Khoen Eka Anthy

Berselancar dengan kata-kata telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kesehariannya, terlebih setelah menjadi editor di MediaGuru. Selalu berusaha berbua...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kotak Hitam Kang Dipo

Kotak Hitam Kang Dipo

Ini bukan tentang kotak hitam pesawat. Sungguh. Tapi ini tentang kotak hitam yang lain. Kotak hitam ajaib. Bagaimana tidak ajaib? Sejak membeli kotak hitam berukuran 4 inci itu, Dipo jadi berubah. Tak pagi tak siang tak sore, seharian penuh matanya menatap lekat hanya pada kotak hitam itu.

“Di sini ada semuanya, Jeng,” jelasnya pada sang istri.

“Ada semuanya bagaimana?”

“Kamu mau apa? Pengen membaca apa? Pengen membeli apa? Tinggal nutul, sesuka kita jadilah,”

“Oh begitu, lha itu sedang melihat apa?”

“Ini vidio yu tup namanya,” jelas Dipo pada Neti, istrinya.

“Ada vidio apa saja?”

“Macem-macem, tinggal nutul.”

Kang Dipo tampak berkali-kali menggesek kemudian menekan layar kotak hitam itu. Berkali-kali pula ia menunjukkan gambar ataupun video yang menurutnya menarik pada Neti. Neti melihatnya dengan takjub.

“Mengagumkan. Di dalam kotak segini ada bermacam-macam tayangan yang lengkap ya, kang”

“Hem…,” jawab Dipo singkat.

Tiba-tiba tercium aroma gosong dari dapur. Neti melompat dari duduknya.

“Waduh, nasiku sangit ini, kang,”

Tergopoh-gopoh ia ke dapur. Benar saja, nasi yang harusnya beraroma pandan itu kini berubah beraroma gosong.

“Lho, cepet sekali matangnya,” gumamnya. Diliriknya jam di dinding. Benar.

“Biasanya waktu tak berlalu secepat ini, aneh,” katanya sambil menyiapkan makanan.

“Kang, makanan siap,” kata Neti.

Tak ada jawaban. Diulangnya hingga tiga kali tetap saja tak ada jawaban. Karena tak sabar, dihampirinya suaminya itu. Dipo tampak cekikikan sendiri di depan kotak hitam itu.

“Kang, dipanggil dari tadi,”

“Iya, tanggung, bentar lagi,” sahut Dipo.

Neti duduk bersandar di samping suaminya. Entah berapa lama hingga ia terbangun. Di pandanginya jam dinding. Pukul 21.00. Ia lalu ingat tadi ia menunggu suaminya untuk diajaknya makan malam. Sekitar dua jam yang lalu.

“Lho, Kang sudah makan apa belum?”

Dilihatnya sang suami masih tetap di tempatnya semula. Asyik dengan kotak hitam itu.

“Kang…,”

“Iya,”

“belum lapar?”

“Belum,”

Karena jengkel Neti pergi ke dapur. Ia putuskan untuk makan.

“Aneh, biasanya Kang Dipo setelah Isya segera makan, sejak sebelum magrib tadi ia hanya memelototi kotak hitam itu, apa di situ ada makanan yang bisa mengenyangkan tanpa dikunyah?” gerutu Neti.

“Aku makan dulu lo, ini sudah terlalu malam,” katanya setengah berteriak. Tak ada jawaban.

“Kaaaang…,”

Kali ini Neti benar-benar berteriak.

“Iyaaaa,” balas Kang Dipo.

Inilah kali pertama Neti makan tanpa ditemani suaminya. Setelah selesai, barulah ada langkah kaki mendekat.

“Bisa lapar juga kau rupanya,” sindir Neti.

“Iya, tadi kupikir baru jam 7 malam. Eh ternyata kok sudah hampir jam setengah sepuluh. Kaget aku,”

“Kaget, bukannya sejak tadi aku sudah memanggilmu berkali-kali tapi tak kamu pedulikan?”

Dipo diam saja. Dalam hatinya dia merasa bersalah. Namun isi kotak hitam itu begitu menggodaanya untuk melihat ini itu hingga tak terasa waktu telah demikian cepat berlalu.

Esok paginya, ketika Neti sudah menyelesaikan semua pekerjaannya. Ia sedang bersiap untuk ke kebun. Sudah waktunya menyiangi rumput. Dilihatnya suaminya sudah berkutat dengan kotak hitam itu lagi. Suaminya saat ini memang sedang libur. Garapannya di Jakarta sudah rampung. Begitulah pekerjaan seorang kuli bangunan. Mencari atau menunggu. Sekarang ia sedang menunggu. Sementara panggilan dari bos kontraktor belum ada, jadilah Dipo memutuskan untuk pulang ke kampungnya.

“Kang, jangan lupa, si Brahman makanannya sudah habis, cari rumput di kebun sambil njemput aku ya. Meski bawa motor, jangan lupa bawa payung besar,” pesan Neti.

“Ohya, kalau bisa sebelum asar ya,” imbuhnya sambil mengenakan topi caping lebar.

“Iya. Iya…,” jawab Dipo tanpa melihat raut istrinya. Matanya tertuju kuat pada layar kotak itu.

“Jangan lupa,” ulang Neti. Ia khawatir suaminya lupa. Apalagi dia sedang punya mainan baru.

Seperginya Neti, Dipo asyik kembali dengan kotak hitamnya. Tangannya sibuk melihat gambar, video, dan entah apalagi. Seakan tak ada jemunya ia menggesek-geseknya. Jarum jam terus bergerak, lambat namun penuh kepastian.

Tiba-tiba suara lenguhan si Brahman menyadarkannya. Brahman biasanya melenguh jika sedang lapar. Bila tak segera diberi makan, apapun yang ada di dekatnya akan disantapnya. Dulu pernah, baju dan celananya dikunyah oleh si Brahman.

“Gawat, sudah hampir asar. Merumput di hari sore begini?” gumamnya sendiri. Ia menghampiri kandang di belakang rumah. Benar saja. Rumput untuk Brahman sudah hampir habis.

Ia lalu ingat bahwa istrinya tadi berpesan agar menjemputnya di kebun. Bergegas ia melajukan motor bututnya ke arah kebun. Sesampainya di sana, asar sudah lewat. Dia segera mencari Neti. Di lihat di pondok, tak ada. Dipo terus mencari Neti sampai ke batas kebun mereka. Ia kemudian menyimpulkan kalau istrinya sudah pulang. Namun ketika ia hendak berbalik arah untuk pulang, dari jauh dilihatnya ada tubuh yang sedang tergolek di antara rumputan. Dipo berlari menghampirinya.

“Gusti Allah, Neti…Neti,” katanya sambil mengguncang-guncang tubuh istrinya. Dilihatnya darah berceceran di dekat sabit. Dengan sigap dibopongnya tubuh istrinya itu. Rupanya Neti lemas kemudian pingsan karena terlalu banyak darah yang mengalir dari tangannya. Dipo tahu betul kalau istrinya tidak mahir menyabit rumput. Mungkin karena tidak sabar menunggu dirinya, Neti memutuskan untuk mencari pakan ternak mereka. Entah sudah berapa lama istrinya itu tergolek pingsan di situ…

Sesampainya di Puskesmas, segera Neti diberi pertolongan.

“Darah yang mengalir cukup banyak. Ibu harus dirawat di sini,” kata dokter yang merawat Neti.

“Terima kasih, Pak,” kata Dipo. Dokter pun pergi meninggalkan mereka setelah selesai menjahit luka di tangan Neti.

“Oalah Nduk, kenapa bisa begini?” tanya Dipo.

Neti diam saja.

Kali ini Dipo benar-benar merasa bersalah. Harusnya dia menemani istrinya di kebun. Harusnya dia yang menyabit rumput itu. Harusnya dia….Ini semua gara-gara kotak hitam itu.

“Aku minta maaf,” kata Dipo sambil menggenggam tangan istrinya.

Neti masih diam.

“Ya sudah, istirahatlah. Yang penting kau sudah baik-baik saja sekarang aku pulang dulu, aku ambilkan baju gantimu, dan lain-lain,” kata Dipo.

“Ya, semoga kau tidak lupa kalau aku masih di sini. Aku khawatir, di rumah kau asik dengan kotak hitammu itu lagi lalu kau biarkan aku di sini berhari-hari,” sindir Neti.

Dipo tersenyum kecut. Ia memang pantas disindir. Bahkan tak cukup itu, harusnya ia dimaki-maki oleh istrinya itu karena ulahnya. Ia hampir saja kehilangan nyawa istrinya karena kotak hitam itu.

Dipo meninggalkan Neti. Dalam hati ia berjanji akan menjual kotak hitam itu. Dia tidak ingin berbuat hal bodoh lagi. Motor melaju kembali ke arah kebun. Hampir magrib. Setelah rumput yang didapat dirasa cukup, Dipo pulang.

Sampai di rumah, langsung ia menuju kandang. Dibukanya pintu kandang. Ditatanya rumput untuk Brahman. Ketika Dipo membungkukkan badan, matanya tertuju pada sesuatu mirip kotak hitam miliknya. Dipungutnya benda itu.

“Lho, inikan bagian belakang hapeku,” katanya. Benar.

“Mungkin tadi jatuh sehingga penutup belakang ini lepas,” pikirnya. Kemudian dicarinya bagian yang lain. Ia ingat sebelum ke kebun tadi meletakkan kotak hitam tersebut di meja dekat pintu kandang. Dipo terus mencari dan mencari. Tidak ada… Hanya benda itu yang tersisa, tercecer di dekat Brahman.

Matanya kemudian menatap Brahman dalam-dalam. Ia sekarang yakin, bahwa kotak hitam itu telah tamat dikunyah oleh sapi kesayangannya itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Hahaha lucu juga sapi makan si hitam

27 Oct
Balas

Keren, bagus sekali

25 Nov
Balas



search

New Post