Khoen Eka Anthy

Berselancar dengan kata-kata telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya, terlebih setelah menjadi editor di MediaGuru. Selalu berusaha berbua...

Selengkapnya
Navigasi Web
INI ESAI YANG SAYA KIRIM KE SAYEMBARA MENULIS ESAI BALAI BAHASA JAWA TIMUR

INI ESAI YANG SAYA KIRIM KE SAYEMBARA MENULIS ESAI BALAI BAHASA JAWA TIMUR

Santun Berbahasa, Dunia Ramah pada Kita

Revolusi industri 4.0 telah bergulir. Era ini ditandai dengan penggunaan teknologi IT yang semakin canggih. Salah satunya adalah penggunaan ponsel pintar (smartphone) untuk berbagai aktivitas. Tidak dimungkiri, mulai bangun tidur hingga tidur lagi, kita tak dapat lepas dari gawai. Banyak aktivitas dapat dilakukan di rumah, padahal sebelumnya dilakukan harus di luar rumah. Misalnya transfer antar-rekening, jual beli, termasuk pemesanan akomodasi penginapan, makanan, dan transportasi. Ya, era milenial telah mengubah banyak hal. Terjadi disrupsi atau perombakan tatanan secara masif di berbagai lini kehidupan. Banyak bidang pekerjaan yang tergeser oleh teknologi. Tenaga manusia banyak yang telah digantikan oleh robot dan peralatan canggih.

Seseorang dapat meraup emas dengan begitu mudahnya karena ranah pekerjaan baru yang sebelumnya dirasa sulit dicapai sekarang terbuka luas. Siapa yang kreatif melihat peluang, dialah yang sang pemenang. Munculnya blogger, youtuber, dan driver online, adalah sedikit contoh perubahan orientasi pekerjaan dari dampak bergulirnya era disrupsi saat ini. Tak dapat disangkal, semua lini kehidupan telah berubah drastis semenjak kita terseret dalam arus deras teknologi yang berakibat pada kian masifnya era disrupsi ini. Termasuk dalam bidang pendidikan.

Bongkar pasang kurikulum di sekolah juga terus dilakukan demi menjawab tantangan zaman. Para pakar pendidikan berupaya merumuskan tatanan pendidikan terhebat untuk menyiapkan generasi emas. Semua mengacu pada persiapan menghadapi era yang kian tak menentu dan sarat akan ketidakpastian ini. Generasi digital yang kaya informasi harus diwadahi dengan sistem pembelajaran yang mampu membuatnya semakin kreatif dan inovatif. Itulah harapannya. Karenanya guru saat ini hanya berperan sebagai fasilitator, bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Guru harus terus berbenah dan mau belajar jika tak ingin digantikan oleh teknologi. Bukan tidak mungkin peran guru suatu saat nanti juga akan tergeser dengan makin berkembangnya teknologi. Belajar tanpa guru sangat mungkin dilakukan jika seseorang memanfaatkan teknologi secara maksimal.

Tuntutan pada guru demikian besar. Guru diminta membenahi segala hal. Tidak hanya metode pembelajarannya, tapi juga mental generasi yang dibimbingnya. Beban mendidik karakter siswa menjadi tanggung jawab seorang guru, selain orang tuanya. Ketika siswa bermasalah, gagal, tak berkarakter, maka guru adalah sasaran utama yang dituding tak mampu mendidik siswa tersebut dengan baik. Padahal sekolah bukanlah tempat utama pendidikan anak. Tempat utama pendidikan anak adalah di rumah. Maka aktor penting yang menyiapkan mental anak agar siap menghadapi era galau ini adalah kedua orang tuanya. Sudahkah orang tua menyiapkan anak-anaknya menjadi genarasi yang tangguh agar bisa bertahan dalam arus globalisasi saat ini?

Ya, guru, sebagai aktor kedua yang berperan besar mengukir karakter generasi Z atau generasi milenal masa kini, dapat memulainya dengan mengajari mereka cara berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan santun. Tugas tersebut harus dilakukan oleh semua guru, bukan hanya guru bahasa Indonesia.

Permasalahan kesantunan berbahasa adalah permasalahan kita semua, dan penyelesaiannya pun harus dilakukan secara serentak. Bukankah semua guru juga menggunakan bahasa Indonesia dalam kesehariannya baik di kelas maupun di luar kelas? Karenanya, semua guru di semua jenjang harus berperan aktif dalam mengarahkan para siswa agar berbahasa yang santun dalam berkomunikasi lisan maupun tulis.

Sebagaimana kita ketahui, bahasa menunjukkan bangsa. Artinya, kepribadian/karakter seseorang, dapat dilihat dari tutur bahasanya. Bahasa dalam arti sempit adalah ucapan dan tutur kata yang disampaikan oleh seseorang. Dari ucapan, tutur kata, dan bahasa yang sengaja dipilih oleh penuturnya, maka orang lain akan mengetahui identitas penutur bahasa tersebut. Misalnya, ketika ada seseorang dengan fasih berbicara dalam Indonesia tetapi dalam ucapannya sering disisipi dengan bahasa Jawa atau berbahasa Indonesia tapi dengan dialek Jawa, maka mitra tutur akan tahu dengan sendirinya bahwa penutur bahasa Indonesia tersebut pasti orang Jawa. Akan tetapi, lebih dari itu, mitra tutur bahkan akan dapat membangun asumsi tentang status sosial, pekerjaan, pendidikan, bahkan sikap dan perilaku penutur berdasarkan bahasa yang diucapkannya. Terlebih lagi jika penutur menggunakan jargon tertentu, pastilah mitra tutur dapat dengan mudah menebak identitas si penutur.

Dalam era gawai semacam ini, secara tidak sadar, kita sering menggunakan bahasa tulis untuk menyampaikan pesan pada orang lain. Semua media sosial menuntut kita aktif menggunakan bahasa tulis. Sayangnya, hal ini kadang kurang mendapat perhatian. Akan sangat ironis, bila penutur bahasa Indonesia tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan santun.

Bila kita cermati penggunaan bahasa siswa di dunia maya, kita akan tahu betapa kurangnya pemahaman mereka akan kesantunan berbahasa. Luapan perasaan bahkan kemarahan dengan kata-kata yang kasar dan vulgar, sering mewarnai akun sosial mereka. Kadang mereka tidak sadar bahwa kata-kata yang diunggah di media sosial, akan dikonsumsi oleh publik. Atau yang memprihatinkan, kadang hal itu disengaja demi melampiaskan isi hatinya. Benar-benar ironis.

Lantas, bagaimanakah cara membiasakan berbahasa yang baik dan santun di era milenial ini? Pertama, orang tua dan guru di sekolah harus peduli pada status yang diunggah oleh anak atau anak didiknya. Ketika kita sudah “berteman” dengan mereka di media sosial, secara langsung kita akan tahu apa yang ditulisnya di status. Ketika menjumpai kata-kata yang tidak santun, jangan segan-segan mengingatkannya. Dampak dari berulangnya penggunaan bahasa yang tidak santun, akan menjadikannya terbiasa. Ketika sudah terbiasa menggunakan kata-kata yang tidak baik dan santun, maka label “tidak santun” akan melekat pada diri si anak. Jika sudah demikian, komunitasnya di sekolah atau keluarganya juga akan terimbas. Kita sering mendengar komentar negatif hanya karena status di media sosial, “Ternyata si A yang bersekolah di situ tidak santun. Jangan-jangan gurunya memang tidak peduli? Berarti yang bersekolah di situ kebanyakan anak yang nakal.” Anak perlu iingatkan, bahwa tidak ada batas dalam dunia maya. Semua orang bisa saja melihat akun kita sewaktu-waktu. Tentunya bila label negatif telah disematkan, akan sulit untuk menghapusnya.

Kedua, perlu pemberian contoh. Orang tua dan guru wajib memberi contoh penggunaan bahasa yang baik dan santun baik di kehidupan nyata maupun di media sosial. Ketika berkomunikasi dengan anak via WA, FB, IG, atau medsos lain, biasakanlah menggunakan bahasa baik, yang tidak disingkat, dan santun. Berikan komentar pada statusnya dengan bahasa yang baik.

Ketiga, kita perlu mengingatkan. Bila kita menjumpai kalimat atau bahasa yang tidak santun, segera ingatkan. Bisa secara langsung dengan memanggilnya, atau lewat komentar di statusnya, bisa pula via nomor pribadinya. Misalnya, “Nak, berucaplah yang baik di manapun, termasuk di media sosial, sebab seluruh dunia membaca tulisanmu.”

Ingatkan pula jangka panjang dari penggunaan bahasa yang tidak santun. Nantinya, bila si anak bekerja, di bidang apapun, lewat online atau manual, atasan tentu lebih menyukai pekerja yang santun daripada yang tidak santun. Apalagi bila bidang pekerjaan itu berhubungan dengan publik. Kecakapan dan kesantunan komunikasi tentu sangat diperlukan. Orang yang santun dengan kemampuan yang biasa-biasa saja akan dipertahankan daripada orang yang pandai tapi tidak santun. Itu perlu dipahamkan pada mereka.

Keempat, ajak berdiskusi. Di era keterbukaan semacam ini, anak lebih suka bila diajak berdiskusi ketimbang diberi tahu. Ajak mereka membahas dampak berucap atau menulis dengan santun dan tidak santun. Apa saja dampaknya dalam jangka pendek dan jangka panjang. Apalagi jika nantinya mereka ingin bekerja secara online. Ajak mereka membahas hal tersebut disertai dengan alasan, contoh, dan bukti yang ada saat ini. Bila perlu, hadapkan langsung mereka pada media sosial. Ajak mereka menjelajah akun yang dikenal atau tidak dikenalnya, minta mereka mencermati penggunaan bahasa yang digunakan. Setelah itu, biarkan mereka mengungkapkan analisisnya.

Di sisi lain, mereka akan mendapati bukti nyata bahwa jika seseorang mengunggah tulisan yang santun, ia akan mendapat komentar yang baik pula dari orang lain. Sebaliknya, jika seseorang mengunggah tulisan yang tidak santun, orang lainpun akan berkomentar tidak santun kepadanya. Dengan adanya bukti nyata tersebut, mereka akan paham, pertimbangan mereka akan semakin banyak sebelum melakukan sesuatu, termasuk mengunggah tulisan di media sosial.

Keempat, tekankan agar jangan suka meniru. Dalam hal ini hal yang negatif tentu saja. Sudah menjadi sifat anak suka meniru segala hal, terutama hal-hal tidak baik. Apalagi pada dasarnya, hal yang tidak baik begitu mudah diikuti. Ini mencakup segala perilaku dan ucapan, termasuk tulisan. Kita tentu sering mendengar anak/siswa mengumpat, mengeluarkan kata-kata jorok atau semacamnya. Ketika ditelusuri lebih jauh, kata-kata itu umumnya didapat dari pergaulan baik di rumah maupun lingkungan pertemannya. Artinya, ia sesungguhnya meniru ucapan dari orang lain. Ironisnya, media elektronik dan media sosial juga sering menayangkan gambar, rekaman, atau tayangan seseorang yang berucap tidak santun.

Ucapan tidak santun yang menjadi konsumsi publik itu tidak hanya dilontarkan oleh oknum dari kalangan masyarakat, tetapi juga dari kalangan publik figur bahkan elite politik atau pejabat. Maka jangan heran, bila kemudian anak/siswa akan berkata, “Lha itu, pejabat saja bilang begitu…” Kalau sudah demikian, tugas guru dan orang tua untuk memberi tahu anak/siswa agar tidak meniru ucapan yang tidak santun dari siapa pun.

Ucapan yang ditiru oleh siswa tidak hanya dari seseorang, tapi juga dari tulisan. Misalnya dari meme di media sosial. Sebagaimana kita ketahui, di medsos, bertebaran banyak meme, mulai dari yang santun, memotivasi, hingga meme nakal dan vulgar. Tentu kita masih ingat dengan munculnya meme Tuman. Meme ini khas dengan dua lelaki gundul, kadang perempuan yang memuat kata khas “TUMAN”. Dalam KBBI V, tuman artinya menjadi biasa (suka, gemar, dan sebagainya) sesudah merasa senangnya, enaknya, dan sebagainya.

Ada lagi kekhasan meme ini, dua lelaki gundul dalam meme itu, tidak mengenakan baju. Dalam meme lain, perempuan yang muncul dalam gambar tersebut juga ada tidak mengenakan baju, ia hanya memakai baju dalam. Satu lagi yang perlu kita cermati, salah satu dari mereka, di hampir semua meme TUMAN, menampar lawan bicaranya (saya katakan lawan) karena konteks pembicaraannya selalu dalam konotasi negatif, protes, atau sindiran keras. Ada banyak lagi kalimat dalam konteks negatif, bahkan kata-kata yang memuat urusan seks, diumbar dengan gamblang. Parahnya, banyak yang menganggap itu lucu, bukan tabu.

Dalam konteks kemunculan berbagai meme di media sosial ini, kita melihat bahwa bahasa Indonesia telah dimanfaatkan untuk menyebarkan kata-kata atau kalimat yang mudah diingat. Jika yang diingat oleh warganet adalah hal yang positif, tentu sangat baik. Tetapi, jika yang tertancap kuat di benak pembaca adalah sisi negatif, jelas akan merugikan, apalagi meme begitu mudah menyebar dan pengakses internet terbesar adalah dari kalangan remaja. Oleh sebab itu, perlu ditegaskan pada anak atau siswa kita, agar cermat dalam membaca dan memaknai apa yang dibacanya, sehingga ia tidak serta-merta menirunya.

Kelima, tekankan untuk mendengar, melihat, membaca, dan berteman dengan kebaikan. Agar bisa berucap santun, kita harus melatih diri terutama anak/siswa untuk mendengar, melihat, membaca, dan berteman dengan yang baik. Logikanya, jika kita masukkan air jernih ke dalam teko, maka ketika kita tuang, yang keluar adalah air jernih. Jika kita masukkan kopi ke dalam teko, yang keluar dari teko itu pastilah kopi. Jika kita masukkan air comberan ke dalam teko itu, yang keluar dari teko itu tentu saja air comberan, tidak mungkin madu. Demikian pula dengan anak-anak atau siswa kita. Jika dia hanya mendengar yang baik, melihat yang baik, membaca hal-hal yang baik, dan berteman dengan komunitas yang baik, maka tutur kata yang diucapkannya juga akan baik. Jika tutur katanya baik, perilakunya insyaallah juga akan baik.

Keenam, ajak anak atau siswa memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan tulisan positif. Caranya dengan membentuk grup, blog, atau membuat akun khusus untuk mewadahi tulisan mereka. Misalnya grup Pencinta Puisi, grup Cerpenis, Grup Quoter, dsb. Ajak mereka mengunggah tulisan-tulisannya di grup-grup media sosial yang telah dibuat, selanjutnya anggota grup saling memberikan komentar positif untuk temannya yang telah mengunggah tulisan. Ajari mereka berkomentar dengan santun, meskipun itu berupa kritik. Ajari mereka percaya diri dengan hasil karyanya dengan berani membagikan tulisannya, sekaligus menghargai karya orang lain dengan memberikan pujian atau saran yang membangun. Dengan demikian, mereka bisa tetap eksis di dunia maya, dan eksistensinya itu tidak hanya sekadar untuk meng-update status, tetapi sebagai ajang pengembangan diri dan potensi yang dimilikinya.

Mari kita manfaatkan kecanggihan dan kemudahan di era milenial ini untuk memperkuat posisi bahasa Indonesia. Jangan sampai bahasa Indonesia hanya dimanfaatkan untuk menyebarkan berita bohong (hoax), iklan, slogan, meme, atau status yang menggunakan kata-kata tidak senonoh dan semacamnya. Ajarilah generasi kita untuk mengabadikan ucapan dan tulisan mereka yang berisi kebaikan. Sebab, apa yang telah terucap, akan terngiang. Apa yang tertulis, akan terbaca, dan itu tidak akan mudah dilupakan oleh orang lain yang telah mendengar atau membacanya.

Keenam cara di atas diharapkan dapat diterapkan baik oleh orang tua terutama para guru. Terlebih lagi, dengan bergulirnya Kurikulum 2013 yang lebih menekankan pada pengubahan sikap siswa, maka para guru utamanya, juga harus selalu mengingatkan siswanya agar mengubah, membenahi, dan menata kembali penggunaan bahasa Indonesia, tidak hanya dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, tetapi juga dalam kegiatan berkomunikasi dengan orang lain baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Komitmen berbahasa Indonesia dengan baik dan santun yang sesuai dengan kaidah harus dibangun kembali. Dengan membiasakan peserta didik berbahasa dengan baik dan santun, berarti telah membelajarkan anak-anak bangsa untuk menjunjung tinggi bahasa Indonesia. Dengan santun berbahasa, maka akan mudah untuk mengarahkan pada santun berperilaku. Sebab bahasa dan perilaku sangat berkaitan erat. Orang-orang yang santun dalam berbahasa akan segan untuk berperilaku tidak santun, sebab perilakunya telah dikendalikan oleh bahasa yang diucapkannya. Orang-orang yang tidak santun dalam berbahasa jelas mencerminkan perilakunya yang juga tidak santun.

Demikian eratnya kaitan antara kesantunan berbahasa dengan kesantunan berperilaku. Oleh karena itu, para pendidik berkewajiban mengarahkan siswanya untuk selalu santun berbahasa di mana pun berada, dan dalam berbagai aktivitas keseharian. Dengan mengarahkan generasi muda emas kita untuk selalu santun berbahasa, semoga perilakunya saat ini hingga saatnya mereka memimpin bangsa ini nanti, juga akan santun. Dengan menciptakan generasi yang santun berbahasa dan berperilaku semoga nantinya dapat membawa negara kita menjadi lebih bermartabat sehingga lebih dihargai oleh negara lain. Ingatlah, dengan santun berbahasa, dunia akan ramah pada kita.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Memang TOP, semoga barokah dan manfaat .... Amin

26 Aug
Balas

Mantul bu, layak pemenang

01 Aug
Balas

Terima kasih, Bu..

01 Aug

Salut...mantap....layak jadi juara...bahasa mengalir....selamat...teruslah menjadi juara....

02 Aug
Balas

Aiih aliran tulisannya begitu renyah. Suka bangets dg gaya bu editor ini.

01 Aug
Balas

Aiih aliran tulisannya begitu renyah. Suka bangets dg gaya bu editor ini.

01 Aug
Balas

Terima kasih Bu Yayu

01 Aug

Hebat...barokallahu Bu Khoen

01 Aug
Balas

Insyaallah, aamiin...

01 Aug

keren banget Mbak, Selamat ya...

01 Aug
Balas

Mantap bu...saya sangat senang membacanya. Layak untuk juara. Selamat ya bu...

03 Aug
Balas

Selamat Ibu, Barokallah

01 Aug
Balas

Terima kasih Pak Syaihu, insyaallah

01 Aug

Liar biasa... Tulisan yang sangat menginspirasi. Trimakasih Bu... Sukses selalu

01 Aug
Balas

Selamat ya Bu khoen. Apa kabar ibu cantik......

01 Aug
Balas

Alhamdulillah baik Bu Himmah.

01 Aug

Masyaa Allah..., betapa apik dan santunnya bahasa di dalam esai ini. Pancaran dari pribadi penulisnya yang cantik lahir bathin. Salam sehat, bahagia, dan sukses selalu. Barakallah, Bu Editor syantiiiqqqqq.❤❤❤

01 Aug
Balas

Mantap bu editor, sukses selalu

01 Aug
Balas

Masyaallah, gurih dan bergizi. Barakallah ilmunya dan sukses selalu, Editor-ku.

01 Aug
Balas

ibu memang hebat. sy mrsa bangga krn buku saya ad cmpur tngan orang hebat sprt ibu.

01 Aug
Balas

Mantul nih Bunda Editor buku sy, sukses sll y bunda....

01 Aug
Balas

Mantap bu.... salut....

01 Aug
Balas

Baarokallah Bu khoen..moga sukses selalu

03 Aug
Balas

Salam kenal dari saya Bu. Tulisan Ibu sangat berarti, mantap Insyaallah akan kami praktikkan di group bersama anak-anak. Terimakasih.

01 Aug
Balas

Keren Ibu Editor buku saya. Tulisannya sangat kekinian. Sangat cocok dibaca para guru, untuk mengajarkan literasi digital pada muridnya. Salam kenal ya Bu...

01 Aug
Balas

Brokalloh mbak koen Salam kenal mbak Koen, saya dari Medan. #Salam Literasi

02 Aug
Balas



search

New Post