurlah njenengan berangkat terlambat,” timpal Bu Lisa. Saya mengernyitkan dahi tak mengerti maksud kalimatnya.
“Kok bersyukur?”
Saya masih keheranan.
“Tadi pukul 6.30 terjadi kecelakaan hebat di depan hotel Baru, kalau kita tahu sendiri, bisa gemetaran kita, Bu,” jelasnya.
Saya terdiam.
Pukul 6.30 tadi, seandainya saya berangkat pukul 6.25, saya tepat berada di dekat hotel Baru.
Saya paling takut melihat peristiwa kecelakaan. Mendengar suara benturan saja badan saya sudah gemetaran, apalagi jika harus melihat korban yang bergeletakan bersimbah darah…
“Ya Allah, Bu…, berarti tugas dari nenek tadi menyelamatkan saya dari terlibat langsung dengan peristiwa kecelakaan itu yaa,”
Bu Lisa mengangguk.
Saya terdiam lama.
Ternyata apapun ada hikmahnya. Bahkan di balik sesuatu yang kita anggap menjengkelkan pun ternyata membawa kebaikan untuk diri kita. Subhanallah…
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar