Khoen Eka Anthy

Berselancar dengan kata-kata telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya, terlebih setelah menjadi editor di MediaGuru. Selalu berusaha berbua...

Selengkapnya
Navigasi Web
Jadilah Lelaki Sejati!

Jadilah Lelaki Sejati!

“Eh, Dam, ini tempat dudukmu, bukan?” tanya saya melihat ada beberapa peralatan tulis tergeletak di sana, tapi terasa ada yang janggal…

“Iya, Bu, saya tetap duduk di situ kok, gak ada yang bakalan berani dengan saya, Bu,” sahut Adam agak keras karena dia sedang duduk di bangu belakang. Tampak, teman bicaranya, Rio, tak suka Adam didekatnya.

“Udah, sana pindah, cepeet,” kata Rio setengah berteriak.

Saya lihat sebelum berlalu, Adam menyentuh dagu Rio dengan lembut.

“Hei, apa-apaan sih!” teriak Rio marah.

“Hiii, jijik,” kata Rio sambil berkali-kali mengusap dagunya yang tadi disentuh oleh Adam.

“Sudah, Adam, ayo kembali ke tempat dudukmu!” kata saya dengan nada tinggi.

“Saya mengambil spidol dulu ya, Bu, tadi lupa,” kata Adam sambil melangah keluar.

“Gak pake bedakan lo, ya,” kata Vivi menggoda Adam. Saya segera melotot ke arah Vivi. Vivi langsung tertunduk. Ia paham bahwa saya tidak suka kalimat itu.

Saya terdiam akan apa yang terjadi saat itu. Mata saya kembali menjelajah meja Adam. Di atas meja itu ada pensil, rautan, penghapus, dan bulpen. Apa ya yang janggal??? Ah itu dia! Peralatan tulis itu semua berwarna pink, warna khas kesukaan perempuan! Deg! Pikiran buruk melintas…

“Tuh si Adam jangan-jangan homo, Bu…” kata Rio, sang ketua OSIS yang super cakep itu. Dia tidak mungkin mengucapkan sesuatu tanpa ada dasarnya. Selama ini dia terkenal sebagai anak yang teliti dan cerdas.

“Yo, jangan begitu…” kata saya mencoba meredam emosinya.

“Lha dia itu Bu, memang aneh. Semua barangnya berwarna pink. Foto-fotonya di IG selalu bersama anak-anak cowok yang cakep. Katanya sih, itu komunitasnya Bu…” cerita Rio menggebu-gebu.

“Sekarang dia mendekati saya, Bu…Saya dipanggil Beby, ih…jijik banget kan Bu…” lanjut Rio.

“Iya, Bu…adik kelas sebelah juga diincarnya. Itu Bu, si ganteng Miko…” timpal Vivi.

Saya terdiam, tidak siap dengan semua informasi yang tiba-tiba mencuat membombardir telinga dan pikiran saya.

“Sekarang kan sedang marak LGBT Bu…di FB banyak akun gituan…Katanya, Adam juga ikut di grup itu,”

“Ini ndak bisa dibiarkan, Bu…nanti kita bisa dilaknat seperti kaum Nabi Luth…ngeri…” kata Rio lagi.

Di tengah riuhnya ucapan mereka, terdengar pintu kelas diketuk. Setelah itu tampaklah Adam masuk ke dalam kelas.

Semua terdiam.

Saya memutuskan untuk memberi tugas pada mereka. Setelah itu Adam saya ajak ke ruang BK. Kami duduk berhadapan dipisahkan oleh meja.

“Dam, ini semua milikmu?” kata saya sambil meletakkan peralatan tulis serba pink itu di atas meja.

“Iya, Bu…cantikkan?” katanya dengan gaya bicara dan gerakan tangan seperti perempuan. Benar kata Rio, kesan yang tertangkap adalah “menjijikkan”.

“Mengapa tidak memilih warna lain?”

“Ada yang salah, Bu? Bukankah warna itu bisa disukai siapa saja?” Dia balik bertanya.

“Benar, semua warna bisa disukai siapapun. Tapi kita tahu bahwa warna itu menyimpan simbol tertentu. Misal merah itu simbol marah, putih simbol apa, Dam?”

“Suci, bersih, baik…” jawab Adam.

“Kalau hijau?”

“Hijau itu lambang kesejukan, Bu…”

“Kalau pink?”

“Emmm, biasanya sih lambang kelembutan, warna anak perempuan…” jawabnya lagi.

“Adam laki-laki ataukah perempuan??”

“Hmmm…perem…eh laki-laki, Bu…”

“Namamu siapa?”

“Adam, Bu…”

Kuajak Adam berdiri di muka cermin yang ada di samping pintu ruangan.

“Coba lihat dirimu…” kata saya memintanya menatap pantulan cermin itu.

“Kamu sekarang pakai celana apa rok? Sepatumu model laki-laki atau perempuan? Tuh, kamu juga berkumis…tanganmu kekar, badanmu gagah… ”

Adam menatap dirinya di cermin.

“Kamu laki-laki…L A K I - L A K I,” kata saya mengulanginya dengan aksentuasi yang tegas.

“Mau shalat nanti makai mukena saya?”

“Gak mau, Bu…malu…” jawabnya.

“Alhamdulillah…kata itu yang saya tunggu. Malu. Malu itu sebagian dai iman. Bersyukurlah diciptakan sebagai laki-laki. Setiap orang tua ingin punya anak laki-laki, karena dengan adanya anak laki-laki diharapkan kelak keluarganya akan lebih terlindungi. Laki-laki adalah simbol keberanian dan ketegasan. Laki-laki adalah pemimpin yang hebat…karenanya ia harus kuat. Untuk itu ia harus menunjukkan identitasnya dengan jelas.”

Adam terdiam, masih termangu di depan cermin menatap dirinya lekat.

“Sejak lahir, orang tua kita telah menegaskan identitas kita. Untuk anak laki-laki dibelikannya mobil-mobilan, robot-robotan, warnanya pun selain pink. Biru atau warna lain yang dipilihkan untukknya. Tak pernah sekalipun dia dibiarkan memakai lipstik atau bedak ibunya. Karena laki-laki punya identitas sendiri.”

“Ingatkah kau pada cerita kaum Sodom dan Gomorah yang dilaknat Allah dengan hujan batu??” tanya saya.

“Ingat, Bu…”

“Apa sebabnya?” tanya saya

“Karena kaum Nabi Luth yang mendatangi laki-laki…” jawabnya pelan.

“Yang dimaksud dengan kaum Nabi Luth itu laki-laki ataukah perempuan?”

“Laki-laki, Bu…”

“Kalau begitu tegasnya bagaimana?”

“Karena kaum laki-laki menyukai sesama laki-laki, maka Allah murka,” jelasnya.

“Nah, sudah jelas kan?”

Adam mengangguk.

“Kau tidak ingin dilaknat oleh Allah kan?”

Saya sodorkan beberapa fotonya bersama teman laki-lakinya yang tampak tidak wajar itu.

Adam terkejut.

“Saya temukan foto itu di dalam buku pink ini,” kata saya. Dia menunduk.

“Dalam Al Isra ayat 36 Allah telah mengingatkan kita,’Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawabannya,’ untuk hal yang kita tak tahu tapi kita mengikutinya saja tidak boleh, apalagi untuk sesuatu yang kita sudah tahu pasti hukumnya,”

“Ya, Bu…”

“Minta ampunlah kepada Allah, berubahlah menjadi lelaki sejati, tinggalkan teman-teman yang membawa pengaruh buruk itu…”

“Sekecil apapun kebaikan akan kembali pada diri sendiri, Dam…Begitu pula sebaliknya, sekecil apapun keburukan juga akan kembali pada diri sendiri. Tinggal kita mau memilih menjadi baik atau buruk.”

“Kau memilih yang mana, Adam?”

“Menjadi baik, Bu…”

“Yakin? Mantap? Sebelum semuanya terlambat…”

“Iya, Bu, yakin…”

Adam…Ya…semoga ribuan Adam di luar sana juga menjadi kaum Adam sejati.

Save our generation!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap penyelesaiannya

28 Jan
Balas



search

New Post