MASIH TENTANG SURAT (Catatan Harian Kesalahan Berbahasa)
“Bu, ini surat saya kemarin ketika tidak masuk dua hari,” kata Nabila ketika saya masuk kelas.
“Baiklah, apa sekarang Nabila sudah sehat?”
“Sudah Bu,” jawabnya sambil tersenyum manis.
“Alhamdulillah, ohya mana suratmu?”
“Ini Bu,” kata Nabila sambil menyodorkan amplop pada saya.
Saya buka amplop itu kemudian saya baca surat tersebut. Ada yang harus diperbaiki…dan memang harus diperbaik.
“Bil, apa boleh surat izinmu kita analisis bersama?”
“Kenapa Bu? Ada yang salah?” Raut mukanya menunjukkan kekhawatiran. Saya tersenyum.
“Jangan takut, ini untuk pembelajaran bersama. Jadi tidak ada maksud lain selain memperbaiki penulisannya agar nantinya kalau kalian menulis surat izin sudah sesuai dengan kaidahnya,” saya menjelaskan tujuan analisis surat tersebut pada semua siswa di kelas itu.
Nabila mengangguk.
“Anak-anak coba perhatikan ya, pagi ini Ibu akan mengajak kalian menganalisis surat izin Nabila.”
“Kenapa Bu? Salah ya,” sahut Irvan.
“Begini, memang ada beberapa kesalahan dalam surat ini. Kita membahasnya sekali lagi dengan tujuan memperbaikinya sehingga surat izin yang ditulis nantinya lebih baik dan benar menurut kaidah.”
“Ingat, tidak boleh ada komentar yang bertujuan untuk mengolok-olok Nabila sebab belum tentu surat izin yang kalian tulis sudah benar. Bagaimana…sepakat?”
“Ya Bu,”
Saya kemudian menulis ulang surat tersebut persis seperti aslinya.
Setelah menulis surat itu, anak-anak saya minta berkomentar.
“Bagaimana menurut pendapat kalian?”
“Saya Bu…, yang tidak mengikuti pelajaran itu Nabila atau walimuridnya Nabila?” Tanya Yossi.
Siswa lain tertawa mendengar pertanyaan dari Yosi.
“Darimana Yosi bisa mengambil simpulan itu?” Saya balik bertanya.
“Lha itu Bu, sudah jelas ada kalimat: kami wali murid dari Nabila Ahata kemarin tidak dapat mengikuti pelajaran dikarenakan sakit. Berarti yang sakit adalah walinya Nabila, bukan Nabila,”
“Hei, yang sakit itu aku, bukan ibuku…,” Nabila membela diri.
“Lha itu..jelaskan,” bantah Yosi.
“Sudah…sudah…tenang dulu, ayo kita cermati. Mengapa Yosi dan Nabila “berebut” siapa yang tidak mengikuti pelajaran?”
Anak-anak diam.
“Karena di surat itu tidak jelas siapa yang dimaksud…walinya Nabila..atau Nabila?”
“Iya Bu, kalimatnya membingungkan,” kata Karin.
“Benar…itulah contoh kalimat yang membingungkan. Biasanya disebut sebagai kalimat rancu atau ambigu.”
“Kalau begitu supaya tidak membingungkan bagaimana ya?”
“Disebutkan dengan jelas Bu. Bahwa pada hari….putri kami yang bernama Nabila Ahata, tidak dapat mengikuti pelajaran karena sakit.” kali ini Nabila sendiri yang berusaha memperbaiki kalimat dalam surat tersebut.
“Bagus,” kata saya.
“Simpulannya, buatlah kalimat yang tidak membingungkan. Selain itu kata kemarin acuannya juga tidak jelas, jadi harus diberi hari dan tanggal yang jelas supaya pembaca mendapat informasi yang lengkap.”
“Ternyata dalam membuat surat izin, kita harus teliti ya Bu,” kata Nabila.
“Ya, tepat sekali,”
Begitulah masalah surat-menyurat. Ternyata untuk menulis surat pun diperlukan ketelitian yang tinggi dan penggunaan bahasa yang benar.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar