KULARANG KAU MENCINTAI DIA
KASUS NYATA*
Sudah lama desas-desus tentang Cinta (bukan nama sebenarnya), terdengar. Tapi Bu Linda (bukan nama sebenarnya), tak begitu menghiraukannya. Pasalnya, Cinta memang siswa yang baik dan selama ini dikenal tak bermasalah. Namun, siang itu ketika teman lainnya sedang sibuk mengerjakan tugas, tampak Cinta asyik dengan ponselnya. Mungkin Cinta tak menduga kalau Bu Linda mengamatinya dari tempat duduk guru yang memang cukup jauh darinya.
“Ayo, sini, berikan ponselmu,” kata Bu Linda pada siswanya yang terlihat asyik menekuri ponselnya. Entah apa yang dilihatnya hingga mata Cinta, lekat menatap layar gawai itu. Cinta tampak terkejut melihat Bu Linda yang tiba-tiba berdiri di sampingnya.
“Eh, tidak, eh jangan, Bu,” kata Cinta sambil berusaha menyembunyikan ponselnya.
“Sudah berikan saja,”
Mereka beradu pandang sejenak. Ada kilatan tak suka terpancar dari tatapan mata Cinta. Bu Linda menatapnya tak kalah tajamnya. Kemudian dengan terpaksa Cinta memberikan ponsel itu pada Bu Linda, guru BK di sekolahnya. Setelah ponsel berpindah tangan, Cinta bergegas meninggalkan gurunya itu.
“Permisi, saya mau ke belakang,” katanya setengah berlari.
Bu Linda mengangguk.
Tangan Bu Linda segera membuka layar ponsel itu. Tapi, ah...terlambat. Ponsel telah terkunci. Ada sandi gambar yang harus dibuka sebelum tahu isi ponsel itu.
“Wah, ke mana Cinta tadi?”
Sekembalinya dari kamar mandi, Bu Linda memanggil Cinta. Bu Linda memintanya memberikan password gambar ponsel itu, tapi Cinta membungkam. Tak satu patah katapun terucap.
“Ayo, sini, Bu Linda ingin tahu isinya. Kalau tidak masalah, ponsel ini akan segera saya kembalikan,” bujuknya.
Cinta bergeming, tak berkutik. Membisu.
“Baik, saya tunggu.”
“Nanti kalau sudah berubah pikiran, silahkan temui saya di kantor,” pungkas Bu Linda. Pelajaran BK usai, Bu Linda kembali ke kantor. Cinta yang dinanti tak jua menampakkan batang hidungnya.
Baru kali ini ia gagal membujuk siswa membuka hapenya. Ada apa dalam ponsel itu? Bu Linda tak kehilangan akal. Setelah tiga hari berlalu dan Cinta tak menemuinya, dibawalah ponsel itu pada ahlinya.
Melalui beberapa cara, akhirnya ponsel itu dapat dibuka. Ada beberapa file yang rusak karena ponsel itu dibuka paksa.
Bu Linda kemudian menelusur setiap isi yang ada dalam ponsel itu.
“Cinta manis? Apa yang kau sembunyikan, Nak?”
Setelah membuka beberapa video, chat WA, dan foto, bu Linda menemukan sesuatu yang membuatnya terhenyak. Bu Linda teringat pada desas-desus itu…
Foto dalam galeri itu didominasi oleh Cinta dan gadis muda yang tampak tomboi. Gambar itu mengatakan bahwa si gadis tomboi sudah bekerja menjadi satpam di sebuah supermarket. Mulanya Bu Linda menyangka itu sahabat Cinta. Namun setelah melihat belasan foto, tenggorokan Bu Linda tercekat. Ada beberapa foto yang mengundang kecurigaan. Cinta dipeluk mesra oleh gadis satpam itu. Tidak hanya dipeluk, ada juga foto mereka sedang kissing. Perut Bu Linda mendadak terasa mulas melihat foto tersebut. Foto lain menampakkan si gadis satpam mencium kening Cinta, persis seorang suami yang mencium kening istrinya. Kening Bu Linda tampat berkerut. Berkali-kali diucapkannya kalimat istigfar.
Bu Linda kemudian membaca semua chat WA kedua manusia sesama jenis itu. Kata “I love you” bertebaran hampir di semua chat. Rekaman puisi cinta pengantar tidur pun terdengar begitu mesranya. Sayangnya ada beberapa video yang rusak akibat dibuka paksa. Namun, belasan gambar, beberapa rekaman suara, dan puluhan obrolan di WA itu telah cukup menjadi bukti hubungan terlarang di antara keduanya.
Tubuh Bu Linda menggigil. Di foto lain, tampak Cinta terlihat akrab dengan seorang remaja laki-laki. Ada beberapa foto yang menguatkan kalau di antara mereka ada kedekatan.
“Cinta, ada apa denganmu?”
“Mungkinkah Cinta seorang “homo” sekaligus “hetero”?”
***
“Oh, dia memang sering ke rumah, Bu…gadis satpam itu memang sahabatnya Cinta,” kata ibunda Cinta ketika Bu Linda mendatanginya.
“Beberapa kali dia juga menginap di rumah, kok Bu…anaknya baik sekali. Kalau di kamar berdua ya saya biarkan saja, kan mereka sesama perempuan. Dengan adanya teman perempuan seakrab itu, Cinta jadi betah di rumah. Biasakan, Bu…Cinta juga sering nginep di rumahnya…” tutur sang ibu tanpa rasa curiga.
“Bu, remaja zaman sekarang berbeda dengan zaman kita. Dulu, anak lali-laki dengan perempuan main hujan-hujanan bersama, baik itu berdua atau dalam suatu kelompok, tak ada yang harus dikhawatirkan. Aman-aman saja. Sesama anak perempuan bersahabat dekat itupun lumrah, bahkan memang harus demikian. Tapi zaman sudah berubah, Bu…kita tetap harus waspada meski mereka bersahabat dengan sesama jenis. Banyak kasus yang membuktikan bahwa kedekatan anak dengan sesama jenis yang dianggap biasa, ternyata tidak biasa. Ada hubungan terlarang di antara mereka,” jelas Bu Linda.
“Saya mengkhawatirkan Cinta, Bu. Cinta adalah putri Ibu sekaligus anak didik saya. Kita sama-sama menyayanginya. Kita sama-sama menginginkan keberhasilannya. Kita sama-sama tak ingin Cinta salah dalam bergaul…”
“Maksud Bu Guru?” tanya ibu Cinta.
“Baik, Bu…sekarang silakan ibu lihat ini,” kata Bu Linda seraya menyodorkan ponsel milik Cinta.
Ibunda Cinta terbelalak tak percaya melihat dan mendengar isi ponsel itu. Lelehan airmatanya cukup mengutarakan ketakutan dan kecemasannya sebagai seorang yang kecewa serta tak percaya bahwa anaknya mungkin telah menjadi salah satu pelaku LGBT.
“Tidak, Cinta tak boleh mencintai dia, Bu Guru!” kata si ibu dengan tegas. Bu Linda mengangguk tegas. Sekarang misi sekolah dan orang tua Cinta telah sama, yaitu membawa Cinta kembali pada pergaulan yang normal.
***
Ya, kedekatan seorang anak gadis dengan teman gadisnya memang wajar. Namun sebagai guru dan orang tua, kita harus berhati-hati. Apa yang tampak di permukaan belum tentu begitulah adanya. Bila dirasa kedekatan sepasang sahabat sesama jenis terlalu berlebihan, kita patut mengambil langkah yang bijak. Bukalah cakrawala pikirannya dengan berdiskusi, raihlah tangannya untuk membuka kitab suci. Sentuhlah hatinya dengan kisah kaum Luth yang diazab dengan keras oleh Allah SWT karena perilaku mereka yang menyimpang. Kisah penduduk Kota Pompeii, Romawi, juga dapat kita sampaikan. Warga Pompeii mengalami nasib sama dengan kaum Luth. Dalam buku Kaum-Kaum yang Dibinasakan karya Harun Yahya, dijelaskan bahwa kaum Pompeii, yang menghalalkan hubungan sesama jenis juga telah dibinasakan hanya dengan satu dentuman suara keras. Tidak ada siksaan atas mereka melainkan satu teriakan saja; maka tiba-tiba mereka semuanya mati.
Dalam Ayat 31 Surat Al Qamar, sekali lagi "pembinasan seketika" ditekankan ketika penghancuran kaum Tsamud dikisahkan: Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput-rumput kering (yang dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang. Kematian warga Pompeii mempunyai kemiripan dengan ayat tersebut. Tentunya kita tak ingin bernasib sama dengan kedua kaum tersebut. Nauzubilahiminzalik…
Kembali pada kasus di atas, yang pasti, untuk menyelesaikan apapun permasalahan siswa, apalagi perilaku menyimpang seksual LGBT, diperlukan sinergi yang kuat dari pihak sekolah dan orang tua. Karenanya, sebelum terjadi, orang tua dan guru memang harus selalu mengawasi anak-anaknya. Jangan merasa karena mereka telah remaja, sudah besar, sudah bisa memilih teman, lalu kita menjadi lalai memantau pergaulan mereka. Save our generation!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
kisah yang menarik,dan perlu dibaca remaja
Astagfirulloha'adziiimm... *ngeri